Ajaib! Letkol Hanandjoeddin Lepas dari Kepungan Pasukan Gaib Jawa Kuno usai Kumandangkan Istighfar
loading...
A
A
A
Ketika malam semakin larut, suasana semakin mencekam.
Semilir angin yang berhembus perlahan, suara-suara misterius yang muncul dari kegelapan hutan, dan aroma mistis yang menebar di udara membuat beberapa prajurit mulai merasa tak nyaman. Mereka merasa seperti diawasi, namun tidak tahu oleh siapa atau apa.
Salah seorang prajurit, M. Yahya, yang tampak paling gelisah akhirnya memberanikan diri berbicara, “Maaf, ndan. Sebaiknya kita urungkan rencana malam ini.” Namun Hanandjoeddin, yang memiliki jiwa kepemimpinan yang kuat, tidak gentar sedikit pun.
Ia memandang prajuritnya dengan tatapan tegas dan berkata, “Kalau kalian takut, kembali saja ke markas. Biar saya sendiri yang pergi ke jembatan.”
Mendengar amarah komandannya, para prajurit akhirnya memilih untuk tetap mengikuti dari belakang, walau rasa takut menggelayut di hati mereka. Ketakutan itu segera berubah menjadi kengerian luar biasa ketika mereka tiba di lokasi jembatan.
Di hadapan mereka, muncul sosok-sosok gaib: ratusan hingga ribuan tentara berseragam Jawa kuno, lengkap dengan senjata bedil tradisional, berbaris dengan rapi seakan siap berperang.
Pemandangan itu membuat para prajurit tak sanggup lagi bertahan.
Meski mereka adalah prajurit gagah berani yang tak gentar menghadapi tentara Belanda, kali ini mereka berhadapan dengan sesuatu yang tidak bisa mereka lawan dengan peluru atau strategi militer. Satu per satu prajurit berlari ketakutan, meninggalkan Hanandjoeddin sendirian.
Semilir angin yang berhembus perlahan, suara-suara misterius yang muncul dari kegelapan hutan, dan aroma mistis yang menebar di udara membuat beberapa prajurit mulai merasa tak nyaman. Mereka merasa seperti diawasi, namun tidak tahu oleh siapa atau apa.
Salah seorang prajurit, M. Yahya, yang tampak paling gelisah akhirnya memberanikan diri berbicara, “Maaf, ndan. Sebaiknya kita urungkan rencana malam ini.” Namun Hanandjoeddin, yang memiliki jiwa kepemimpinan yang kuat, tidak gentar sedikit pun.
Ia memandang prajuritnya dengan tatapan tegas dan berkata, “Kalau kalian takut, kembali saja ke markas. Biar saya sendiri yang pergi ke jembatan.”
Mendengar amarah komandannya, para prajurit akhirnya memilih untuk tetap mengikuti dari belakang, walau rasa takut menggelayut di hati mereka. Ketakutan itu segera berubah menjadi kengerian luar biasa ketika mereka tiba di lokasi jembatan.
Di hadapan mereka, muncul sosok-sosok gaib: ratusan hingga ribuan tentara berseragam Jawa kuno, lengkap dengan senjata bedil tradisional, berbaris dengan rapi seakan siap berperang.
Pemandangan itu membuat para prajurit tak sanggup lagi bertahan.
Meski mereka adalah prajurit gagah berani yang tak gentar menghadapi tentara Belanda, kali ini mereka berhadapan dengan sesuatu yang tidak bisa mereka lawan dengan peluru atau strategi militer. Satu per satu prajurit berlari ketakutan, meninggalkan Hanandjoeddin sendirian.