Bipartit Karyawan dan Manajemen PT SRR CV MGL Temui Jalan Buntu
loading...
A
A
A
SLEMAN - Perundingan bipartit antara karyawan dan managemen PT Saliman Riyanto Raharjo (SRR) dan CV Mita Gema Lestari (MGL) belum ada titik temu. Kedua belah pihak kukuh dengan pendapatnya.
(Baca juga: Pemerintah Harus Fasilitasi Siswa yang Terkendala Belajar Daring )
Karyawan menginginkan penyelesaian berdasarkan UU Tenaga Kerja pasal 164 ayat 3, sedangkan managemen PT SRR dan CV MGL mengacu pada UU Tenaga kerja pasal 164 ayau 1. Karena menemui jalan buntu, perundingan bipartit akan dilanjutkan Kamis (23/7/2020).
"Ya, bipartit kemarin (Senin, 20/7/2020) belum ada titik temu," kata kuasa hukum PT SRR dan CV MGL. M Fatkhul Huda, Selasa (21/7/2020). (Baca juga: Lamban Tangani Kebakaran, DPRD Gresik Minta Tambahan UPT Damkar )
Perundingan bipartit ini sebagai tindaklanjut dari tuntutan karyawan PT SRR dan CV MGL. Dimana dengan alasan dampak pandemi COVID-19 , awal Mei 2020, PT SRR sementara merumahkan 150 karyawan sedangkan CV MGL melakukan putus hubungan kerja (PHK) 100 karyawannya.
Atas kebijakan tersebut para karyawan mendapatkan tali asih sebesar satu kali gaji. Termasuk untuk karyawan PT SRR akan dipekerjakan lagi jika kondisi sudah membaik. Untuk karyawan MGL tetap di PHK
"Karena belum ada kesepakatan, akan melakukan perundingan bipartit lagi, Kamis (23/7/2020). Mudah-mudahan segera ada titik temu," jelasnya. (Baca juga: Lagi, Pasutri di Tebing Tinggi Positif Terpapar COVID-19 )
Sebagaimana diberitakan sebelumnya puluhan karyawan PT Saliman Riyanto Rahajo (SRR) dan CV Mitra Gema Lestari (MGL) yang tergabung dalam Serikat Buruh Peternakan (SBP) dan Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GBSI) menuntut pesonan kepada perusahaan tersebut, Senin (13/7/2020).
Tuntutan ini, setelah awal Mei 2020 PT SRR merumahkan dan CV MGL melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada mereka. Selain menutut pesaongan karyawan yang di PHK itu, juga meminta status permanen menjadi karyawan tetap. Sebab sampai saat ini untuk statusnya tidak ada kepastian.
Alasan PT SRR dan CV MGL mengambil kebijakan itu untuk efisiensi karena pandemi COVID-19 . Sehingga mereka meminta perusahaan segera memenuhi hak-hak normatif buruh yang di PHK dan dirumahkan, memberikan kepastian kerja dan menghentikan eksploitasi terhadap buruh serta memberikan status permanen terhadap buruh yang dipanggil bekerja kembali.
(Baca juga: Pemerintah Harus Fasilitasi Siswa yang Terkendala Belajar Daring )
Karyawan menginginkan penyelesaian berdasarkan UU Tenaga Kerja pasal 164 ayat 3, sedangkan managemen PT SRR dan CV MGL mengacu pada UU Tenaga kerja pasal 164 ayau 1. Karena menemui jalan buntu, perundingan bipartit akan dilanjutkan Kamis (23/7/2020).
"Ya, bipartit kemarin (Senin, 20/7/2020) belum ada titik temu," kata kuasa hukum PT SRR dan CV MGL. M Fatkhul Huda, Selasa (21/7/2020). (Baca juga: Lamban Tangani Kebakaran, DPRD Gresik Minta Tambahan UPT Damkar )
Perundingan bipartit ini sebagai tindaklanjut dari tuntutan karyawan PT SRR dan CV MGL. Dimana dengan alasan dampak pandemi COVID-19 , awal Mei 2020, PT SRR sementara merumahkan 150 karyawan sedangkan CV MGL melakukan putus hubungan kerja (PHK) 100 karyawannya.
Atas kebijakan tersebut para karyawan mendapatkan tali asih sebesar satu kali gaji. Termasuk untuk karyawan PT SRR akan dipekerjakan lagi jika kondisi sudah membaik. Untuk karyawan MGL tetap di PHK
"Karena belum ada kesepakatan, akan melakukan perundingan bipartit lagi, Kamis (23/7/2020). Mudah-mudahan segera ada titik temu," jelasnya. (Baca juga: Lagi, Pasutri di Tebing Tinggi Positif Terpapar COVID-19 )
Sebagaimana diberitakan sebelumnya puluhan karyawan PT Saliman Riyanto Rahajo (SRR) dan CV Mitra Gema Lestari (MGL) yang tergabung dalam Serikat Buruh Peternakan (SBP) dan Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GBSI) menuntut pesonan kepada perusahaan tersebut, Senin (13/7/2020).
Tuntutan ini, setelah awal Mei 2020 PT SRR merumahkan dan CV MGL melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada mereka. Selain menutut pesaongan karyawan yang di PHK itu, juga meminta status permanen menjadi karyawan tetap. Sebab sampai saat ini untuk statusnya tidak ada kepastian.
Alasan PT SRR dan CV MGL mengambil kebijakan itu untuk efisiensi karena pandemi COVID-19 . Sehingga mereka meminta perusahaan segera memenuhi hak-hak normatif buruh yang di PHK dan dirumahkan, memberikan kepastian kerja dan menghentikan eksploitasi terhadap buruh serta memberikan status permanen terhadap buruh yang dipanggil bekerja kembali.
(eyt)