Pertempuran Pasukan Pangeran Diponegoro Melawan Koalisi Pacitan dan Belanda
loading...
A
A
A
Pangeran Diponegoro dan pasukannya konon pernah dikisahkan melakukan perlawanan ke Bupati Pacitan Mas Tumenggung Jogokaryo II. Peristiwa yang disebut dalam Babad Nagara Patjitan sebagai pemberontakan ini karena pemerintahan Jogokaryo II konon berkoalisi dengan Belanda yang terjadi di daerah Glesung.
Pemberontakan itu diawali ketika sang bupati menerima informasi adanya pemberontak yang kembali akan beraksi. Saat itulah Mas Tumenggung Jogokaryo II segera mengumpulkan para pasukannya.
Setelah siap, mereka segera berangkat ke Glesung. Pasukan Pacitan ini dikisahkan dibantu oleh pihak Belanda di bawah pimpinan Tuan Van Vlissingen juga turut serta pasukannya.
Demikian pula Mas Wiryodikromo, saudara Mas Tumenggung Jogokaryo II; Mas Karyosudiro, anak Mas Wiryodikromo, dan masih banyak yang lain yang menyediakan diri sebagai prajurit.
Baca juga: KPU Kabupaten Blitar Tolak Pendaftaran 50 Bacaleg PKB, Ini Penyebabnya
Setibanya di Glesung sebagaimana dikisahkan pada "Kisah Brang Wetan : Berdasarkan Babad Alit dan Babade Nagara Patjitan" terjemahan Karsono Hardjoseputro, mereka menyatu dengan pasukan para bupati monconegoro dan Kompeni Belanda.
Tak berapa lama, pasukan pemberontak yang ribuan jumlahnya datang dengan dipimpin Pangeran Diponegoro. Tetabuhannya aneka jenis berupa gong beri, kethiprak, thong-thong grit, maguru gangsa, ditabuh bertalu-talu. Sebentar-sebentar mereka bersorak-sorai.
Mereka berebut di depan. Tak berapa lama kemudian, pasukan pemberontak menyerang pasukan Mas Tumenggung Jogokaryo II. Suaranya bergemuruh. Gerakan mereka seperti ikan berebut pakan di air. Pertempuran berlangsung sengit, mayat tumpang-tindih, darah mengalir di sembarang tempat ibarat banjir.
Pasukan monconegoro dan Kompeni banyak berkurang, nyaris kalah. Ketika tahu pasukannya banyak yang tewas, Mas Tumenggung Jogokaryo II sangat marah, lalu membabi buta, siap mati di medan perang. Banyak bala tentara pemberontak yang tewas oleh Mas Tumenggung.
Setelah sekian lama bertempur Bupati Pacitan itu lantas roboh karena harus menghadapi banyaknya musuh. Akhirnya dia pun ditangkap oleh pasukan Pangeran Diponegoro.
Ketika tahu saudaranya ditangkap musuh, Mas Wiryodikromo mengamuk hendak menghancurkan musuh. Ketika melihat bala tentaranya banyak yang tewas, Tuan Van Vlissingen meminjam kuda Mas Cokrodiwiryo. Mas Cokrodiwiryo mengira Tuan Van Vlissingen hendak maju perang sehingga [dia] memberikan kudanya.
Ternyata tidak. Setelah Tuan Van Vlissingen menaiki kuda, kudanya dikeprak pulang. Mas Cokrodiwiryo kemudian mencabut pedangnya dan maju ke tengah, tetapi dia disambut musuh. Tak lama kemudian Mas Cokrodiwiryo tewas dalam pertempuran.
Lihat Juga: Kisah Kyai Cokro, Pusaka Andalan Pangeran Diponegoro Melawan Kebatilan dan Kezaliman Belanda
Pemberontakan itu diawali ketika sang bupati menerima informasi adanya pemberontak yang kembali akan beraksi. Saat itulah Mas Tumenggung Jogokaryo II segera mengumpulkan para pasukannya.
Setelah siap, mereka segera berangkat ke Glesung. Pasukan Pacitan ini dikisahkan dibantu oleh pihak Belanda di bawah pimpinan Tuan Van Vlissingen juga turut serta pasukannya.
Demikian pula Mas Wiryodikromo, saudara Mas Tumenggung Jogokaryo II; Mas Karyosudiro, anak Mas Wiryodikromo, dan masih banyak yang lain yang menyediakan diri sebagai prajurit.
Baca juga: KPU Kabupaten Blitar Tolak Pendaftaran 50 Bacaleg PKB, Ini Penyebabnya
Setibanya di Glesung sebagaimana dikisahkan pada "Kisah Brang Wetan : Berdasarkan Babad Alit dan Babade Nagara Patjitan" terjemahan Karsono Hardjoseputro, mereka menyatu dengan pasukan para bupati monconegoro dan Kompeni Belanda.
Tak berapa lama, pasukan pemberontak yang ribuan jumlahnya datang dengan dipimpin Pangeran Diponegoro. Tetabuhannya aneka jenis berupa gong beri, kethiprak, thong-thong grit, maguru gangsa, ditabuh bertalu-talu. Sebentar-sebentar mereka bersorak-sorai.
Mereka berebut di depan. Tak berapa lama kemudian, pasukan pemberontak menyerang pasukan Mas Tumenggung Jogokaryo II. Suaranya bergemuruh. Gerakan mereka seperti ikan berebut pakan di air. Pertempuran berlangsung sengit, mayat tumpang-tindih, darah mengalir di sembarang tempat ibarat banjir.
Pasukan monconegoro dan Kompeni banyak berkurang, nyaris kalah. Ketika tahu pasukannya banyak yang tewas, Mas Tumenggung Jogokaryo II sangat marah, lalu membabi buta, siap mati di medan perang. Banyak bala tentara pemberontak yang tewas oleh Mas Tumenggung.
Setelah sekian lama bertempur Bupati Pacitan itu lantas roboh karena harus menghadapi banyaknya musuh. Akhirnya dia pun ditangkap oleh pasukan Pangeran Diponegoro.
Ketika tahu saudaranya ditangkap musuh, Mas Wiryodikromo mengamuk hendak menghancurkan musuh. Ketika melihat bala tentaranya banyak yang tewas, Tuan Van Vlissingen meminjam kuda Mas Cokrodiwiryo. Mas Cokrodiwiryo mengira Tuan Van Vlissingen hendak maju perang sehingga [dia] memberikan kudanya.
Ternyata tidak. Setelah Tuan Van Vlissingen menaiki kuda, kudanya dikeprak pulang. Mas Cokrodiwiryo kemudian mencabut pedangnya dan maju ke tengah, tetapi dia disambut musuh. Tak lama kemudian Mas Cokrodiwiryo tewas dalam pertempuran.
Lihat Juga: Kisah Kyai Cokro, Pusaka Andalan Pangeran Diponegoro Melawan Kebatilan dan Kezaliman Belanda
(msd)