Kisah Pengungsi Majapahit Pasca Perang Bubat Jadi Malapetaka di Tanah Sunda

Minggu, 16 Februari 2025 - 05:29 WIB
loading...
Kisah Pengungsi Majapahit...
Larangan pernikahan antara Jawa dan Sunda pasca Perang Bubat nyaris membuat konflik kembali di tanah Sunda. Ditambah adanya pengungsi dari Kerajaan Majapahit. Foto/Ilustrasi/Ist
A A A
LARANGAN pernikahan antara Jawa dan Sunda pasca Perang Bubat nyaris membuat konflik kembali di tanah Sunda. Ditambah adanya pengungsi dari Kerajaan Majapahit.

Saat itu Kerajaan Galuh di tanah Jawa bagian barat memang nyaris terjadi perang saudara, akibat adanya pelanggaran sang penguasa Galuh kala itu Raja Dewa Niskala.



Ketika itu Kerajaan Galuh kebetulan memang terpecah menjadi dua penguasa yang sama-sama mengklaim sebagai raja. Sosok yang berkuasa di Kerajaan Galuh dikisahkan yakni Dewa Niskala dan Prabu Susuktunggal, yang berkuasa dengan gelar yang sama.

Di saat yang sama Kerajaan Majapahit konon tengah diterpa gonjang-ganjing dan ketidakstabilan keamanan. Hal ini membuat banyak gelombang pengungsi masyarakat Jawa terutama Majapahit ke wilayah Sunda, yang kala itu Kerajaan Galuh.



Gelombang pengungsian dari Jawa bagian timur atau bahkan dari tanah Majapahit berdatangan ke Kawali, ibu kota Kerajaan Galuh.

Dikutip dari buku "Hitam Putih Pajajaran: Dari Kejayaan Hingga Keruntuhan Kerajaan Pajajaran" atau Fery Taufiq El Jaquenne, mengisahkan bagaimana gelombang pengungsian itu terus berdatangan ke ibu kota Kwali, Galuh.



Melihat banyak pengungsi dari Majapahit, Dewa Niskala pun menyambut dengan baik. Bahkan kerabat Prabu Kertabumi Raja Majapahit, yang bernama Raden Babirin dijodohkan dengan salah satu putrinya.

Sedangkan Dewa Niskala menikah dengan salah satu pengungsi wanita bersama Raden Babirin juga.

Tapi hal ini mengundang kemarahan Raja Susuktunggal. Sebab dalam Kerajaan Sunda Galuh telah menyepakati bahwa masyarakat Sunda tidak boleh menikah dengan masyarakat Majapahit pasca tragedi Perang Bubat.

Atas pelanggaran yang dilakukan Raja Dewa Niskala, Raja Susuktunggal semakin geram. Raja Susuktunggal ingin melampiaskan kemarahan ini dengan bertarung melawan Raja Dewa Niskala.

Sebab ini bukan persoalan melanggar hukum saja, tapi sudah berhubungan harga diri masyarakat Sunda. Agar peperangan tidak berlanjut, akhirnya Dewan Penasihat kedua kerajaan saling bertemu dan membuat kesepakatan yang saling menguntungkan.

Jalan perdamaian tersebut ditempuh melalui pengangkatan penguasa baru yakni bernama Jayadewata atau yang sering dikenal dengan Prabu Siliwangi.

Penunjukan ini atas dasar putra dari Dewa Niskaha sekaligus menantu Raja Susuktunggal. Saat Jayadewata diangkat sebagai raja, kemudian ia mendapatkan gelar Sri Baduga Maharaja.

Dalam hal ini juga ia memutuskan bahwa kerajaan yang sudah terpecah menjadi dua harus disatukan kembali.

Dari penyatuan dua kerajaan inilah maka lahir kerajaan baru yang bernama Pajajaran yakni pada tahun 1482 M. Oleh sebab itu silsilah Kerajaan Pajajaran dihitung mulai raja pertama bernama Sri Baduga Maharaja.
(shf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2025 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2435 seconds (0.1#10.24)