Kisah Jenderal Kopassus Sintong Panjaitan Nyaris Ditombak Suku Pedalaman Papua, Lolos Berkat Pesan Pastor
loading...
A
A
A
"Kepergian menuju Lembah X yang dapat dikatakan teritori belum terjamah manusia cukup mendebarkan, disebabkan pada 1961 terjadi kasus yang menjadi perhatian dunia," kata Iwan Santosa dan EA Natanegara dalam buku 'Kopassus untuk Indonesia: Profesionalisme Prajurit Kopassus', dikutip Selasa (13/9/2024).
Berdasarkan pengalaman itu, rasa waswas itu juga menghantui Sintong Panjaitan saat terlibat dalam Operasi Kemanusiaan di Lembah X Papua.
"Jangan-jangan nanti setelah mendarat, saya dikeroyok oleh suku Lembah X, kemudian dimakan rame-rame," ujar Sintong dalam buku Sintong Panjaitan: Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando karya Hendro Subroto.
Pada 2 Oktober 1969, Sintong bersama Kapten Inf Feisal Tanjung dan lima personel Kopasshanda (kini Kopassus) lainnya melaksanakan penerjunan di Lembah X.
Personel lainnya yaitu Perwira Kesehatan Kapten cdm dr Bondan Haryono, Perwira Sosial Budaya Capa Marwoto, Perwira Perhubungan Serma Suparmin dan Bintara Logistik Koptu Solichin.
Sedangkan dari NBC yakni Gaisseau sebagai sutradara merangkap juru kamera, Harvey de Meigrid sebagai juru kamera merangkap penulis naskah dan Nicholas Gaiesseau yang tak lain putra Pierre, sebagai asisten.
Namun, penerjunan itu tidak berjalan sesuai rencana. Embusan angin kencang membuat seluruh tim terpisah dari zona pendaratan yang ditentukan.
Sintong justru mendarat tepat di tengah-tengah perkampungan suku pedalaman. Penduduk lokal langsung mengepungnya dengan senjata tajam seperti tombak, panah, dan kapak batu.
Suasana semakin tegang ketika mereka berteriak "Snai e, snai e," yang terdengar menakutkan meski Sintong tidak memahami artinya.
Dalam situasi kritis itu, Sintong teringat pesan seorang pastor di Papua: menyapa suku pedalaman dengan membuka tangan dan tersenyum.
Berdasarkan pengalaman itu, rasa waswas itu juga menghantui Sintong Panjaitan saat terlibat dalam Operasi Kemanusiaan di Lembah X Papua.
"Jangan-jangan nanti setelah mendarat, saya dikeroyok oleh suku Lembah X, kemudian dimakan rame-rame," ujar Sintong dalam buku Sintong Panjaitan: Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando karya Hendro Subroto.
Pada 2 Oktober 1969, Sintong bersama Kapten Inf Feisal Tanjung dan lima personel Kopasshanda (kini Kopassus) lainnya melaksanakan penerjunan di Lembah X.
Personel lainnya yaitu Perwira Kesehatan Kapten cdm dr Bondan Haryono, Perwira Sosial Budaya Capa Marwoto, Perwira Perhubungan Serma Suparmin dan Bintara Logistik Koptu Solichin.
Sedangkan dari NBC yakni Gaisseau sebagai sutradara merangkap juru kamera, Harvey de Meigrid sebagai juru kamera merangkap penulis naskah dan Nicholas Gaiesseau yang tak lain putra Pierre, sebagai asisten.
Namun, penerjunan itu tidak berjalan sesuai rencana. Embusan angin kencang membuat seluruh tim terpisah dari zona pendaratan yang ditentukan.
Sintong justru mendarat tepat di tengah-tengah perkampungan suku pedalaman. Penduduk lokal langsung mengepungnya dengan senjata tajam seperti tombak, panah, dan kapak batu.
Suasana semakin tegang ketika mereka berteriak "Snai e, snai e," yang terdengar menakutkan meski Sintong tidak memahami artinya.
Dalam situasi kritis itu, Sintong teringat pesan seorang pastor di Papua: menyapa suku pedalaman dengan membuka tangan dan tersenyum.