Masjid di Malang Gunakan Tenaga Matahari untuk Kebutuhan Listrik
loading...
A
A
A
MALANG - Sekilas bangunan Masjid KH. Ahmad Dahlan Desa Ngijo, Kecamatan Karangploso, Malang tak ada yang beda dengan masjid lainnya. Bangunan masjid berlantai tiga dengan warna biru ini berdiri megah di tengah padatnya permukiman penduduk.
Namun siapa sangka di balik bangunan yang sederhana dengan kubah berwarna kuning keemasan, ada hal berbeda dari masjid di Dusun Perumahan Griya Permata Alam (GPA) Desa Ngijo, Kecamatan Karangploso. Masjid yang memiliki luas 180 meter persegi ini menggunakan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dalam instalasi listirknya, dengan memanfaatkan sinar matahari yang melimpah.
Ya PLTS memang terpasang di masjid yang dibangun 2012 ini. Hal ini menjadikan masjid ini diklaim menjadi satu-satunya masjid di Malang raya, bahkan Jawa Timur yang menggunakan energi terbarukan berupa tenaga surya. Memanfaatkan daya sinar matahari, masjid ini memiliki empat panel yang dapat mengubah energi cahaya matahari menjadi sebuah aliran listrik.
Empat panel ini terpasang di sekitar kubah utama masjid dengan tinggi 20 meter dari lantai dasar. Masing-masing panel memiliki panjang 8 meter, dikali lebar 10 meter dengan empat jumlah panel. Dimana panel surya ini terpasang di sebuah aluminium yang kuat yang dicor ke dalam bangunan kubah masjid.
Baca juga: 2 Pekan di Lapas Surabaya, 2 Napiter Ikrar Setia NKRI
Panel-panel ini lantas menyimpan energi matahari ke dalam sebuah baterai yang berbentuk aki di lantai dua masjid. Baterai inilah yang memiliki fungsi krusial menyimpan daya listrik dari cahaya matahari yang diserap oleh panel-panel di atap masjid.
Selanjutnya, energi listrik itu dialirkan ke alat bernama inverter yang berfungsi menghasilkan daya yang dapat dikonsumsi oleh beban - beban listrik yang ada. Dari solar inverter inilah energi listrik DC dari panel-panel surya menjadi AC untuk menyuplai ke arah beban peralatan listrik.
Ketua Takmir Masjid KH. Ahmad Dahlan Sugiyanto mengungkapkan, pemasangan PLTS dengan empat panel surya sebenarnya telah dilakukan sejak 2021 lalu, tepatnya bukan Agustus 2021. Pembangunan PLTS atau panel surya ini sendiri dilakukan oleh dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Novendra Setiawan sebagai bentuk pengabdian. Prosesnya pun diakui cepat hanya memakan empat hari sudah dapat difungsikan untuk penambah daya listrik di masjid.
"Jadi kampus dan dosennya ini mempunyai program pemberdayaan masyarakat, makanya ketika ditawarkan mau dibantu apa, kalau bangunan Insya Allah masjidnya sudah layak, makanya akhirnya dibuatkan PLTS di Agustus 2021 itu," ucap Sugiyanto, ditemui MPI, Rabu (29/3/2023).
Kini penggunaan panel surya di Masjid KH. Ahmad Dahlan disebut Sugiyanto telah memasuki lebih dari dua tahun. Selama dua tahun itu pula penggunaan sumber energi terbarukan ini cukup bermanfaat bagi suplai dan penghematan energi. Bahkan selama dua tahun lebih penggunaan peralatan ini tetap awet dan tak pernah mengalami kerusakan.
"Memang awet, kami belum pernah nyervis, paling yang dibersihkan baterainya itu saja. Kalau musim hujan pun nggak ada masalah, mendung pun baterainya masih bisa ngisi untuk daya listrik," ucapnya.
Namun diakui Sugiyanto perangkat PLTS ini memerlukan biaya yang besar terutama di pemasangan awalnya. Satu perangkat tenaga surya lengkap setidaknya membutuhkan biaya Rp 20 juta. "Yang paling mahal itu di baterainya harganya Rp 5 juta sendiri, baterainya buatan India, ada tulisannya Made in India," tuturnya.
