Sosok I-Tsing, Biksu Tiongkok yang Belajar Sampai ke Kerajaan Sriwijaya

Senin, 16 Januari 2023 - 04:11 WIB
Candi Bahal di Desa Bahal, Kecamatan Padang Bolak, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, merupakan peninggalan Kerajaan Pannai, yang ditaklukkan Kerajaan Sriwijaya. Foto-foto/Dok.SINDOphoto/Hasiholan Siahaan
Nama Sriwijaya sebagai kerajaan penganut Budha, telah kesohor di berbagai penjuru dunia. Dalam Prasasti Kedukan Bukit, berangka tahun 605 Saka (683 M), Kadatuan Sriwijaya pertama kali didirikan di sekitar Palembang, di tepian Sungai Musi.



Dalam perkembangannya, Sriwijaya juga menjadi pusat pengajaran Budha, hingga menarik banyak peziarah dan sarjana dari negara-negara di Asia, untuk datang mengunjunginya. Mereka yang datang, salah satunya pendeta dari Tiongkok, I-Tsing.

I-Tsing melakukan kunjungan ke Sumatera, dalam perjalanan studinya di Universitas Nalanda, India, pada tahun 671 dan 695. I-Tsing melaporkan bahwa Sriwijaya menjadi rumah bagi sarjana Budha, sehingga menjadi pusat pembelajaran agama Budha.

Selain berita di atas, terdapat berita yang dibawakan oleh I-Tsing, dinyatakan bahwa terdapat 1.000 orang pendeta yang belajar agama Budha pada Sakyakirti, seorang pendeta terkenal di Sriwijaya.





Slamet Muljana, dalam bukunya yang berjudul "Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara" menyebutkan, pada tahun 671 pendeta I-Tsing berangkat dari Kanton, ke Nalanda melalui Sriwijaya.

Pengembaraan I-Tsing di luar Tiongkok, berlangsung selama 25 tahun. Ia kembali ke Kwang-tung pada pertengahan musim panas tahun pertama atau sekitar 695 Masehi. Hingga abad tujuh masehi, disebut hanya pendeta Budha Tiongkok yang memainkan perjalanan dari India untuk mengunjungi Sriwijaya, di Pulau Sumatera.

Pada zaman Sriwijaya, diperkirakan telah ada hubungan pelayaran yang teratur antara Tiongkok (Kanton), dan pelabuhan Melayu di Kerajaan Sriwijaya. Kapal yang berlayar dari Kanton ke Sriwijaya dan kebalikannya adalah kapal dagang.

Pendeta I-Tsing tidak pernah menyinggung adanya orang-orang Tionghoa, yang menetap di Pelabuhan Melayu atau di Pelabuhan Sriwijaya. Sementara kapal dagang yang berlayar dari pelabuhan Melayu ke Kanton atau sebaliknya kebanyakan adalah kapal asing, Kapal Persia, atau Kapal India.

Kedatangan etnis Tionghoa mulai terjadi peningkatan sesudah abad ke-8. Pasalnya ada perubahan sikap dari pedagang Tionghoa yang banyak bertolak ke negara-negara selatan, termasuk mengunjungi Pelabuhan Sriwijaya dan pelabuhan Melayu.



Pada abad delapan, Tiongkok yang mulai menjadi negara penghasil teh juga menjadi faktor pendorong kian banyaknya pedagang-pedagang dari Tiongkok yang mengembara. Selain teh, komoditi porselen juga menjadi barang ekspor khusus di masa itu yang membuat pedagang-pedagang Tiongkok, masuk ke beberapa negara, termasuk salah satunya bumi Nusantara.

Ekspedisi etnis Tiongkok di bawah Laksamana Cheng Ho pada masa pemerintahan kaisar Yung-lo dari Rajakula Ming, disebut menjadi tonggak penting masuknya etnis Tiongkok di beberapa negara Asia Tenggara.

Dikisahkan saat melakukan ekspedisi di tahun 1405, pasukan Laksmana Cheng Ho sempat singgah di bandar Samudera Pasai. Dari situlah Laksamana Cheng Ho bertemu dengan Sultan Samudera Pasai, Zainal Abidin Bahian Syah.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More