Penampakan Rumah Kelahiran Mohammad Natsir, Pahlawan Nasional asal Solok
Sabtu, 06 Agustus 2022 - 16:38 WIB
Seiring berjalannya waktu, ketika umur M Natsir sekitar lima sampai enam tahun, Nagari Alahan Panjang dinyatakan dalam keadaan genting atau darurat. Pemerintah setempat mengumumkan agar masyarakat segera meninggalkan rumah untuk pergi menyelamatkan diri ke bukit-bukit.
"Karena terdapat kabar bahwa penjajah Belanda akan melakukan serangan bom di Nagari Alahan Panjang," katanya.
Semenjak kejadian itu, maka berpisahlah keluarga Idris (orang tua Buya M Natsir) dan keluarga Kamal (kakek Tuti). Keluarga Idris kembali ke kampung halaman mereka di Maninja.
Sementara keluarga Kamal mengungsi ke daerah pegunungan di Sungai Abu, Kecamatan Hiliran Gumanti karena tempat tersebut belum di ketahui oleh penjajah Belanda waktu itu.
Sesampai di Alahan Panjang setelah pulang dari tempat pengungsian sekitar tiga hingga empat bulan lamanya, keluarga Kamal menemukan rumah tempat kelahiran M Natsir tersebut habis dibakar oleh penjajah Belanda.
"Rumah sebelumnya sudah dibakar penjajah Belanda. Setelah kemerdekaan rumah ini kembali dibangun, persis seperti aslinya untuk mengenang sejarah," kata Tuti.
Sampai saat ini Tuti bersama keluarganya terus berupaya membangun dan melestarikan rumah bersejarah paninggalan kakeknya. Di mana rumah itu merupakan tempat kelahiran Buya M Natsir yang saat ini telah diangkat sebagai pahlawan nasional.
Selain itu, Tuti juga mengatakan bahwa ia pernah bertemu buya M Natsir sekitar tahun 1970-an. Menurutnya buya merupakan sosok yang sangat sederhana, cerdas, dan rendah hati.
"Bahkan saat M Natsir diangkat menjadi menteri pun rumah dan pakaiannya tampak sederhana, namun tetap menghargai keluarga kami yang berkunjung ke rumahnya, meskipun tamu beliau sangat ramai waktu itu," katanya.
Kendati merupakan rumah milik pribadinya, Tuti tidak membatasi siapa pun yang hendak berkunjung ke rumah bersejarah itu.
"Karena terdapat kabar bahwa penjajah Belanda akan melakukan serangan bom di Nagari Alahan Panjang," katanya.
Semenjak kejadian itu, maka berpisahlah keluarga Idris (orang tua Buya M Natsir) dan keluarga Kamal (kakek Tuti). Keluarga Idris kembali ke kampung halaman mereka di Maninja.
Sementara keluarga Kamal mengungsi ke daerah pegunungan di Sungai Abu, Kecamatan Hiliran Gumanti karena tempat tersebut belum di ketahui oleh penjajah Belanda waktu itu.
Sesampai di Alahan Panjang setelah pulang dari tempat pengungsian sekitar tiga hingga empat bulan lamanya, keluarga Kamal menemukan rumah tempat kelahiran M Natsir tersebut habis dibakar oleh penjajah Belanda.
"Rumah sebelumnya sudah dibakar penjajah Belanda. Setelah kemerdekaan rumah ini kembali dibangun, persis seperti aslinya untuk mengenang sejarah," kata Tuti.
Sampai saat ini Tuti bersama keluarganya terus berupaya membangun dan melestarikan rumah bersejarah paninggalan kakeknya. Di mana rumah itu merupakan tempat kelahiran Buya M Natsir yang saat ini telah diangkat sebagai pahlawan nasional.
Selain itu, Tuti juga mengatakan bahwa ia pernah bertemu buya M Natsir sekitar tahun 1970-an. Menurutnya buya merupakan sosok yang sangat sederhana, cerdas, dan rendah hati.
"Bahkan saat M Natsir diangkat menjadi menteri pun rumah dan pakaiannya tampak sederhana, namun tetap menghargai keluarga kami yang berkunjung ke rumahnya, meskipun tamu beliau sangat ramai waktu itu," katanya.
Kendati merupakan rumah milik pribadinya, Tuti tidak membatasi siapa pun yang hendak berkunjung ke rumah bersejarah itu.
tulis komentar anda