Dibangun Tanpa Izin, Mega Proyek Gitet Lubai Ulu Didemo Warga
Minggu, 05 Juli 2020 - 19:37 WIB
PRABUMULIH - Proyek Pembangunan Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi (Gitet) 500/275 KV terbesar di Sumatera Selatan (Sumsel) yang terletak di Dusun 5 (87) Desa Pagar Dewa Kecamatan Lubai Ulu Kabupaten Muaraenim, dikeluhan warga sekitar lokasi.
Pasalnya, sepanjang jalan Desa Pagar Dewa, Desa Sumber Mulia dan desa lain yang dilalui kendaraan berat pengangkut bahan material menuju lokasi pembangunan Gitet mengalami kerusakan cukup parah. (Baca: Imbas Corona, Pembeli Kambing Kurban di Linggau Turun hingga 50 Persen )
Tidak hanya itu, pembangunan mega proyek tersebut bahkan tidak melibatkan dan tidak memprioritaskan tenaga kerja maupun para pengusaha lokal. Keseluruhan pekerjaan diambil alih lima perusahaan sub kontrak yang diduga menerapkan sistem monopoli dengan tujuan agar warga maupun pengusaha lokal tidak ikut campur.
Parahnya, pembangunan PLTU yang telah berjalan selama satu tahun terakhir itu tidak memiliki izin dari pemerintah Kabupaten Muaraenim, baik izin lingkungan maupun izin lain tidak dikantongi pihak perusahaan pengerjaan proyek.
Perusahaan berdalih itu merupakan proyek strategis nasional, sehingga lima perusahaan sub kontrak tidak pernah ada koordinasi dengan pemerintah Kabupaten Muaraenim, Camat bahkan kepala desa.Padahal proyek tersebut menggunakan lahan yang sangat luas yakni 58 hektar di wilayah Kecamatan Lubai Ulu Kabupaten Muaraenim.
Warga Lubai Ulu bahkan telah berkali-kali melakukan aksi unjuk rasa, penghadangan jalan maupun lainnya agar pihak pekerja proyek tidak hanya sekedar membangun tanpa peduli dengan masyarakat namun hal itu tidak pernah berhasil.
Pertemuan demi pertemuan bahkan telah digelar namun juga tak menemui kesepakatan dan enam perusahaan masing-masing PT Medan Smart Jaya (MSJ), PT Versi, PT Citra Mas, PT HBAP dan PT GEGSI tetap melakukan aktifitas meski belum ada izin.
"Beberapa kali pertemuan baik tingkat kecamatan maupun lainnya tidak pernah ada titik temu, warga seperti tidak dianggap. Terakhir pertemuan lima perusahaan menyetujui enam point permintaan warga namun kemudian dikangkangi," ungkap Bayu Virmansyah, perwakilan tokoh masyarakat Kecamatan Lubai Ulu kepada wartawan, Minggu (5/7/2020).
Bayu menuturkan, adapun enam point tuntutan warga yang bakal dipatuhi pihak perusahaan antara lain masalah jalan dan jembatan yang dilalui agar diperbaiki, masalah tenaga kerja skill dan non skill agar memprioritaskan warga sekitar, masalah pengadaan material dengan harga pasaran, masalah alat-alat inventaris seperti alat berat.
Pasalnya, sepanjang jalan Desa Pagar Dewa, Desa Sumber Mulia dan desa lain yang dilalui kendaraan berat pengangkut bahan material menuju lokasi pembangunan Gitet mengalami kerusakan cukup parah. (Baca: Imbas Corona, Pembeli Kambing Kurban di Linggau Turun hingga 50 Persen )
Tidak hanya itu, pembangunan mega proyek tersebut bahkan tidak melibatkan dan tidak memprioritaskan tenaga kerja maupun para pengusaha lokal. Keseluruhan pekerjaan diambil alih lima perusahaan sub kontrak yang diduga menerapkan sistem monopoli dengan tujuan agar warga maupun pengusaha lokal tidak ikut campur.
Parahnya, pembangunan PLTU yang telah berjalan selama satu tahun terakhir itu tidak memiliki izin dari pemerintah Kabupaten Muaraenim, baik izin lingkungan maupun izin lain tidak dikantongi pihak perusahaan pengerjaan proyek.
Perusahaan berdalih itu merupakan proyek strategis nasional, sehingga lima perusahaan sub kontrak tidak pernah ada koordinasi dengan pemerintah Kabupaten Muaraenim, Camat bahkan kepala desa.Padahal proyek tersebut menggunakan lahan yang sangat luas yakni 58 hektar di wilayah Kecamatan Lubai Ulu Kabupaten Muaraenim.
Warga Lubai Ulu bahkan telah berkali-kali melakukan aksi unjuk rasa, penghadangan jalan maupun lainnya agar pihak pekerja proyek tidak hanya sekedar membangun tanpa peduli dengan masyarakat namun hal itu tidak pernah berhasil.
Pertemuan demi pertemuan bahkan telah digelar namun juga tak menemui kesepakatan dan enam perusahaan masing-masing PT Medan Smart Jaya (MSJ), PT Versi, PT Citra Mas, PT HBAP dan PT GEGSI tetap melakukan aktifitas meski belum ada izin.
"Beberapa kali pertemuan baik tingkat kecamatan maupun lainnya tidak pernah ada titik temu, warga seperti tidak dianggap. Terakhir pertemuan lima perusahaan menyetujui enam point permintaan warga namun kemudian dikangkangi," ungkap Bayu Virmansyah, perwakilan tokoh masyarakat Kecamatan Lubai Ulu kepada wartawan, Minggu (5/7/2020).
Bayu menuturkan, adapun enam point tuntutan warga yang bakal dipatuhi pihak perusahaan antara lain masalah jalan dan jembatan yang dilalui agar diperbaiki, masalah tenaga kerja skill dan non skill agar memprioritaskan warga sekitar, masalah pengadaan material dengan harga pasaran, masalah alat-alat inventaris seperti alat berat.
tulis komentar anda