KH Abdul Chalim, Pahlawan Nasional asal Majalengka Keturunan Sunan Gunung Jati
loading...
A
A
A
Nahdlatul Wathan yaitu tempat pengkaderan dan pengkursusan para pemuda yang dipersiapkan untuk menjadi para pemimpin bangsa.
Untuk periode 1924 dipimpin langsung oleh KH Abdul Wahab Hasbullah dan KH Abdul Chalim sebagai sekretarisnya dengan jumlah peserta sebanyak 65 peserta. Mereka berdua juga bertindak sebagai tutor.
Karena kepandaian mereka dalam melakukan Tahrikil Afkar (memotivasi dan membangkitkan semangat) utamanya untuk kemerdekaan, maka Nahdlatul Wathan pada periode ini setelah menyelesaikan program kurikulumnya menjelma menjadi Syubbanul Wathan.
Pada saat memimpin Syubbanul Wathan, mereka mendirikan Komite Hijaz yang bertugas untuk mengundang ulama-ulama pesantren dengan agenda untuk mendirikan organisasi ulama-ulama pesantren. Hal ini untuk merespons kejadian yang terdapat di Hijaz dan agenda utamanya adalah untuk kemerdekaan Indonesia.
Komite Hijaz pada tanggal 31 Januari 1926 yang bertepatan dengan 16 Rajab 1344 H menyelenggarakan pertemuan yang diikuti oleh 65 ulama, yang antara lain KH Hasyim Asy’ari Tebuireng, KH Ahmad Dahlan Ahyat Surabaya, KH Abdul Wahab Hasbullah Surabaya, dan KH Abdul Chalim.
Pertemuan itu menelurkan beberapa keputusan, antara lain:
1. Pokok-pokok pikiran dari surat yang dikirim kepada Raja Abdul Azis di Makkah
2. Memutuskan nama Jam’iyah Nahdlatul Ulama sebagai pengirim dari surat yang akan dikirim. Nahdlah diambilkan dari nama Nahdlatul Wathan, sedangkan ulama dari para ulama yang hadir saat itu.
3. Menetapkan delegasi yang akan mengirimkan surat adalah KH Asnawi Kudus
4. Terus mengobarkan semangat untuk kemerdekaan.
Setelah ditetapkannya pengirim surat ini adalah Nahdlatul Ulama, maka saat itu pula disusun pengurus intinya Syuriah, Rais Akbar KH Hasyim Asy’ari, Wakil Rais KH Ahmad Dahlan Ahyat, Katib Awwal KH Abdul Wahab Hasbullah dan Katib Tsani KH Abdul Chalim.
Dari hal tersebut di atas, yang membedakan KH Abdul Chalim dengan 65 pendiri NU yang lainnya, KH Abdul Chalim sebagai penulis surat dan koordinator pengiriman surat. Selain itu, KH Abdul Chalim juga yang mengusulkan agar isi surat tersebut tujuan pertamanya yaitu kemerdekaan Republik.
KH Abdul Chalim wafat di Leuwimunding pada tanggal 12 Juni 1972. Kini, namanya diabadikan menjadi nama perguruan tinggi di Mojokerto, yaitu Institut Pesantren KH Abdul Chalim Mojokerto yang kini sedang berproses menjadi Universitas Pesantren KH Abdul Chalim Mojokerto.
Lihat Juga: Keterlaluan! Leher Dua Bocah Usia 8 dan 7 Tahun Dirantai Ayah Kandung karena Dituduh Curi Uang Buat Jajan
Untuk periode 1924 dipimpin langsung oleh KH Abdul Wahab Hasbullah dan KH Abdul Chalim sebagai sekretarisnya dengan jumlah peserta sebanyak 65 peserta. Mereka berdua juga bertindak sebagai tutor.
Karena kepandaian mereka dalam melakukan Tahrikil Afkar (memotivasi dan membangkitkan semangat) utamanya untuk kemerdekaan, maka Nahdlatul Wathan pada periode ini setelah menyelesaikan program kurikulumnya menjelma menjadi Syubbanul Wathan.
Pada saat memimpin Syubbanul Wathan, mereka mendirikan Komite Hijaz yang bertugas untuk mengundang ulama-ulama pesantren dengan agenda untuk mendirikan organisasi ulama-ulama pesantren. Hal ini untuk merespons kejadian yang terdapat di Hijaz dan agenda utamanya adalah untuk kemerdekaan Indonesia.
Komite Hijaz pada tanggal 31 Januari 1926 yang bertepatan dengan 16 Rajab 1344 H menyelenggarakan pertemuan yang diikuti oleh 65 ulama, yang antara lain KH Hasyim Asy’ari Tebuireng, KH Ahmad Dahlan Ahyat Surabaya, KH Abdul Wahab Hasbullah Surabaya, dan KH Abdul Chalim.
Pertemuan itu menelurkan beberapa keputusan, antara lain:
1. Pokok-pokok pikiran dari surat yang dikirim kepada Raja Abdul Azis di Makkah
2. Memutuskan nama Jam’iyah Nahdlatul Ulama sebagai pengirim dari surat yang akan dikirim. Nahdlah diambilkan dari nama Nahdlatul Wathan, sedangkan ulama dari para ulama yang hadir saat itu.
3. Menetapkan delegasi yang akan mengirimkan surat adalah KH Asnawi Kudus
4. Terus mengobarkan semangat untuk kemerdekaan.
Setelah ditetapkannya pengirim surat ini adalah Nahdlatul Ulama, maka saat itu pula disusun pengurus intinya Syuriah, Rais Akbar KH Hasyim Asy’ari, Wakil Rais KH Ahmad Dahlan Ahyat, Katib Awwal KH Abdul Wahab Hasbullah dan Katib Tsani KH Abdul Chalim.
Dari hal tersebut di atas, yang membedakan KH Abdul Chalim dengan 65 pendiri NU yang lainnya, KH Abdul Chalim sebagai penulis surat dan koordinator pengiriman surat. Selain itu, KH Abdul Chalim juga yang mengusulkan agar isi surat tersebut tujuan pertamanya yaitu kemerdekaan Republik.
KH Abdul Chalim wafat di Leuwimunding pada tanggal 12 Juni 1972. Kini, namanya diabadikan menjadi nama perguruan tinggi di Mojokerto, yaitu Institut Pesantren KH Abdul Chalim Mojokerto yang kini sedang berproses menjadi Universitas Pesantren KH Abdul Chalim Mojokerto.
Lihat Juga: Keterlaluan! Leher Dua Bocah Usia 8 dan 7 Tahun Dirantai Ayah Kandung karena Dituduh Curi Uang Buat Jajan
(shf)