Kisah Pemberontakan Ra Kuti yang Memaksa Raja Jayanegara Mengungsi dari Istana Majapahit

Jum'at, 07 April 2023 - 08:45 WIB
loading...
Kisah Pemberontakan Ra Kuti yang Memaksa Raja Jayanegara Mengungsi dari Istana Majapahit
Akun Instagram @AI Nusantara, mengunggah hasil imajinasi Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan, tentang pemberontakan Ra Kuti berdasarkan novel berjudul Gajah Mada karya Langit Kresna Hariadi. Foto/Dok. @ainusantara
A A A
SUKABUMI - Duk during mati Ra Kuthi arep anga[...]bhathara. Linungan de nira maring bhathara maring Badhandher. Sah ring wngi tan ana ring wruh. Anghing wong bhayangkara angiring. Ini merupakan penggalan kalimat dari Kitab Pararaton.



Apabila diterjemahkan, kalimat tersebut berbunyi: "Ketika Ra Kuti belum mati ia ingin menjadi raja, sang raja lalu dilarikan ke Badander. Pergi pada malam hari dan tidak ada yang tahu. Hanya pasukan Bhayangkara yang mengiringi,"



Penggalan dari Kitab Pararaton tersebut, dikutib dari makalah karya Agus Aris Munandar, yang berjudul "Menelisik Lokasi Badander: Interpretasi Arkeologi-Sejarah". Makalah itu, disampaikan dalam Focus Group Discussion (FGD), bertema "Mbedander The Corner of Majapahit", pada 23-26 September 2020, yang diselenggarakan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bojonegoro.



Dosen dari Departemen Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (UI) Jakarta tersebut, dalam makalahnya menggambarkan bagaimana Kitab Pararaton menuliskan Raja Majapahit, Jayanegara harus mengungsi meninggalkan istananya, akibat pemberontakan Ra Kuti, sekitar tahun 1319 Masehi.

Usai mangkatnya Raden Wijaya, dan digantikan Raja Jayanegara, Agus Aris Munandar dalam makalahnya menyebutkan, situasi Majapahit sempat mengalami masa tenang karena tidak terjadi gelombang pemberontakan. Tetapi, memasuki sekitar tahun 1319 Masehi, pemberontakan kembali terjadi. Pemberontakan itu dilakukan seorang Dharmmaputra, bernama Ra Kuti.

Dharmaputra merupakan para pejabat yang selalu berada di lingkaran utama raja. Sehari-hari, para Dharmaputra ini bertugas di istana raja. Hal inilah yang membuat Ra Kuti dengan mudah menguasai Istana Majapahit, hingga memaksa Raja Jayanegara mengungsi dari istananya ke Desa Bedander.

Kisah Pemberontakan Ra Kuti yang Memaksa Raja Jayanegara Mengungsi dari Istana Majapahit


Agus Ari Munandar juga menyebutkan dalam makalah tersebut, bahwa setelah lima hari Raja Jayanegara berada di pengungsian, Gajah Mada diam-diam kembali ke Istana Majapahit, dan bertemu para pembesar Majapahit yang masih setia serta menginginkan Raja Jayanegara bertakhta.

Setelah berhasil menggalang kekuatan dan memetakan lawan-lawannya, Gajah Mada beserta para pejabat yang masih setia dengan Raja Jayanegara, kembali melakukan serangan belasan terhadap pasukan pemberontak yang dipimpin Ra Kuti.

Terjadi pertempuran hebat di Alun-alun Majapahit . Pasukan pemberontak harus menghadapi pasukan utama Majapahit, yang berhasil digalang kembali oleh Gajah Mada. Ra Kuti akhirnya tewas dalam pertempuran tersebut, sehingga Raja Jayanegara bisa kembali menduduki istananya.



Sengitnya pertempuran antara pasukan utama Majapahit, menghadapi pasukan pemberontak pimpinan Ra Kuti tersebut, sampai mengimajinasi Langit Kresna Hariadi, untuk membuat novel yang berjudul "Gajah Mada". Gambaran tentang pertempuran dahsyat di pusat kota Majapahit itu, juga digambarkan oleh akun Instagram @ainusantara dari hasil artificial intelligence (AI), atau kecerdasan buatan.

Usai berhasil meredam pemberontakan Ra Kuti, dan membawa kembali Raja Majapahit, Jayanegara ke singgasananya, Gajah Mada diangkat menjadi patih di Kahuripan. Dan selang dua tahun kemudian, Gajah Mada diangkat menjadi Mahapatih Daha.

Daha merupakan kawasan penting dan pernah menjadi kerajaan di abad ke-12, yakni sebelum era Kerajaan Singasari. Pada masa Majapahit, Daha merupakan kota kedua terbesar, setelah ibu kota Majapahit.

