Masjid di Malang Gunakan Tenaga Matahari untuk Kebutuhan Listrik
loading...
A
A
A
"Memang awet, kami belum pernah nyervis, paling yang dibersihkan baterainya itu saja. Kalau musim hujan pun nggak ada masalah, mendung pun baterainya masih bisa ngisi untuk daya listrik," ucapnya.
Namun diakui Sugiyanto perangkat PLTS ini memerlukan biaya yang besar terutama di pemasangan awalnya. Satu perangkat tenaga surya lengkap setidaknya membutuhkan biaya Rp 20 juta. "Yang paling mahal itu di baterainya harganya Rp 5 juta sendiri, baterainya buatan India, ada tulisannya Made in India," tuturnya.
Nantinya baterai itu disebut pria yang juga Kepala Dusun (Kasun) Perumahan Griya Permata Alam bakal dilakukan perbaikan berkala setelah dua tahun. Perbaikan biasanya dilakukan oleh teknisi pabrikan atau dari teknisi yang memasang perangkat tenaga surya ini, yakni tim dari UMM.
"Mahal di awal nggak masalah, kan manfaatnya besar, daripada uang di saldo masjid berpuluh-puluh juta tapi tidak digunakan apa-apa untuk pemberdayaan masjid kan sayang. Makanya kami dorong masjid-masjid yang lain, daripada punya saldo besar, tidak digunakan lebih baik dipakai masang kayak gini bisa jadi energi terbarukan," paparnya.
Mahalnya biaya pemasangan ini terbayar dengan hematnya beban anggaran listrik yang dianggarkan. Saat ini dari 3.200 watt kebutuhan listrik di bangunan masjid dan tempat pengasuhan anak (TPA) yang ada di lantai satu bangunan masjid, tenaga surya menyuplai sebanyak 30 persen listrik.
"Kalau daya kami totalnya 16.500, tapi pemakaian itu rata-rata 3.200 watt. Nah empat panel itu total menghasilkan 800 watt listrik, masing-masing panelnya menghasilkan 200 watt, dengan pemakaian lampu di masjid dan tempat pengasuhan anak di lantai satu itu. Kemudian tempat nyimpan susu asinya anak-anak di TPA, pokok kebutuhan listrik yang TPA pakai semua (dari PLTS)," ungkap dia.
Sementara untuk ruangan masjid yang digunakan salat, dikatakan Sugiyanto hanya penggunaan enam buah alat pendingin ruangan atau AC, yang masih menggunakan sumber listrik dari PLN. Pasalnya dengan daya listrik hampir dua PK, satu AC masing-masing memakan daya listrik 300 meter minimal.
"Itu tinggal kalikan saja, itu daya terendah segitu, kalau dikalikan enam AC sudah berapa. Sedangkan panel surya kami cuma bisa ngangkat daya 800 watt saja. Ya mau nggak mau tetap pakai PLN untuk AC-nya," tukasnya.
Namun diakui Sugiyanto perangkat PLTS ini memerlukan biaya yang besar terutama di pemasangan awalnya. Satu perangkat tenaga surya lengkap setidaknya membutuhkan biaya Rp 20 juta. "Yang paling mahal itu di baterainya harganya Rp 5 juta sendiri, baterainya buatan India, ada tulisannya Made in India," tuturnya.
Nantinya baterai itu disebut pria yang juga Kepala Dusun (Kasun) Perumahan Griya Permata Alam bakal dilakukan perbaikan berkala setelah dua tahun. Perbaikan biasanya dilakukan oleh teknisi pabrikan atau dari teknisi yang memasang perangkat tenaga surya ini, yakni tim dari UMM.
"Mahal di awal nggak masalah, kan manfaatnya besar, daripada uang di saldo masjid berpuluh-puluh juta tapi tidak digunakan apa-apa untuk pemberdayaan masjid kan sayang. Makanya kami dorong masjid-masjid yang lain, daripada punya saldo besar, tidak digunakan lebih baik dipakai masang kayak gini bisa jadi energi terbarukan," paparnya.
Mahalnya biaya pemasangan ini terbayar dengan hematnya beban anggaran listrik yang dianggarkan. Saat ini dari 3.200 watt kebutuhan listrik di bangunan masjid dan tempat pengasuhan anak (TPA) yang ada di lantai satu bangunan masjid, tenaga surya menyuplai sebanyak 30 persen listrik.
"Kalau daya kami totalnya 16.500, tapi pemakaian itu rata-rata 3.200 watt. Nah empat panel itu total menghasilkan 800 watt listrik, masing-masing panelnya menghasilkan 200 watt, dengan pemakaian lampu di masjid dan tempat pengasuhan anak di lantai satu itu. Kemudian tempat nyimpan susu asinya anak-anak di TPA, pokok kebutuhan listrik yang TPA pakai semua (dari PLTS)," ungkap dia.
Sementara untuk ruangan masjid yang digunakan salat, dikatakan Sugiyanto hanya penggunaan enam buah alat pendingin ruangan atau AC, yang masih menggunakan sumber listrik dari PLN. Pasalnya dengan daya listrik hampir dua PK, satu AC masing-masing memakan daya listrik 300 meter minimal.
"Itu tinggal kalikan saja, itu daya terendah segitu, kalau dikalikan enam AC sudah berapa. Sedangkan panel surya kami cuma bisa ngangkat daya 800 watt saja. Ya mau nggak mau tetap pakai PLN untuk AC-nya," tukasnya.
(msd)