Kisah Pasukan Diponegoro Ketergantungan Candu dan Opium di Perang Jawa
loading...
A
A
A
Dampak monopoli cukai juga membuat peredaran candu di masa Pangeran Diponegoro juga meningkat. Perdagangan candu ini memang memperparah dampak monopoli cukai saat pemerintahan kolonial Belanda.
Apalagi candu konon sangat mudah diimpor dari Benggala dan India menyusul dicabutnya blokade Inggris atas Jawa pada Agustus - September 1811. Tekanan ekonomi pada pemerintahan Raffles untuk menaikkan pendapatan menjadi masalah kuncinya.
Sekali lagi, etnis Tionghoa memainkan peran menonjol yang menyedihkan selain menjadi pengecer candu, juga sekaligus penjaga gerbang cukai. Alhasil banyak orang yang ketergantungan candu atau opium, yang masuk kategori narkotika.
Bagi banyak orang, candu menawarkan satu-satunya jalan keluar dari kesulitan hidup yang begitu keras dan menguras tenaga. Di Pacitan, setelah Perang Jawa, sebuah pesta besar keagamaan digelar untuk merayakan berakhirnya panen kopi.
Uang pembayaran panen yang diterima langsung dipakai untuk makan candu. Selama Perang Jawa sendiri, ada laporan-laporan yang mengatakan bahwa banyak tentara Diponegoro jatuh sakit, karena tidak dapat candu.
Berdasarkan buku dari Peter Carey "Takdir Riwayat Pangeran Diponegoro :1785 - 1855", para pengecer candu dari etnis Tionghoa meraup untung dengan berdagang di belakang garis pertahanan Pangeran Diponegoro.
Ketika sentimen-sentimen anti-Tionghoa yang keras di bulan-bulan awal pemberontakan sudah berangsur mereda.Ketergantungan candu opium ini memang cukup mengisi waktu senggang bagi orang-orang kaya di masa itu. Tetapi ketagihan candu adalah bencana bagi si miskin.
Sebab, jika timbul sedikit saja keinginan untuk mengisap candu, hal itu sudah mampu menjungkirbalikkan hidup seorang petani Jawa baik-baik menjadi pelaku tindak kriminal. Jalan menuju degradasi sosial kini terbuka luas alias ramai lancar.
Selama Perang Jawa, Nahuys menghendaki agar para buruh petani tak menggarap lahan dan para gelandangan ditangkapi saja.
Mereka itu disebut yang bahunya kurus dan tangannya halus, pertanda tak pernah kerja mencangkul, serta yang mata, bibir dan warna kulitnya menyingkapkan kebiasaan mereka menggunakan narkotik.
Apalagi candu konon sangat mudah diimpor dari Benggala dan India menyusul dicabutnya blokade Inggris atas Jawa pada Agustus - September 1811. Tekanan ekonomi pada pemerintahan Raffles untuk menaikkan pendapatan menjadi masalah kuncinya.
Sekali lagi, etnis Tionghoa memainkan peran menonjol yang menyedihkan selain menjadi pengecer candu, juga sekaligus penjaga gerbang cukai. Alhasil banyak orang yang ketergantungan candu atau opium, yang masuk kategori narkotika.
Bagi banyak orang, candu menawarkan satu-satunya jalan keluar dari kesulitan hidup yang begitu keras dan menguras tenaga. Di Pacitan, setelah Perang Jawa, sebuah pesta besar keagamaan digelar untuk merayakan berakhirnya panen kopi.
Uang pembayaran panen yang diterima langsung dipakai untuk makan candu. Selama Perang Jawa sendiri, ada laporan-laporan yang mengatakan bahwa banyak tentara Diponegoro jatuh sakit, karena tidak dapat candu.
Berdasarkan buku dari Peter Carey "Takdir Riwayat Pangeran Diponegoro :1785 - 1855", para pengecer candu dari etnis Tionghoa meraup untung dengan berdagang di belakang garis pertahanan Pangeran Diponegoro.
Ketika sentimen-sentimen anti-Tionghoa yang keras di bulan-bulan awal pemberontakan sudah berangsur mereda.Ketergantungan candu opium ini memang cukup mengisi waktu senggang bagi orang-orang kaya di masa itu. Tetapi ketagihan candu adalah bencana bagi si miskin.
Sebab, jika timbul sedikit saja keinginan untuk mengisap candu, hal itu sudah mampu menjungkirbalikkan hidup seorang petani Jawa baik-baik menjadi pelaku tindak kriminal. Jalan menuju degradasi sosial kini terbuka luas alias ramai lancar.
Selama Perang Jawa, Nahuys menghendaki agar para buruh petani tak menggarap lahan dan para gelandangan ditangkapi saja.
Mereka itu disebut yang bahunya kurus dan tangannya halus, pertanda tak pernah kerja mencangkul, serta yang mata, bibir dan warna kulitnya menyingkapkan kebiasaan mereka menggunakan narkotik.
(ams)