Kisah Pemberontakan Ra Kuti yang Memaksa Raja Jayanegara Mengungsi dari Istana Majapahit


Yang berkedudukan di Daha (Kadiri), merupakan pejabat tinggi di lingkungan Kerajaan Majapahit, atau para kerabat dekat raja. Bahkan Raja Jayanegara berhasil kembali berkedudukan di kedaton Majapahit, untuk melanjutkan pemerintahannya.

Raja Jayanegara, merupakan putra dari raja pertama dan pendiri Kerajaan Majapahit, Raden Wijaya, hasil pernikahan dengan istrinya dari Melayu, Dara Pertak. Raja Jayanegara naik takhta menggantikan ayahnya, dan dinobatkan sebagai raja kedua di Majapahit.

Dalam Kitab Negarakertagama namanya disebut Jayanegara, sementara di Kitab Pararaton disebut Kalagemet. Munculnya nama Kalagemet tersebut, sebagai sebutan satir penulis Kitab Pararato, dikarenakan perangai buruk yang dimiliki Raja Jayanegara.



Kematian Raja Jayanegara, yang memiliki gelar Sri Maharaja Wiralandagopala Sri Sundarapandya Dewa Adhiswara tersebut, menyisakan cerita buruk karena dibunuh oleh abdi dalem kerajaan yang istrinya digoda oleh sang raja.

Selama memerintah Majapahit pada tahun 1309-1328, sejumlah pemberontakan mewarnai situasi di dalam negeri Majapahit. Diduga, pemberontakan ini juga dipicu oleh ketidak senangan sejumlah petinggi Majapahit, karena rajanya keturunan Melayu.

Selama menjadi raja, Jayanegara memiliki pengawal yang dikenal tangguh, yakni Gajah Mada, yang kelak menjadi mahapatih di masa keemasan Kerajaan Majapahit di bawah kepemimpinan raja Hayam Wuruk.

Kisah Pemberontakan Ra Kuti yang Memaksa Raja Jayanegara Mengungsi dari Istana Majapahit


Sebelum bertahta di Majapahit, Kitab Nagarakertagama menyebutkan bahwa Jayanegara diangkat sebagai yuwaraja atau raja muda di Kadiri atau Daha, pada tahun 1295 diduga, saat memerintah di Kadiri, usia Jayanegara masih sangat muda, karena ayahnya Raden Wijaya baru menikahi Dara Petak yang diduga juga bernawa Indreswari pada tahun 1293.

Selama memerintah Kadiri, Jayanegara dibantu oleh Lembu Sora. Nama Lembu Sora juga tercatat dalam prasasti Pananggungan, dengan jabatan sebagai patih Daha. Dia naik tahta menjadi Raja Majapahit, menggantikan posisi ayahnya yang meninggal pada tahun 1309.

Dalam menjalankan pemerintahannya di Majapahit, Jayanegara membentuk susunan mahamantri yang terdiri dari para wanita. Yakni Rakryan Mahamantri Hino, Dyah Sri Rangganata; Rakryan Mahamantri Sirikan, Dyah Kameswara; dan Rakryan Mahamantri Halu, Dyah Wiswanata.



Kitab Pararaton mencatat, sejumlah pengikut setia Raden Wijaya, beberapa kali melancarkan pemberontakan terhadap pemerintahan Jayanegara. Di antaranya, dilakukan oleh Ranggalawe yang diduga terjadi tahun 1309 saat Jayanegara naik tahta di Majapahit.

Bahkan, patih yang membantunya memerintah di Kediri, atau Daha, Lembu Sora, turut melakukan pemberontakan pada tahun 1311. Pemberontakan ini terjadi karena hasutan Mahapatih yang diduga juga musuh dalam selimut Jayanegara.

Pemberontakan berikutnya, dilancarkan oleh Nambi pada tahun 1316. Pemberontakan ini, diduga akibat ambisi ayah Nambi, Aria Wiraraja. Sebelum memberontak kepada rajanya, Nambi menjabat sebagai patih istana, namun ayahnya menginginkan Nambi menjadi raja.

Kisah Pemberontakan Ra Kuti yang Memaksa Raja Jayanegara Mengungsi dari Istana Majapahit


Aksi pemberontakan paling dahsyat, adalah yang dilakukan Kuti pada tahun 1319. Di mana Kuti mampu menguasai istana Majapahit, hingga membuat Jayanegara lari mengungsi di Desa Badamder. Namun, berkat kelihaian dan keberanian Gajah Mada dengan pasukan Bhayangkaranya, akhirnya pemberontakan Kuti berhasil ditumpas.

Bukan hanya menghadapi pemberontakan dari internal kerajaannya. Jayanegara ternyata juga sempat menghadapi serangan dari pasukan Mongol. Hal ini didasarkan pada kesaksian seorang misonaris Odorico da Pordenone saat mengunjungi Pulau Jawa. Upaya pasukan Mogol menjajah Jawa, berhasil digagalkan oleh pasukan Majapahit.