Nantinya baterai itu disebut pria yang juga Kepala Dusun (Kasun) Perumahan Griya Permata Alam bakal dilakukan perbaikan berkala setelah dua tahun. Perbaikan biasanya dilakukan oleh teknisi pabrikan atau dari teknisi yang memasang perangkat tenaga surya ini, yakni tim dari UMM.
"Mahal di awal nggak masalah, kan manfaatnya besar, daripada uang di saldo masjid berpuluh-puluh juta tapi tidak digunakan apa-apa untuk pemberdayaan masjid kan sayang. Makanya kami dorong masjid-masjid yang lain, daripada punya saldo besar, tidak digunakan lebih baik dipakai masang kayak gini bisa jadi energi terbarukan," paparnya.
Mahalnya biaya pemasangan ini terbayar dengan hematnya beban anggaran listrik yang dianggarkan. Saat ini dari 3.200 watt kebutuhan listrik di bangunan masjid dan tempat pengasuhan anak (TPA) yang ada di lantai satu bangunan masjid, tenaga surya menyuplai sebanyak 30 persen listrik.
"Kalau daya kami totalnya 16.500, tapi pemakaian itu rata-rata 3.200 watt. Nah empat panel itu total menghasilkan 800 watt listrik, masing-masing panelnya menghasilkan 200 watt, dengan pemakaian lampu di masjid dan tempat pengasuhan anak di lantai satu itu. Kemudian tempat nyimpan susu asinya anak-anak di TPA, pokok kebutuhan listrik yang TPA pakai semua (dari PLTS)," ungkap dia.
Sementara untuk ruangan masjid yang digunakan salat, dikatakan Sugiyanto hanya penggunaan enam buah alat pendingin ruangan atau AC, yang masih menggunakan sumber listrik dari PLN. Pasalnya dengan daya listrik hampir dua PK, satu AC masing-masing memakan daya listrik 300 meter minimal.
"Itu tinggal kalikan saja, itu daya terendah segitu, kalau dikalikan enam AC sudah berapa. Sedangkan panel surya kami cuma bisa ngangkat daya 800 watt saja. Ya mau nggak mau tetap pakai PLN untuk AC-nya," tukasnya.
Namun siapa sangka di balik bangunan yang sederhana dengan kubah berwarna kuning keemasan, ada hal berbeda dari masjid di Dusun Perumahan Griya Permata Alam (GPA) Desa Ngijo, Kecamatan Karangploso. Masjid yang memiliki luas 180 meter persegi ini menggunakan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dalam instalasi listirknya, dengan memanfaatkan sinar matahari yang melimpah.
Ya PLTS memang terpasang di masjid yang dibangun 2012 ini. Hal ini menjadikan masjid ini diklaim menjadi satu-satunya masjid di Malang raya, bahkan Jawa Timur yang menggunakan energi terbarukan berupa tenaga surya. Memanfaatkan daya sinar matahari, masjid ini memiliki empat panel yang dapat mengubah energi cahaya matahari menjadi sebuah aliran listrik.
Empat panel ini terpasang di sekitar kubah utama masjid dengan tinggi 20 meter dari lantai dasar. Masing-masing panel memiliki panjang 8 meter, dikali lebar 10 meter dengan empat jumlah panel. Dimana panel surya ini terpasang di sebuah aluminium yang kuat yang dicor ke dalam bangunan kubah masjid.
Baca juga: 2 Pekan di Lapas Surabaya, 2 Napiter Ikrar Setia NKRI
Panel-panel ini lantas menyimpan energi matahari ke dalam sebuah baterai yang berbentuk aki di lantai dua masjid. Baterai inilah yang memiliki fungsi krusial menyimpan daya listrik dari cahaya matahari yang diserap oleh panel-panel di atap masjid.
Selanjutnya, energi listrik itu dialirkan ke alat bernama inverter yang berfungsi menghasilkan daya yang dapat dikonsumsi oleh beban - beban listrik yang ada. Dari solar inverter inilah energi listrik DC dari panel-panel surya menjadi AC untuk menyuplai ke arah beban peralatan listrik.
