Kisah Shalawat KH. Raden Asnawi Menggetarkan Penjara Kolonial Belanda
loading...
A
A
A
Tak hanya di masa kolonial Belanda saja KH. Raden Asnawi harus berurusan dengan militer penjajah. Saat Jepang menduduki wilayah Indonesia, KH. Raden Asnawi juga tak luput dari incara tentara Jepang.
KH. Raden Asnawi pernah dituduh menyimpan senjata api oleh tentara Jepang. Akibatnya, rumah kiai digerebek pasukan Jepang. Tak sampai di situ, kiai juga digelandang ke markas tentara Jepang.
Dilansir dari laman laduni.id, KH. Raden Asnawi sempat ditahan semalaman di markas Kempetai yang ada di Pati. Anehnya, pada pagi harinya dia dipanggil oleh Komandan Dai Nippon, tetapi tidak dimintai keterangan terkait kepemilikan senjata api, melainkan ditanya tentang berapa istri, anak, serta cucunya, kemudian disuruh pulang ke Kudus.
KH. Raden Asnawi juga melakukan gerakan membaca Shalawat Nariyah, dan membaca Surat Al-Fill. Para pemuda, dan anggota laskar yang hendak berjuang ke garis depan menghadapi militer penjajah, sering kali datang kepadanya untuk meminta doa restu.
Dalam tulisan Munawir Aziz juga disebutkan, KH. Raden Asnawi memiliki kedekatan dengan H. Agus Salim, HOS Tjokroaminoto, dan sejumlah tokoh pergerakan di masa itu. Selama berada di Makkah, dia bergabung dan menjadi penggerak Sarekat Islam (SI).
Lalu, saat kembali ke tanah air pada tahun 1916 dia mendirikan Madrasah Qudsiyyah yang ada di kawasan Menara Kudus. Saat sudah bermukim di Kudus, KH. Raden Asnawi juga tetap aktif sebagai penasihat SI pada 1918.
KH. Raden Asnawi lahir di Damaran, Kudus, pada tahun 1861. Dia terlahir dengan nama asli Raden Syamsi, dan merupakan putra dari pasangan H. Abdullah Husnin dan R Sarbinah. Dirunut dari silsilahnya, KH. Raden Aznawi, masih keturunan ke-14 dari Sunan Kudus, dan keturunan ke-5 Kiai Ahmad Mutamakkin.
Peneyamatan nama Aznawi, diperolehnya setelah menunaikan ibadah haji di tanah suci Makkah. Saat pertama kali menunaikan ibadah haji, dia juga pernah menggunakan nama Ilyas. Nama Ilyas tersebut, juga digunakannya saat belajar di tanah Hijaz.
KH. Raden Asnawi pernah dituduh menyimpan senjata api oleh tentara Jepang. Akibatnya, rumah kiai digerebek pasukan Jepang. Tak sampai di situ, kiai juga digelandang ke markas tentara Jepang.
Dilansir dari laman laduni.id, KH. Raden Asnawi sempat ditahan semalaman di markas Kempetai yang ada di Pati. Anehnya, pada pagi harinya dia dipanggil oleh Komandan Dai Nippon, tetapi tidak dimintai keterangan terkait kepemilikan senjata api, melainkan ditanya tentang berapa istri, anak, serta cucunya, kemudian disuruh pulang ke Kudus.
KH. Raden Asnawi juga melakukan gerakan membaca Shalawat Nariyah, dan membaca Surat Al-Fill. Para pemuda, dan anggota laskar yang hendak berjuang ke garis depan menghadapi militer penjajah, sering kali datang kepadanya untuk meminta doa restu.
Dalam tulisan Munawir Aziz juga disebutkan, KH. Raden Asnawi memiliki kedekatan dengan H. Agus Salim, HOS Tjokroaminoto, dan sejumlah tokoh pergerakan di masa itu. Selama berada di Makkah, dia bergabung dan menjadi penggerak Sarekat Islam (SI).
Lalu, saat kembali ke tanah air pada tahun 1916 dia mendirikan Madrasah Qudsiyyah yang ada di kawasan Menara Kudus. Saat sudah bermukim di Kudus, KH. Raden Asnawi juga tetap aktif sebagai penasihat SI pada 1918.
Baca Juga
KH. Raden Asnawi lahir di Damaran, Kudus, pada tahun 1861. Dia terlahir dengan nama asli Raden Syamsi, dan merupakan putra dari pasangan H. Abdullah Husnin dan R Sarbinah. Dirunut dari silsilahnya, KH. Raden Aznawi, masih keturunan ke-14 dari Sunan Kudus, dan keturunan ke-5 Kiai Ahmad Mutamakkin.
Peneyamatan nama Aznawi, diperolehnya setelah menunaikan ibadah haji di tanah suci Makkah. Saat pertama kali menunaikan ibadah haji, dia juga pernah menggunakan nama Ilyas. Nama Ilyas tersebut, juga digunakannya saat belajar di tanah Hijaz.