Kisah Sunan Giri Dirikan Pesantren, Sempat Diserang Majapahit
loading...
A
A
A
Sunan Giri mendirikan pondok pesantren (Ponpes) dan menjadi pusat pengajaran Islam. Giri Kedaton demikian nama pesantren yang berdiri sekitar abad 15 sampai 17 Masehi di Gresik, Jawa Timur. Perannya sebagai penyebar agama Islam dan salah satu dari Walisongo, kian membuat pesantren ini berkembang pesat.
Bahkan seiring waktu pesantren ini, konon berubah menjadi sebuah kesultanan atau kerajaan Islam. Kerajaan ini pernah mencapai puncak kejayaannya, sehingga menjadi pusat agama Islam yang pengaruhnya lumayan luas hingga menyebar ke daerah Maluku.
Awal mula berdirinya kerajaan ini adalah, bahwa suatu ketika Raden Paku pergi menemui ayahnya yang menjadi ulama di Pasai, bernama Maulana Ishak. Sang ayah lalu menyuruhnya untuk mendirikan sebuah pondok pesantren di daerah Gresik, dikutip dari buku "Sunan Giri", tulisan Umar Hasyim.
Perintah dari sang ayah itu pun dilaksanakan. Raden Paku lalu menemukan tanah yang mirip dengan tempat tinggal ayahnya. Tanah tersebut berlokasi di Bukit Giri yang sekarang masuk kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik.
Di atas bukit itu, raden Paku mendirikan sebuah bernama Giri Kedaton. Sebagai pemimpin pesantren pesantren tersebut, Raden Paku lalu bergelar Prabu Satmata, atau Sunan Giri I. Saat pesantren Giri Kedaton telah didirikan, banyak santri yang berbondong-bondong belajar di dalamnya.
Para santri yang belajar di Giri Kedaton itu bukan hanya dari Jawa, melainkan dari berbagai penjuru Nusantara bahkan ada yang berasal dari Ternate. Begitupula, Giri Kedaton menerima santri dari berbagai kelas sosial. Para santri yang belajar di Giri Kedaton karenanya bukan hanya dari kalangan rakyat kecil, tetapi juga para pangeran dan bangsawan.
Pada saat yang sama, Kerajaan Majapahit memasuki usia keruntuhannya. Di masa-masa rapuhnya itu, Majapahit sempat dilanda kekhawatiran melihat perkembangan Giri Kedaton yang begitu pesat. Para pangeran yang telah menamatkan pendidikan dari Giri Kedaton dan telah kembali ke negeri masing-masing banyak mengobarkan semangat baru untuk lepas dari kekuasaan Majapahit.
Sejak meletusnya Perang Paregreg tahun 1401-1406, daerah kekuasaan Majapahit memang semakin berkurang dan kian menunjukkan kemundurannya. Hal ini memunculkan kekhawatiran bahwa kekuatan Giri Kedaton kian membuat Majapahit terpuruk.
Tak ayal pesatnya perkembangan Giri Kedaton membuat Kerajaan Majapahit menyuruh para sekutunya yang masih setia, di antaranya adalah Sengguruh, untuk menyerang Giri. Dalam serangan ini, pesantren Giri Kedaton yang hanya terdiri dari para santri tentu saja mengalami kekalahan. Akibat kekalahan ini, pemimpin pesantrennya, Sunan Dalem sampai mengungsi ke desa Gumena.
Meski diterpa oleh berbagai ujian dan cobaan, pesantren Giri Kedaton tetap eksis hingga mencapai puncak kejayaan di bawah kepemimpinan Sunan Prapen tahun 1548-1605. Saat di masa keemasannya itu, pesantren Giri Kedaton tidak sekadar mengembangkan sekolah agama, tetapi juga berubah menjadi "kerajaan" yang memiliki kekuatan politik.
Bahkan seiring waktu pesantren ini, konon berubah menjadi sebuah kesultanan atau kerajaan Islam. Kerajaan ini pernah mencapai puncak kejayaannya, sehingga menjadi pusat agama Islam yang pengaruhnya lumayan luas hingga menyebar ke daerah Maluku.
Awal mula berdirinya kerajaan ini adalah, bahwa suatu ketika Raden Paku pergi menemui ayahnya yang menjadi ulama di Pasai, bernama Maulana Ishak. Sang ayah lalu menyuruhnya untuk mendirikan sebuah pondok pesantren di daerah Gresik, dikutip dari buku "Sunan Giri", tulisan Umar Hasyim.
Perintah dari sang ayah itu pun dilaksanakan. Raden Paku lalu menemukan tanah yang mirip dengan tempat tinggal ayahnya. Tanah tersebut berlokasi di Bukit Giri yang sekarang masuk kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik.
Di atas bukit itu, raden Paku mendirikan sebuah bernama Giri Kedaton. Sebagai pemimpin pesantren pesantren tersebut, Raden Paku lalu bergelar Prabu Satmata, atau Sunan Giri I. Saat pesantren Giri Kedaton telah didirikan, banyak santri yang berbondong-bondong belajar di dalamnya.
Para santri yang belajar di Giri Kedaton itu bukan hanya dari Jawa, melainkan dari berbagai penjuru Nusantara bahkan ada yang berasal dari Ternate. Begitupula, Giri Kedaton menerima santri dari berbagai kelas sosial. Para santri yang belajar di Giri Kedaton karenanya bukan hanya dari kalangan rakyat kecil, tetapi juga para pangeran dan bangsawan.
Pada saat yang sama, Kerajaan Majapahit memasuki usia keruntuhannya. Di masa-masa rapuhnya itu, Majapahit sempat dilanda kekhawatiran melihat perkembangan Giri Kedaton yang begitu pesat. Para pangeran yang telah menamatkan pendidikan dari Giri Kedaton dan telah kembali ke negeri masing-masing banyak mengobarkan semangat baru untuk lepas dari kekuasaan Majapahit.
Sejak meletusnya Perang Paregreg tahun 1401-1406, daerah kekuasaan Majapahit memang semakin berkurang dan kian menunjukkan kemundurannya. Hal ini memunculkan kekhawatiran bahwa kekuatan Giri Kedaton kian membuat Majapahit terpuruk.
Tak ayal pesatnya perkembangan Giri Kedaton membuat Kerajaan Majapahit menyuruh para sekutunya yang masih setia, di antaranya adalah Sengguruh, untuk menyerang Giri. Dalam serangan ini, pesantren Giri Kedaton yang hanya terdiri dari para santri tentu saja mengalami kekalahan. Akibat kekalahan ini, pemimpin pesantrennya, Sunan Dalem sampai mengungsi ke desa Gumena.
Meski diterpa oleh berbagai ujian dan cobaan, pesantren Giri Kedaton tetap eksis hingga mencapai puncak kejayaan di bawah kepemimpinan Sunan Prapen tahun 1548-1605. Saat di masa keemasannya itu, pesantren Giri Kedaton tidak sekadar mengembangkan sekolah agama, tetapi juga berubah menjadi "kerajaan" yang memiliki kekuatan politik.
(hri)