Ketua Takmir Masjid KH. Ahmad Dahlan Sugiyanto mengungkapkan, pemasangan PLTS dengan empat panel surya sebenarnya telah dilakukan sejak 2021 lalu, tepatnya bukan Agustus 2021. Pembangunan PLTS atau panel surya ini sendiri dilakukan oleh dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Novendra Setiawan sebagai bentuk pengabdian. Prosesnya pun diakui cepat hanya memakan empat hari sudah dapat difungsikan untuk penambah daya listrik di masjid.
"Jadi kampus dan dosennya ini mempunyai program pemberdayaan masyarakat, makanya ketika ditawarkan mau dibantu apa, kalau bangunan Insya Allah masjidnya sudah layak, makanya akhirnya dibuatkan PLTS di Agustus 2021 itu," ucap Sugiyanto, ditemui MPI, Rabu (29/3/2023).
Kini penggunaan panel surya di Masjid KH. Ahmad Dahlan disebut Sugiyanto telah memasuki lebih dari dua tahun. Selama dua tahun itu pula penggunaan sumber energi terbarukan ini cukup bermanfaat bagi suplai dan penghematan energi. Bahkan selama dua tahun lebih penggunaan peralatan ini tetap awet dan tak pernah mengalami kerusakan.
"Memang awet, kami belum pernah nyervis, paling yang dibersihkan baterainya itu saja. Kalau musim hujan pun nggak ada masalah, mendung pun baterainya masih bisa ngisi untuk daya listrik," ucapnya.
Namun diakui Sugiyanto perangkat PLTS ini memerlukan biaya yang besar terutama di pemasangan awalnya. Satu perangkat tenaga surya lengkap setidaknya membutuhkan biaya Rp 20 juta. "Yang paling mahal itu di baterainya harganya Rp 5 juta sendiri, baterainya buatan India, ada tulisannya Made in India," tuturnya.
Nantinya baterai itu disebut pria yang juga Kepala Dusun (Kasun) Perumahan Griya Permata Alam bakal dilakukan perbaikan berkala setelah dua tahun. Perbaikan biasanya dilakukan oleh teknisi pabrikan atau dari teknisi yang memasang perangkat tenaga surya ini, yakni tim dari UMM.
"Mahal di awal nggak masalah, kan manfaatnya besar, daripada uang di saldo masjid berpuluh-puluh juta tapi tidak digunakan apa-apa untuk pemberdayaan masjid kan sayang. Makanya kami dorong masjid-masjid yang lain, daripada punya saldo besar, tidak digunakan lebih baik dipakai masang kayak gini bisa jadi energi terbarukan," paparnya.
Mahalnya biaya pemasangan ini terbayar dengan hematnya beban anggaran listrik yang dianggarkan. Saat ini dari 3.200 watt kebutuhan listrik di bangunan masjid dan tempat pengasuhan anak (TPA) yang ada di lantai satu bangunan masjid, tenaga surya menyuplai sebanyak 30 persen listrik.
"Kalau daya kami totalnya 16.500, tapi pemakaian itu rata-rata 3.200 watt. Nah empat panel itu total menghasilkan 800 watt listrik, masing-masing panelnya menghasilkan 200 watt, dengan pemakaian lampu di masjid dan tempat pengasuhan anak di lantai satu itu. Kemudian tempat nyimpan susu asinya anak-anak di TPA, pokok kebutuhan listrik yang TPA pakai semua (dari PLTS)," ungkap dia.
Sementara untuk ruangan masjid yang digunakan salat, dikatakan Sugiyanto hanya penggunaan enam buah alat pendingin ruangan atau AC, yang masih menggunakan sumber listrik dari PLN. Pasalnya dengan daya listrik hampir dua PK, satu AC masing-masing memakan daya listrik 300 meter minimal.
"Itu tinggal kalikan saja, itu daya terendah segitu, kalau dikalikan enam AC sudah berapa. Sedangkan panel surya kami cuma bisa ngangkat daya 800 watt saja. Ya mau nggak mau tetap pakai PLN untuk AC-nya," tukasnya.
(msd)