Pakar Hukum Agraria UGM Sebut Salah Dalam Memutus Status Lahan Risikonya Berat

Senin, 03 Februari 2025 - 14:26 WIB
loading...
A A A
Alasan pembatalan SHM, kata dia, mengingat fakta material tanah atau lahan daratan sudah hilang terkena abrasi air laut. “Kayak banjir jalan, sawah tenggelam kemudian hilang airnya, ya itu masih bisa,” jelas Nusron.

Pakar Hukum Agraria dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Rikardo Simarmata menilai, anggapan pemberian hak atas tanah di wilayah perairan, tidak diperbolehkan adalah keliru. Regulasi pertanahan mengizinkan pemberian hak atas tanah di perairan sepanjang ada penggunaan tanah di bawah air. Misalnya untuk pembangunan pelabuhan, hotel, atau fasilitas lainnya.

“Namun, regulasi di sektor kelautan belum secara jelas melarang atau mengizinkan. Dan kemunculan pagar laut ini masih misterius untuk apa,” katanya.

Rikardo menambahkan, kasus pagar laut ini yang terungkap belakangan ini perlu ditelaah lebih jauh. Khususnya dari sisi legalitas, terutama terkait izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL). Jika pagar dipasang tanpa KKPRL, maka ilegal. Demikian pula sebaliknya.

“Yang menjadi perhatian adalah bagaimana izin tersebut diperoleh, apakah melalui prosedur yang benar dan apakah dampaknya terhadap akses nelayan telah diperhitungkan,” jelasnya.

Rikardo menyayangkan, jika masalah pagar laut ditarik ke ranah politik. Masalahnya bakal semakin keruh, sementara rakyat kecil sebagai pemilik lahan harus kehilangan haknya. Selain bisa bisa memicu konflik agraria.

“Jangan sampai kasus ini justru ditarik ke ranah politik. Mari kita sikapi dengan mematuhi regulasi yang ada, baik dari segi pertanahan, tata ruang, maupun perlindungan nelayan,” tuturnya

Sebut saja kasus pagar laut di pesisir Tangerang sepanjang 30,6 kilometer, sejatinya bukan hal baru. Pembatasan laut biasa digunakan untuk budidaya rumput laut atau alat tangkap nelayan.

Sekadar informasi, ancaman abrasi di pantai utara Pulau Jawa sudah masuk kategori mengkhawatirkan. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang dikeluarkan pada 2015, sedikitnya 400 kilometer garis pantai di Indonesia, tergerus abrasi.

Dari total panjang pantai 745 kilometer, sebesar 44% menghilang ditelan abrasi. Termasuk daratan di pesisir Tangerang yang luasnya 579 hektare, kini berubah menjadi laut sejak 1995-2015.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2025 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4319 seconds (0.1#10.140)