Misteri Lokasi Perang Bubat antara Pasukan Majapahit dan Sunda
loading...
A
A
A
KERAJAAN Majapahit dikisahkan mengalami penurunan yang salah satunya karena Perang Bubat . Hal ini ditambah dinamika politik yang membuat Mahapatih Gajah Mada keluar istana. Ia diusir dari istana dan dikejar oleh pejabat-pejabat Majapahit, karena dianggap menjadi biang keladi kegagalan pernikahan Dyah Pitaloka dengan raja Hayam Wuruk.
Perang Bubat dikisahkan di Kakawin Negarakertagama gubahan Mpu Prapanca bahwa lapangan Bubat yang menjadi tempat perang. Dikutip dari buku "Perang Bubat 1279 Saka: Membongkar Fakta Kerajaan Sunda vs Kerajaan Majapahit" tulisan Sri Wintala Achmad, perang antara pengantin Sunda dengan pasukan Bhayangkara berada di sebuah padang rumput di sebelah utara kediaman kerajaan yang digunakan untuk acara olahraga tahunan.
Namun dalam Kidung Sunda, informasi dari Kakawin Negarakertagama ditentang. Sebab menurut naskah tersebut, Bubat merupakan pelabuhan sungai dari ibu kota Majapahit. Sehingga Bubat merupakan tempat bertemunya para pedagang, yang tengah berniaga di Majapahit.
Nigel Bullough, seorang naturalis asal Inggris yang berganti nama menjadi Hadi Sidomulya, dalam Napak Tilas Perjalanan Mpu Prapanca menyebut, Bubat berada di selatan Kali Brantas. Dimana kemungkinan besar berada di Desa Tempuran, dahulu terletak 10 kilometer di sebelah utara Majapahit dan sekitar 8 kilometer barat daya pelabuhan di Canggu.
Sumber lain menyebut, Buat terletak di Desa Trowulan, Mojokerto. Tempat tersebut difungsikan oleh Gajah Mada untuk mengatur pasukan Majapahit. Selain itu, tempat tersebut semula digunakan untuk pelaksanaan upacara Sradah, tempat raja Majapahit dan raja bawahan berkumpul.
Bubat dijadikan tempat diselenggarakannya hiburan rakyat selama sebulan. Kebenaran pendapat ini didukung oleh J. Noorduyn yang mengacu pada Kakawin Negarakertagama.
Keberadaan Bubat, bukan sebagai tempat fiktif juga dikuatkan oleh Catatan Perjalanan Bujangga Manik. Selanjutnya simak perjalanan Bujangga Manik yang pernah singgah di Bubat.
Disebutkan dalam catatan perjalanan itu, diketahui Bujangga Manik mengunjungi ibu kota Kerajaan Majapahit. Lapangan Bubat yang disebutnya menjadi petunjuk kuat keberadaan dirinya sesudah melewati empat daerah selepas dari Kali Brantas. Selepas Jombang, ia berjalan ke timur hingga mencapai Trowulan, di sana ia tinggal di Bubat.
Dari Bubat, Bujangga Manik ini berjalan menuju Manguntur. Di wilayah kotaraja Majapahit, ia mencatat nama-nama Darma Anar, Karang Kajraman, Karang Jaka, dan Palintahan. Dari nama-nama itu, hanya Palintahan yang memiliki petunjuk sebagai Plintahan, nama wilayah di tenggara Gunung Penanggungan atau sering disebut pawitra.
Meski masih misterius mengenai lokasi Bubat, wilayah ini memang benar-benar ada dan merupakan wilayah di Majapahit. Pendapat itu berdasarkan pada Kakawin Negarakertagama dan catatan perjalanan Bujangga Manik yang dapat dipercaya.
Namun apakah Bubat yang dimaksud ini adalah tempat pertempuran pasukan Majapahit melawan rombongan pengantin dari Kerajaan Sunda, pertanyaan ini masih menjadi perdebatan di kalangan para sejarawan.
Perang Bubat dikisahkan di Kakawin Negarakertagama gubahan Mpu Prapanca bahwa lapangan Bubat yang menjadi tempat perang. Dikutip dari buku "Perang Bubat 1279 Saka: Membongkar Fakta Kerajaan Sunda vs Kerajaan Majapahit" tulisan Sri Wintala Achmad, perang antara pengantin Sunda dengan pasukan Bhayangkara berada di sebuah padang rumput di sebelah utara kediaman kerajaan yang digunakan untuk acara olahraga tahunan.
Namun dalam Kidung Sunda, informasi dari Kakawin Negarakertagama ditentang. Sebab menurut naskah tersebut, Bubat merupakan pelabuhan sungai dari ibu kota Majapahit. Sehingga Bubat merupakan tempat bertemunya para pedagang, yang tengah berniaga di Majapahit.
Nigel Bullough, seorang naturalis asal Inggris yang berganti nama menjadi Hadi Sidomulya, dalam Napak Tilas Perjalanan Mpu Prapanca menyebut, Bubat berada di selatan Kali Brantas. Dimana kemungkinan besar berada di Desa Tempuran, dahulu terletak 10 kilometer di sebelah utara Majapahit dan sekitar 8 kilometer barat daya pelabuhan di Canggu.
Sumber lain menyebut, Buat terletak di Desa Trowulan, Mojokerto. Tempat tersebut difungsikan oleh Gajah Mada untuk mengatur pasukan Majapahit. Selain itu, tempat tersebut semula digunakan untuk pelaksanaan upacara Sradah, tempat raja Majapahit dan raja bawahan berkumpul.
Bubat dijadikan tempat diselenggarakannya hiburan rakyat selama sebulan. Kebenaran pendapat ini didukung oleh J. Noorduyn yang mengacu pada Kakawin Negarakertagama.
Keberadaan Bubat, bukan sebagai tempat fiktif juga dikuatkan oleh Catatan Perjalanan Bujangga Manik. Selanjutnya simak perjalanan Bujangga Manik yang pernah singgah di Bubat.
Disebutkan dalam catatan perjalanan itu, diketahui Bujangga Manik mengunjungi ibu kota Kerajaan Majapahit. Lapangan Bubat yang disebutnya menjadi petunjuk kuat keberadaan dirinya sesudah melewati empat daerah selepas dari Kali Brantas. Selepas Jombang, ia berjalan ke timur hingga mencapai Trowulan, di sana ia tinggal di Bubat.
Dari Bubat, Bujangga Manik ini berjalan menuju Manguntur. Di wilayah kotaraja Majapahit, ia mencatat nama-nama Darma Anar, Karang Kajraman, Karang Jaka, dan Palintahan. Dari nama-nama itu, hanya Palintahan yang memiliki petunjuk sebagai Plintahan, nama wilayah di tenggara Gunung Penanggungan atau sering disebut pawitra.
Meski masih misterius mengenai lokasi Bubat, wilayah ini memang benar-benar ada dan merupakan wilayah di Majapahit. Pendapat itu berdasarkan pada Kakawin Negarakertagama dan catatan perjalanan Bujangga Manik yang dapat dipercaya.
Namun apakah Bubat yang dimaksud ini adalah tempat pertempuran pasukan Majapahit melawan rombongan pengantin dari Kerajaan Sunda, pertanyaan ini masih menjadi perdebatan di kalangan para sejarawan.
(don)