Bara dari pemberontakan-pemberontakan itu, ternyata tidak sepenuhnya mampu dipadamkan. Kondisi ini juga diungkapkan oleh Slamet Muljana, pada bukunya yang berjudul "Puncak Kemegahan Sejarah Kerajaan Majapahit ".



Slamet Muljana menyebut, Kuti merupakan bagian dari tujuh Dharmaputra Raja atau abdi dalem. Mereka terdiri dari Kuti, Semi, Pangsa, Wedeng, Juju, Tanca, dan Banyak. Usai Kuti dibunuh karena pemberontakan, para abdi dalem ini masih menyimpan bara akibat ketidakpuasan mereka terhadap kebijakan Jayanegara.

Bahkan, para abdi dalem ini masih terus berupaya membunuh rajanya. Dari tujuh abdi dalem tersebut, masih menyisakan satu orang yakni Tanca. Selama mengabdi di dalam istana Majapahit, ternyata masih memendam ambisi membunuh raja.

Sembilan tahun pasca peristiwa Kuti, menurut Slamet Muljana, putri Tribuanarunggadewi dan Rajadewi Maharajasa yang merupakan dua putri keturunan Raja Kertanegara, tidak diizinkan menikah oleh Raja Jayanegara. Alasannya karena keduanya hendak dikawini oleh Jayanegara. Alhasil tindakan asusila tak senonoh diterima kedua putri Kertanegara.

Kisah Pemberontakan Ra Kuti yang Memaksa Raja Jayanegara Mengungsi dari Istana Majapahit


Tindakan Jayanegara ini didengar oleh Dharmaputra Tanca. Tanca pun mengadukannya kepada Gajah Mada, yang kala itu menjadi Mahapatih. Para jejaka dan laki-laki menghendaki sang putri disingkirkan oleh Raja Jayanegara.

Pada saat bersamaan, secara kebetulan Jayanegara menderita sakit bisul. Kondisi ini membuat Jayanegara tidak dapat keluar dari istana, dan harus selalu berbaring di atas tempat tidur. Tanca pun dipanggil untuk mengobatinya. Tanca dipercaya lantaran memiliki kemampuan mengobati penyakit.

Tanca pun memasuki kamar tidur untuk mengobati Jayanegara. Bengkak pada kaki raja harus dibedah, satu dua kali tidak berhasil dibedah. Raja dipersilakan mengesampingkan selimutnya, kali ketiga pembedahan bisul pada kaki sang raja berhasil dilakukan.



Namun seiring pembedahan berhasil, tikaman langsung dilakukan Tanca kepada Jayanegara. Raja Jayanegara mati akibat tikaman Tanca. Gajah Mada yang mengetahui kejadian tersebut langsung bangkit dan menusuk Tanca. Tusukan Gajah Mada, membuat Tanca mati. Kejadian pembunuhan sang raja Jayanegara tercatat pada tahun 1328 Masehi atau 1250 Saka.

Selain versi Slamet Muljana dalam bukunya "Tafsir Sejarah Nagara Kretagama". Juga ada versi arkeolog Belanda N.J. Krom dalam Hindoe-Javaansche Geschiedenis yang dikutip Parakitri T. Simbolon dalam bukunya "Menjadi Indonesia", disebutkan justru istri Tanca yang mengatakan telah dicabuli Jayanegara. Kabar ini membuat Gajah Mada geram, lalu balik mengadukan Tanca menyebarkan fitnah.

Masih menurut Parakitri T. Simbolon, yang mengutib N.J. Krom, justru Gajah Mada yang menjadi otak pembunuhan Jayanegara tersebut. Isu Jayanegara mencabuli istri Tanca, sengaja dihembuskan Gajah Mada, untuk memperalat Tanca membunuh Jayanegara.

Kisah Pemberontakan Ra Kuti yang Memaksa Raja Jayanegara Mengungsi dari Istana Majapahit


Tafsir kedua dari Parakitri T. Simbolon ini, juga sejalan dengan tafsir Slamet Muljana, yang menyebut Gajah Mada sebenarnya tidak suka pada Jayanegara, sehingga memperalat Tanca membunuh raja. Lalu, Gajah Mada langsung membunuh Tanca untuk menghilangkan jejak.

Konspirasi pembunuhan Jayanegara tersebut, juga diungkap Muhammad Yamin dalam bukunya yang berjudul "Gajah Mada Pahlawan Persatuan Nusantara". Dalam bukunya, Muhammad Yamin menyebutkan, Tanca merasa tidak senang kepada raja karena membunuh Kuti.

