Kisah Heroik Panembahan Senopati Taklukkan Surabaya dengan Bantuan Sunan Giri
loading...
A
A
A
Panembahan Senopati menjadi raja pertama di Mataram yang berusaha menaklukkan Surabaya. Serangan ke Surabaya itu konon juga dipengaruhi oleh Sunan Giri sehingga Mataram, berhasil mengatasi perlawanan Surabaya tanpa pertumpahan darah.
Konon sejarah mencatat ekspansi atau perluasan dilakukan oleh tiga raja yakni Panembahan Senopati, diteruskan anaknya Hanyakrawati, dan Sultan Agung. Tapi keberhasilan Panembahan Senopati membuka asa penaklukkan wilayah Kerajaan Surabaya lainnya.
Ekspansi ke Surabaya membuat Mataram kian kuat dan disegani. Ekspansi yang dikomandoi oleh Panembahan Senopati ini sendiri dilakukan di akhir abad 16 atau sekitar 1586, sebagaimana dikisahkan dari "Tuah Bumi Mataram : Dari Panembahan Senopati hingga Amangkurat II".
Guna melancarkan misi penaklukkan Surabaya ini, Panembahan Senopati membawa sejumlah pasukannya yang besar ke Surabaya melalui Blora kemudian istirahat di Jipang. Invasi yang dilakukan oleh Panembahan Senopati ini telah diketahui oleh adipati Surabaya.
Maka, adipati Surabaya langsung mempersiapkan kekuatannya yang besar demi menghadapi serangan Mataram itu. Sebagai bentuk persiapan menghadapi serangan besar ini, Adipati Surabaya juga mengumpulkan seluruh bupati yang ada di bawahnya, di antaranya adalah bupati Tuban, Lamongan, Gresik, Lumajang, Kertasana, Malang, Pasuruan, Kediri, Blitar, Pringgabaya, Lasem, Madura, Sumenep, Pakacangan dan Pragunan.
Ekspansi Panembahan Senopati ke Surabaya ini juga melibatkan Sunan Giri. Dengan bantuan Sunan Giri, pertumpahan darah yang lebih hebat bisa dihindari. Surabaya kemudian tidak jadi ditaklukkan, melainkan bersedia mengakui kedaulatan Mataram. Hal ini berarti bahwa Surabaya berada di bawah kekuasaan Mataram.
Setelah berhasil membuat Surabaya tunduk, Panembahan Senopati kemudian menggerakkan bala tentaranya untuk menduduki Madiun. Tapi ternyata jumlah prajurit Madiun jauh lebih banyak daripada Mataram.
Saat itu adipati Madiun juga mengumpulkan para bupati untuk mempersiapkan pasukan masing-masing, menghadapi gelombang serangan dari Mataram. Bentrokan pun pecah di antara dua kekuatan itu. Mataram menghadapi serangan besar dari Madiun dan Ponorogo, hal inilah yang memunculkan strategi tipu muslihat dari Senopati kala itu.
Lihat Juga: Kisah Kyai Cokro, Pusaka Andalan Pangeran Diponegoro Melawan Kebatilan dan Kezaliman Belanda
Konon sejarah mencatat ekspansi atau perluasan dilakukan oleh tiga raja yakni Panembahan Senopati, diteruskan anaknya Hanyakrawati, dan Sultan Agung. Tapi keberhasilan Panembahan Senopati membuka asa penaklukkan wilayah Kerajaan Surabaya lainnya.
Ekspansi ke Surabaya membuat Mataram kian kuat dan disegani. Ekspansi yang dikomandoi oleh Panembahan Senopati ini sendiri dilakukan di akhir abad 16 atau sekitar 1586, sebagaimana dikisahkan dari "Tuah Bumi Mataram : Dari Panembahan Senopati hingga Amangkurat II".
Guna melancarkan misi penaklukkan Surabaya ini, Panembahan Senopati membawa sejumlah pasukannya yang besar ke Surabaya melalui Blora kemudian istirahat di Jipang. Invasi yang dilakukan oleh Panembahan Senopati ini telah diketahui oleh adipati Surabaya.
Maka, adipati Surabaya langsung mempersiapkan kekuatannya yang besar demi menghadapi serangan Mataram itu. Sebagai bentuk persiapan menghadapi serangan besar ini, Adipati Surabaya juga mengumpulkan seluruh bupati yang ada di bawahnya, di antaranya adalah bupati Tuban, Lamongan, Gresik, Lumajang, Kertasana, Malang, Pasuruan, Kediri, Blitar, Pringgabaya, Lasem, Madura, Sumenep, Pakacangan dan Pragunan.
Ekspansi Panembahan Senopati ke Surabaya ini juga melibatkan Sunan Giri. Dengan bantuan Sunan Giri, pertumpahan darah yang lebih hebat bisa dihindari. Surabaya kemudian tidak jadi ditaklukkan, melainkan bersedia mengakui kedaulatan Mataram. Hal ini berarti bahwa Surabaya berada di bawah kekuasaan Mataram.
Setelah berhasil membuat Surabaya tunduk, Panembahan Senopati kemudian menggerakkan bala tentaranya untuk menduduki Madiun. Tapi ternyata jumlah prajurit Madiun jauh lebih banyak daripada Mataram.
Saat itu adipati Madiun juga mengumpulkan para bupati untuk mempersiapkan pasukan masing-masing, menghadapi gelombang serangan dari Mataram. Bentrokan pun pecah di antara dua kekuatan itu. Mataram menghadapi serangan besar dari Madiun dan Ponorogo, hal inilah yang memunculkan strategi tipu muslihat dari Senopati kala itu.
Lihat Juga: Kisah Kyai Cokro, Pusaka Andalan Pangeran Diponegoro Melawan Kebatilan dan Kezaliman Belanda
(hri)