Kisah Samudera Pasai, Kerajaan Islam Pertama Nusantara yang Kuasai Perdagangan Internasional
loading...
A
A
A
Pada masa jayanya, Kesultanan Samudera Pasai merupakan pusat perniagaan penting di kawasan itu, dikunjungi oleh para saudagar dari berbagai negeri, seperti Cina, India, Siam, Arab dan Persia. Komoditas utama adalah lada.
Sebagai bandar perdagangan yang besar, Samudera Pasai mengeluarkan mata uang emas yang disebut dirham. Uang ini digunakan secara resmi di kerajaan tersebut. Di samping sebagai pusat perdagangan, Samudera Pasai juga merupakan pusat perkembangan agama Islam.
Secara sistem politik di Kesultanan Samudera Pasai pasca Sultan Malik al-Saleh wafat, maka pemerintahannya digantikan oleh keturunannya yaitu Sultan Muhammad yang bergelar Sultan Malik al-Tahir I (1297 – 1326). Pengganti dari Sultan Muhammad adalah Sultan Ahmad yang juga bergelar Sultan Malik al-Tahir II (1326 – 1348).
Semasa Sultan Ahmad yang naik tahta bergelar Sultan Maling al-Tahir II pada tahun 1326 - 138, Samudera Pasai terus berkembang. Bahkan kerajaan ini menjalin hubungan dengan berbagai kerajaan Islam di India dan Arab.
Bahkan melalui catatan kunjungan Ibnu Batutah seorang utusan dari Sultan Delhi tahun 1345 dapat diketahui Samudera Pasai merupakan pelabuhan yang penting dan istananya disusun dan diatur secara India dan patihnya bergelar Amir. Pada masa selanjutnya pemerintahan Samudera Pasai tidak banyak diketahui karena pemerintahan Sultan Zaenal Abidin yang juga bergelar Sultan Malik al-Tahir III kurang begitu jelas.
Kondisi pemerintahan dan politik internal kerajaan yang stabil, membuat kondisi ekonomi Kerajaan Samudera Pasai cukup stabil. Apalagi hal ini didukung dengan lokasi Kerajaan Samudera Pasai yang strategis di antara Selat Malaka dan Samudera Hindia.
Tak ayal banyak pedagang - pedagang dari luar negeri singgah, lambat laun Kerajaan Samudera Pasai mampu menggantikan peran Kerajaan Sriwijaya sebagai pusat bandar dagang di kawasan Selat Malaka.
Kerajaan Samudera Pasai memiliki hegemoni (pengaruh) atas pelabuhan-pelabuhan penting di Pidie, Perlak, dan lain-lain. Samudera Pasai berkembang pesat pada masa pemerintahan Sultan Malik al-Tahir II. Hal ini juga sesuai dengan keterangan Ibnu Batutah.
Komoditi perdagangan dari Samudra yang penting adalah lada, kapur barus, dan emas. Di Komoditi perdagangan pada misalnya, catatan Ma Huan disebutkan ada 100 kati lada dijual dengan harga perak 1 tahil.
Pada perdagangan Kesultanan Pasai mengeluarkan koin emas untuk peralatan transaksi pada warganya, mata uang ini dikata deureuham (dirham) yang dibuat susunan 70 persen emas murni dengan berat 0.60 gram, diameter 10 mm, mutu 17 karat.
Sebagai bandar perdagangan yang besar, Samudera Pasai mengeluarkan mata uang emas yang disebut dirham. Uang ini digunakan secara resmi di kerajaan tersebut. Di samping sebagai pusat perdagangan, Samudera Pasai juga merupakan pusat perkembangan agama Islam.
Secara sistem politik di Kesultanan Samudera Pasai pasca Sultan Malik al-Saleh wafat, maka pemerintahannya digantikan oleh keturunannya yaitu Sultan Muhammad yang bergelar Sultan Malik al-Tahir I (1297 – 1326). Pengganti dari Sultan Muhammad adalah Sultan Ahmad yang juga bergelar Sultan Malik al-Tahir II (1326 – 1348).
Semasa Sultan Ahmad yang naik tahta bergelar Sultan Maling al-Tahir II pada tahun 1326 - 138, Samudera Pasai terus berkembang. Bahkan kerajaan ini menjalin hubungan dengan berbagai kerajaan Islam di India dan Arab.
Bahkan melalui catatan kunjungan Ibnu Batutah seorang utusan dari Sultan Delhi tahun 1345 dapat diketahui Samudera Pasai merupakan pelabuhan yang penting dan istananya disusun dan diatur secara India dan patihnya bergelar Amir. Pada masa selanjutnya pemerintahan Samudera Pasai tidak banyak diketahui karena pemerintahan Sultan Zaenal Abidin yang juga bergelar Sultan Malik al-Tahir III kurang begitu jelas.
Kondisi pemerintahan dan politik internal kerajaan yang stabil, membuat kondisi ekonomi Kerajaan Samudera Pasai cukup stabil. Apalagi hal ini didukung dengan lokasi Kerajaan Samudera Pasai yang strategis di antara Selat Malaka dan Samudera Hindia.
Tak ayal banyak pedagang - pedagang dari luar negeri singgah, lambat laun Kerajaan Samudera Pasai mampu menggantikan peran Kerajaan Sriwijaya sebagai pusat bandar dagang di kawasan Selat Malaka.
Kerajaan Samudera Pasai memiliki hegemoni (pengaruh) atas pelabuhan-pelabuhan penting di Pidie, Perlak, dan lain-lain. Samudera Pasai berkembang pesat pada masa pemerintahan Sultan Malik al-Tahir II. Hal ini juga sesuai dengan keterangan Ibnu Batutah.
Komoditi perdagangan dari Samudra yang penting adalah lada, kapur barus, dan emas. Di Komoditi perdagangan pada misalnya, catatan Ma Huan disebutkan ada 100 kati lada dijual dengan harga perak 1 tahil.
Pada perdagangan Kesultanan Pasai mengeluarkan koin emas untuk peralatan transaksi pada warganya, mata uang ini dikata deureuham (dirham) yang dibuat susunan 70 persen emas murni dengan berat 0.60 gram, diameter 10 mm, mutu 17 karat.