Kisah Putri Ular, Cerita Rakyat Sumatera Utara Tentang Sumpah Serapah Jadi Kenyataan
loading...
A
A
A
Setiap hari, putri mandi di danau kecil yang terletak di belakang istana sebanyak tiga kali. Air mandinya dicampur dengan aneka bunga.
Suatu sore, seperti biasa putri akan mulai mandi. Namun, tiba-tiba ada seekor burung melintas di atas kepalanya. Terkejut, putri berteriak sambil mendongak.
Tak disangka, burung itu malah mematuk hidungnya. Setelah itu, darah pun berceceran dari hidung sang putri.
“Aduhh… hidungku!” teriak Putri. Sambil memegang hidungnya yang berdarah, ia menangis dan kembali ke kamarnya.
Di kamar, putri masih menangis tersedu-sedu. Dia merasa kecewa karena tak bisa menjaga kecantikannya.
“Mana mau raja muda itu menikahi wanita berhidung buruk begini?” ucap putri.
Mendengar itu, Ratu tersenyum dan menghiburnya.
“Jangan khawatir. Jika sang raja muda memang mencintaimu, luka kecil ini pasti tak jadi masalah,” kata Ratu.
“Hah luka kecil? Ini bukan luka kecil, Bu! Luka ini akan membekas dan berwarna hitam!” teriak Putri dengan nada marah.
Setelah terdiam sejenak, tiba-tiba putri kembali berkata: “Barangkali lebih enak menjadi ular. Kulitnya tebal dan bersisik. Luka sedikit pasti tak akan kelihatan.”
Suatu sore, seperti biasa putri akan mulai mandi. Namun, tiba-tiba ada seekor burung melintas di atas kepalanya. Terkejut, putri berteriak sambil mendongak.
Tak disangka, burung itu malah mematuk hidungnya. Setelah itu, darah pun berceceran dari hidung sang putri.
“Aduhh… hidungku!” teriak Putri. Sambil memegang hidungnya yang berdarah, ia menangis dan kembali ke kamarnya.
Di kamar, putri masih menangis tersedu-sedu. Dia merasa kecewa karena tak bisa menjaga kecantikannya.
“Mana mau raja muda itu menikahi wanita berhidung buruk begini?” ucap putri.
Mendengar itu, Ratu tersenyum dan menghiburnya.
“Jangan khawatir. Jika sang raja muda memang mencintaimu, luka kecil ini pasti tak jadi masalah,” kata Ratu.
“Hah luka kecil? Ini bukan luka kecil, Bu! Luka ini akan membekas dan berwarna hitam!” teriak Putri dengan nada marah.
Setelah terdiam sejenak, tiba-tiba putri kembali berkata: “Barangkali lebih enak menjadi ular. Kulitnya tebal dan bersisik. Luka sedikit pasti tak akan kelihatan.”