Rasa tidak senang Tanca kepada Jayanegara yang telah membunuh Kuti, teman Tanca sesama Dharmaputera. Semakin membara, akibat kabar menggemparkan dari istri Tanca, yang menyebut telah diganggu Jayanegara. Kabar dari istri Tanca tersebut, membuat Gajah Mada memeriksa Tanca secara intensif.



Saat proses pemeriksaan berjalan, ternyata Jayanegara sakit bisul dan meminta Tanca membedahnya. Pada saat itulah Tanca melampiaskan dendamnya dengan membunuh raja menggunakan pisau. Versi lainnya menyebutkan, Jayanegara mati setelah minum racun buatan Tanca. Racun tersebut sengaja dibuat Tanca, karena adanya hasutan dari para pemberontak.

Usai mangkat, Kitab Pararaton menyebut, Jayanegara didharmakan dalam Candi Srenggapura di Kapopongan dengan arca di Antawulan. Keberadaan gapura paduraksa Bajang Ratu, diduga sisa dari kompleks Srenggapura.

Sementara menurut Kitab Nagarakretagama ia dimakamkan di dalam pura berlambang arca Wisnuparama. Jayanegara juga dicandikan di Silapetak dan Bubat sebagai Wisnu, serta di Sukalila sebagai Buddha jelmaan Amoghasiddhi.

Kisah Pemberontakan Ra Kuti yang Memaksa Raja Jayanegara Mengungsi dari Istana Majapahit


Saat mangkat, Jayanegara belum memiliki keturunan. Hal ini membuat tahta raja Majapahit dijabat Gayatri yang merupakan ibu suri di kerajaan Majapahit. Tetapi karena Gayatri telah menjadi seorang Bhiksuni, akhirnya raja Majapahit diisi adik tiri Jayanagara, Dyah Gitarja yang bergelar Tribhuwana Wijayatunggadewi

Keberadaan Candi Bajang Ratu sebagai sisa tempat pendharmaan Jayanegara, hingga kini masih berdiri kokoh. Situs peninggalan Majapahit berupa bangunan struktur batu bata ini, bentuknya berupa gapura beratap mirip dengan bentuk Candi Penataran di Blitar.

Situs Candi Bajang Ratu berdiri kokoh di Desa Temon, Kecamatan Trowulan. Diperkirakan, didirikan pada pertengahan abad ke-13. Beberapa versi menyebutkan, Bajang Ratu diartikan sebagai raja yang gagal. Bajang berarti batal atau bisa juga diartikan kecil atau kerdil. Sementara Ratu berarti raja.



"Candi tersebut dibangun sebagai penghormatan kepada Raja Jayanegara atau yang memiliki nama lain Kalagemet. Konon, karena Jayanegara ini memerintah dalam kurun waktu yang cukup singkat, sejak tahun 1309-1328," kata Sejarahwan Muda Mojokerto, Ayuhannafiq.

Tak heran, jika Candi Bajang Ratu memiliki mitos yang hingga kini masih dipercaya oleh masyarakat sekitar. Menurut cerita yang berkembang di masyarakat, ada pantangan yang tak boleh dilanggar saat mengunjungi Candi Bajang Ratu. Yakni larangan melintas tepat dari arah depan candi hingga ke belakang.

Para pejabat yang datang ke lokasi tersebut, diminta untuk memutar melewati sisi kiri atau kanan bangunan candi. Jika pantangan itu dilanggar, maka kursi jabatan yang diembannya akan bergeser. Bahkan hingga pejabat tersebut tak lama akan kehilangan jabatannya tersebut.

Kisah Pemberontakan Ra Kuti yang Memaksa Raja Jayanegara Mengungsi dari Istana Majapahit


"Mitos itu pernah dibuktikan oleh Thomas Stamford Raffles ketika menjabat Letnan Gubernur Inggris di Tanah Jawa tahun 1811. Waktu itu, ia datang ke Trowulan. Saat di Bajang Ratu, Raffles melintasi pintu candi untuk melihat bagian belakang gapura. Ia sempat diingatkan oleh warga pribumi diminta agar memutar," kata Yuhan.

Ketika itu, pribumi tersebut menceritakan kepada Raffles tentang mitos Candi Bajang Ratu yang melekat masyarakat setempat. Termasuk bercerita soal 'raja gagal' Majapahit Jayanegara yang tewas ditikam tabib istana Ra Tanca. Dimana kisah Jayanegara itu menjadi alasan yang mendasari pembuatan candi Bajang Ratu.

"Setelah dari Trowulan, Raffles kembali ke Buitenzorg tempat Letnan Gubernur Jawa berkantor. Tidak sampai setahun pasca kejadian itu, Raffles menerima surat mutasi dari atasannya di India. Ia dipindahtugaskan ke Fort de Kock, wilayah yang sekarang dinamakan Bengkulu. Raffles hanya menjabat 1811-1813," pungkas Yuhan.
(eyt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2133 seconds (0.1#10.140)