Kisah Cinta Tan Malaka dan Syarifah Nawawi, Gadis Minangkabau Pemilik Hati Bapak Republik Indonesia Merdeka
loading...
A
A
A
Setelah penobatannya, Ibrahim, yang kini dikenal sebagai Datuk Tan Malaka, melanjutkan pendidikannya ke Belanda. Jarak yang begitu jauh semakin memperlebar jurang antara dirinya dan Syarifah.
Tanpa kabar dari Tan Malaka, Syarifah akhirnya menerima lamaran dari Bupati Cianjur, RAA Wiranatakusumah, seorang pria yang sudah memiliki dua istri. Pernikahan ini, sayangnya, tidak membawa kebahagiaan bagi Syarifah, yang akhirnya berujung pada perceraian.
Sementara itu, kegagalan cinta pertamanya telah meninggalkan luka mendalam di hati Tan Malaka. Sejak itu, ia memilih untuk hidup sendiri, tanpa terikat pada hubungan yang serius sebagaimana pahlawan kemerdekaan lainnya.
Di Belanda, Tan sempat menjalin hubungan dengan seorang gadis Belanda bernama Fenny Struijvenberg, namun hubungan mereka tidak pernah berkembang menjadi sesuatu yang lebih dalam.
Tan Malaka, yang selalu terbebani oleh kenangan akan Syarifah, terus merasa bahwa cinta tidak lagi memiliki tempat dalam hidupnya. Pengalaman pahit ini menjadi salah satu alasan mengapa Tan Malaka memilih jalan komunisme.
Bagi Tan, ideologi ini tidak hanya merupakan landasan politik, tetapi juga pelarian dari rasa sakit yang terus menghantuinya. Cinta yang gagal membuatnya lebih fokus pada perjuangan dan revolusi, alih-alih mencari kebahagiaan pribadi.
Perjalanan hidup Tan Malaka membawanya ke berbagai negara. Di Filipina, di bawah nama samaran Elias Fuentes, ia sempat jatuh cinta pada seorang perempuan lokal, namun hubungan mereka berakhir tragis ketika Tan ditangkap dan dideportasi.
Di Tiongkok, Tan bertemu seorang gadis muda berinisial “AP” di Xiamen, yang sering datang untuk belajar bahasa Inggris darinya. Meskipun mereka saling terbuka, hubungan itu pun tidak berlanjut ketika Tan harus meninggalkan Amoy pada tahun 1937.
Tanpa kabar dari Tan Malaka, Syarifah akhirnya menerima lamaran dari Bupati Cianjur, RAA Wiranatakusumah, seorang pria yang sudah memiliki dua istri. Pernikahan ini, sayangnya, tidak membawa kebahagiaan bagi Syarifah, yang akhirnya berujung pada perceraian.
Sementara itu, kegagalan cinta pertamanya telah meninggalkan luka mendalam di hati Tan Malaka. Sejak itu, ia memilih untuk hidup sendiri, tanpa terikat pada hubungan yang serius sebagaimana pahlawan kemerdekaan lainnya.
Baca Juga
Di Belanda, Tan sempat menjalin hubungan dengan seorang gadis Belanda bernama Fenny Struijvenberg, namun hubungan mereka tidak pernah berkembang menjadi sesuatu yang lebih dalam.
Tan Malaka, yang selalu terbebani oleh kenangan akan Syarifah, terus merasa bahwa cinta tidak lagi memiliki tempat dalam hidupnya. Pengalaman pahit ini menjadi salah satu alasan mengapa Tan Malaka memilih jalan komunisme.
Bagi Tan, ideologi ini tidak hanya merupakan landasan politik, tetapi juga pelarian dari rasa sakit yang terus menghantuinya. Cinta yang gagal membuatnya lebih fokus pada perjuangan dan revolusi, alih-alih mencari kebahagiaan pribadi.
Perjalanan hidup Tan Malaka membawanya ke berbagai negara. Di Filipina, di bawah nama samaran Elias Fuentes, ia sempat jatuh cinta pada seorang perempuan lokal, namun hubungan mereka berakhir tragis ketika Tan ditangkap dan dideportasi.
Di Tiongkok, Tan bertemu seorang gadis muda berinisial “AP” di Xiamen, yang sering datang untuk belajar bahasa Inggris darinya. Meskipun mereka saling terbuka, hubungan itu pun tidak berlanjut ketika Tan harus meninggalkan Amoy pada tahun 1937.