Kisah Ranggawarsita, Pujangga Sakti yang Ramal Pemimpin Indonesia dari Masa ke Masa
loading...
A
A
A
Kisah Ranggawarsita , seorang pujangga sakti yang meramal pemimpin Indonesia dari masa ke masa menarik untuk diulas. Pujangga yang dikenal dengan nama Raden Ngabehi Ranggawarsita sempat mengungkapkan tentang konsep kepemimpinan masa depan Nusantara atau Indonesia.
Ranggawarsita yang lahir pada masa kejayaan Pakubuwono IV (Keraton Solo) membagi sejumlah tipologi pemimpin yang akan memerintah rakyat Nusantara atau Indonesia.
Namun, sebelum mengulas lebih dalam tentang ramalan pemimpin Indonesia dari masa ke masa, penting juga diketahui salah satu syair karya Ranggawarsita yang terkenal dan dianggap masih relevan adalah sebagai berikut:
"Amenangi zaman édan, Ewuhaya ing pambudi, Mélu ngédan nora tahan, Yén tan mélu anglakoni, Boya keduman mélik, Kaliren wekasanipun, Ndilalah kersa Allah, Begja-begjaning kang lali, Luwih begja kang éling klawan waspada."
Dalam Bahasa Indonesia Kidung Sinom, artinya kurang lebih sebagai berikut:
"Menyaksikan zaman edan, Tidaklah mudah untuk dimengerti, Ikut edan tidak sampai hati, Bila tidak ikut, Tidak kebagian harta, Akhirnya kelaparan, Namun kehendak Tuhan, Seberapapun keberuntungan orang yang lupa, Masih untung (bahagia) orang yang (ingat) sadar dan waspada."
Diduga, syair ini diciptakan pada era pemerintahan Pakubuwono IX. Syair yang termuat dalam Serat Kalatida, dan terdiri atas 12 bait yang diduga merupakan ungkapan kekesalan hati Ranggawarsita, terhadap situasi masa itu. Di mana banyak penjilat yang mencari keuntungan pribadi.
Saat kitab Zaman Edan yang terkenal itu ia tuliskan, Ranggawarsita menyebut ada tujuh gaya kepemimpinan nasional yang akan melewati perjalanan sejarah kekuasaan di Nusantara.
Dalam hal ini rakyat Nusantara yang paling merasakan seperti apa perbedaan gaya kepemimpinan nasional itu satu sama lain. Ranggawarsita merupakan cucu dari Yasadipura II.
Ranggawarsita yang lahir pada masa kejayaan Pakubuwono IV (Keraton Solo) membagi sejumlah tipologi pemimpin yang akan memerintah rakyat Nusantara atau Indonesia.
Namun, sebelum mengulas lebih dalam tentang ramalan pemimpin Indonesia dari masa ke masa, penting juga diketahui salah satu syair karya Ranggawarsita yang terkenal dan dianggap masih relevan adalah sebagai berikut:
"Amenangi zaman édan, Ewuhaya ing pambudi, Mélu ngédan nora tahan, Yén tan mélu anglakoni, Boya keduman mélik, Kaliren wekasanipun, Ndilalah kersa Allah, Begja-begjaning kang lali, Luwih begja kang éling klawan waspada."
Dalam Bahasa Indonesia Kidung Sinom, artinya kurang lebih sebagai berikut:
"Menyaksikan zaman edan, Tidaklah mudah untuk dimengerti, Ikut edan tidak sampai hati, Bila tidak ikut, Tidak kebagian harta, Akhirnya kelaparan, Namun kehendak Tuhan, Seberapapun keberuntungan orang yang lupa, Masih untung (bahagia) orang yang (ingat) sadar dan waspada."
Baca Juga
Diduga, syair ini diciptakan pada era pemerintahan Pakubuwono IX. Syair yang termuat dalam Serat Kalatida, dan terdiri atas 12 bait yang diduga merupakan ungkapan kekesalan hati Ranggawarsita, terhadap situasi masa itu. Di mana banyak penjilat yang mencari keuntungan pribadi.
Saat kitab Zaman Edan yang terkenal itu ia tuliskan, Ranggawarsita menyebut ada tujuh gaya kepemimpinan nasional yang akan melewati perjalanan sejarah kekuasaan di Nusantara.
Dalam hal ini rakyat Nusantara yang paling merasakan seperti apa perbedaan gaya kepemimpinan nasional itu satu sama lain. Ranggawarsita merupakan cucu dari Yasadipura II.