Kisah Pangeran Diponegoro Mampu Baca Karakter Seseorang dari Penampilan Fisik dan Wajah
loading...
A
A
A
Di bawah naungan langit biru Yogyakarta , lahirlah seorang pangeran istimewa bernama Diponegoro. Keturunan bangsawan keraton ini tak hanya memiliki darah biru, tetapi juga diberkahi kecerdasan dan kebijaksanaan luar biasa.
Meskipun pendidikan formalnya terbatas, Pangeran Diponegoro memiliki wawasan luas dan cara berbicara yang memukau. Wataknya yang kuat dan semangatnya yang membara terpancar dalam setiap perkataan dan tindakannya.
Setiap orang yang berinteraksi dengan Pangeran Diponegoro konon menggambarkan sebagai pribadi yang memiliki watak kuat, dengan kepribadian yang terpancar dalam semangat mengejar cita-citanya.
Kepribadian itulah yang banyak mengesankan setiap orang yang berjumpa dengan sang pangeran, meski hanya sebentar. Peter Carey dalam bukunya "Takdir Riwayat Pangeran Diponegoro : 1785 - 1855" mengisahkan bagaimana sang pangeran yang menghadiri konferensi perdamaian di Magelang pada bulan Maret 1830, saat itu Panglima Tentara Belanda dan stafnya pada awalnya tak ada satu pun yang bersikap baik.
Tapi dengan karakter dan kecerdasan Pangeran Diponegoro, Panglima Tentara Belanda itu akhirnya berhasil diluluhkan. Bahkan konon sang Panglima Tentara Belanda itu menggambarkan sosok sang pangeran sebagai pribadi yang lapang hati dan cerdas.
Pada proses komunikasi Pangeran Diponegoro konon bisa berbicara dengan bahasa Melayu, tetapi ia selalu menghindari menggunakan bahasa tersebut karena ia merasa kurang nyaman dengan bahasa Melayu. Sebab bahasa itulah yang biasanya juga digunakan oleh orang-orang Belanda kala itu.
Satu hal kelebihan Pangeran Diponegoro yang diungkap oleh utusan Belanda, yakni kemampuannya untuk membeda-bedakan berbagai karakter orang hanya dari melihat penampilan wajah mereka. Ilmu itu konon tentang fisiognomi dan ciri-ciri tubuh.
Pada buku Babad Kedung Kebo, sang pangeran digambarkan memilih para pembantu terdekat, dan para panglima tentara pada masa awal Perang Jawa berdasarkan ilmu firasatnya ini. Memang secara umum pilihannya itu tepat.
Pangeran Diponegoro juga sangat hati-hati dan terampil dalam menggunakan uang. Sifat itu juga yang diterapkan Pangeran Diponegoro ketika bernegosiasi atas ganti rugi sewa lahan oleh orang-orang Eropa yang menyewa tanah di Yogyakarta.
Lihat Juga: Kisah Cinta Jenderal Sudirman dengan Siti Alfiah, Gambaran Tentang Cinta yang Tak Memandang Harta
Meskipun pendidikan formalnya terbatas, Pangeran Diponegoro memiliki wawasan luas dan cara berbicara yang memukau. Wataknya yang kuat dan semangatnya yang membara terpancar dalam setiap perkataan dan tindakannya.
Setiap orang yang berinteraksi dengan Pangeran Diponegoro konon menggambarkan sebagai pribadi yang memiliki watak kuat, dengan kepribadian yang terpancar dalam semangat mengejar cita-citanya.
Kepribadian itulah yang banyak mengesankan setiap orang yang berjumpa dengan sang pangeran, meski hanya sebentar. Peter Carey dalam bukunya "Takdir Riwayat Pangeran Diponegoro : 1785 - 1855" mengisahkan bagaimana sang pangeran yang menghadiri konferensi perdamaian di Magelang pada bulan Maret 1830, saat itu Panglima Tentara Belanda dan stafnya pada awalnya tak ada satu pun yang bersikap baik.
Tapi dengan karakter dan kecerdasan Pangeran Diponegoro, Panglima Tentara Belanda itu akhirnya berhasil diluluhkan. Bahkan konon sang Panglima Tentara Belanda itu menggambarkan sosok sang pangeran sebagai pribadi yang lapang hati dan cerdas.
Pada proses komunikasi Pangeran Diponegoro konon bisa berbicara dengan bahasa Melayu, tetapi ia selalu menghindari menggunakan bahasa tersebut karena ia merasa kurang nyaman dengan bahasa Melayu. Sebab bahasa itulah yang biasanya juga digunakan oleh orang-orang Belanda kala itu.
Satu hal kelebihan Pangeran Diponegoro yang diungkap oleh utusan Belanda, yakni kemampuannya untuk membeda-bedakan berbagai karakter orang hanya dari melihat penampilan wajah mereka. Ilmu itu konon tentang fisiognomi dan ciri-ciri tubuh.
Pada buku Babad Kedung Kebo, sang pangeran digambarkan memilih para pembantu terdekat, dan para panglima tentara pada masa awal Perang Jawa berdasarkan ilmu firasatnya ini. Memang secara umum pilihannya itu tepat.
Pangeran Diponegoro juga sangat hati-hati dan terampil dalam menggunakan uang. Sifat itu juga yang diterapkan Pangeran Diponegoro ketika bernegosiasi atas ganti rugi sewa lahan oleh orang-orang Eropa yang menyewa tanah di Yogyakarta.
Lihat Juga: Kisah Cinta Jenderal Sudirman dengan Siti Alfiah, Gambaran Tentang Cinta yang Tak Memandang Harta
(hri)