Malam Senyap Tanpa Kunang-kunang di Blitar Sepanjang 1965

Rabu, 30 September 2020 - 17:02 WIB
loading...
Malam Senyap Tanpa Kunang-kunang di Blitar Sepanjang 1965
Kiai Chudlori Hasyim, salah satu pendiri Banser Nahdlatul Ulama (NU). Foto/SINDOnews/Solichan Arif
A A A
BLITAR - Malam yang senyap menyelimuti langit-langit di Blitar dan Madiun di sepanjang 1965. Dalam cahaya yang redup, kunang-kunang pun enggan untuk menemani. Suara gaduh menjadi candu yang tiap malam menambah sisi gelap dan sulit untuk dilupakan.

Perkampungan dengan jalanan makadam di Blitar mengalun banyak keganasan dari berbagai sudut rumah. Sebelum dan sesudah G30S/PKI kawasan itu terus saja memanas. Seluruh pasang mata tak pernah menutup dengan setia. (Baca juga: Cerita Menegangkan Kapten Sanjoto saat Memburu DN Aidit di Kota Semarang)

Melempar awas dan tanpa ada lelah menyisir berbagai jalanan. Memberikan siasat, menyeka kegetiran dalam hari-hari tanpa ada keteduhan. Massa Ansor dan pengikut PKI, terutama BTI dan Pemuda Rakyat saling curiga. Tanpa ada balas senyum dari peluh yang terus mengucur. (Baca juga: 3 Sumur 'Lubang Buaya' Banyuwangi, Saksi Bisu Kekejaman G30S PKI)
Malam Senyap Tanpa Kunang-kunang di Blitar Sepanjang 1965

Sepoi angin masih saja terasa panas, tak cukup untuk mendinginkan kepala dan hati di tengah ketidakpastian kabar yang terus bergemuruh. Ketegangan masih menyelimuti erat di wilayah Kecamatan Gandusari, Ansor-PKI nyaris bentrok fisik. Pemicunya adalah aksi sepihak PKI.

Ketegangan itu terus berpacu dengan waktu dan kondisi yang tak ada kepastian. Apalagi pasca-dilarangnya Masyumi dan terbelahnya PNI, NU dan PKI terkerek menjadi dua besar pemenang Pemilu 1955. (Baca juga: Pengamat: Jika Pancasila Berhasil Diubah, Kebangkitan PKI Nyata)

"Banyak warga NU pemilik tanah yang merasa resah dengan aksi sepihak orang-orang PKI, " ujar Chudlori Hasyim (83), mantan Pimpinan Ansor Nahdlatul Ulama (NU) Blitar ketika ditemui SINDOnews beberapa waktu lalu.

Ingatannya yang menembus batas ruang dan waktu kembali melemparkannya pada situasi tepat hari ke-14 atau 14 Oktober 1965 pasca-pembunuhan para jenderal, instruksi rahasia itu datang memecah keheningan malam. Membuat burung-burung gagak berhamburan. (Baca juga: Ingatkan Kejamnya PKI, KAMI Serukan Kibarkan Bendera Merah Putih)

Perintah yang membonceng kabar penculikan Jenderal itu muncul dalam sebuah rembug (rapat) khusus pimpinan Ansor. Rapat yang merumuskan perlawanan terhadap aksi sepihak orang-orang PKI. Perlawanan itu bermunculan dalam setiap mimpi yang dibungkus di antara harapan.

Chudlori ada di sana bersama para teman seperjuangan. Menyimpan asa untuk menjadi lebih baik dari sebuah zaman yang begitu gelap. Karena dia memang termasuk salah satu pimpinan. Ia masih ingat perintah itu diutarakan secara lisan, panggung pidatonya menjadi pelecut dan semangat nasionalisme. (Baca juga: Mahfud MD Ngaku Selalu Nonton Film G30S PKI, Ini Alasannya)

Tanpa banyak berdebat, instruksi langsung disepakati dan disebar cepat ke anggota Ansor Banser anak cabang dan ranting. Bergerak cepat seperti angin dalam dekapan malam, mengumpulkan banyak dukungan. "Isinya (perintah) setiap kader Ansor dan Banser untuk menyiapkan senjata tajam dalam menghadapi PKI," katanya.

Gerakan senyap melawan PKI ini melaju setelah kabar huru-hara penculikan tujuh Jenderal terkait G 30S PKI diterima terlambat di daerah-daerah. Akses komunikasi yang terbatas menjadi salah satu alasannya. "Kita memang terlambat menerima kabar adanya Gerakan 30 September 1965. Memang saat itu tidak banyak saluran informasi seperti sekarang, " ungkapnya.

Di usianya yang sudah senja, Chudlori tak terlihat ringkih. Demikian juga dengan ingatannya. Pria jangkung dengan perawakan besar itu tetap bersemangat. Nada bicaranya lantang. Setiap kalimat yang terucap penuh dengan tekanan. Berbagai candaan kerap dilontarkan, memecah sedikit ketegangan ketika diajak berbicara tentang sejarah pajang perjuangan di negeri ini.

Ayah empat anak dan kakek enam cucu itu adalah salah satu penggagas sekaligus pendiri Barisan Ansor Serba Guna (Banser) NU. Buih pikirannya tetap mempesona dengan rangkaian sisa semangat dalam menaklukan kehidupan.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1692 seconds (0.1#10.140)