Merinding, Upacara Bersih Darah Dayak Menumpas Tentara Belanda dan Jepang
Sabtu, 29 Januari 2022 - 07:07 WIB
Sumpit perang suku Dayak Punan memiliki tiga bagian. Pertama batang sumpit yang bentuknya seperti pipa besi. Lalu anak sumpit atau uyan yang beracun pada matanya. Kemudian mata tombak yang terbuat dari besi.
Mata tombak pada ujung sumpit membuat sumpit Dayak Punan menjadi istimewa. Sehingga, saat mata sumpit habis, sumpit bisa tetap digunakan untuk menyerang seperti tombak. Batang sumpit dibuat dengan menggunakan kayu ulin.
Sedangkan anak panahnya dibuat dengan menggunakan kayu tulang yang dibuat lebar pada bagian pangkalnya.
Anak panah sumpit suku Dayak Punan dilumuri racun getah pohon di dalam hutan yang belum ada obat penawarnya. Dengan demikian, sekali kena sumpit beracun, maka bisa dipastikan orang atau binatang tersebut akan mati.
Tetapi tidak hanya Belanda yang gagal menguasai wilayah Kalimantan. Tentara Jepang yang dikenal bengis dan haus darah itu juga tidak bisa menembus pedalaman hutan Kalimantan karena kuatnya persatuan suku Dayak Kalbar.
Perang melawan tentara Jepang ini terjadi pada April hingga Agustus 1944. Perang tersebut dikenal juga dengan Perang Madjang Desa di Embuan Kunyil, Kecamatan Maliau, Kabupaten Sanggau. Perang ini sangat sadis dan brutal.
Berawal dari pengepungan tentara Jepang di gedung Landraadweg, Jalan Jenderal Urip sekarang, pada 1943. Dalam gedung itu, berkumpul 500 orang tokoh Dayak diseluruh Kalbar, untuk sebuah konferensi.
Semua tokoh Dayak di Kalbar datang saat itu. Mulai dari pemuda, alim ulama, wanita, Sultan Sambas, para pangeran dan panembahan, semuanya hadir. Awalnya, pertemuan berlangsung kondusif dengan para wanita dijadikan pelayan.
Mata tombak pada ujung sumpit membuat sumpit Dayak Punan menjadi istimewa. Sehingga, saat mata sumpit habis, sumpit bisa tetap digunakan untuk menyerang seperti tombak. Batang sumpit dibuat dengan menggunakan kayu ulin.
Sedangkan anak panahnya dibuat dengan menggunakan kayu tulang yang dibuat lebar pada bagian pangkalnya.
Anak panah sumpit suku Dayak Punan dilumuri racun getah pohon di dalam hutan yang belum ada obat penawarnya. Dengan demikian, sekali kena sumpit beracun, maka bisa dipastikan orang atau binatang tersebut akan mati.
Baca Juga
Tetapi tidak hanya Belanda yang gagal menguasai wilayah Kalimantan. Tentara Jepang yang dikenal bengis dan haus darah itu juga tidak bisa menembus pedalaman hutan Kalimantan karena kuatnya persatuan suku Dayak Kalbar.
Perang melawan tentara Jepang ini terjadi pada April hingga Agustus 1944. Perang tersebut dikenal juga dengan Perang Madjang Desa di Embuan Kunyil, Kecamatan Maliau, Kabupaten Sanggau. Perang ini sangat sadis dan brutal.
Berawal dari pengepungan tentara Jepang di gedung Landraadweg, Jalan Jenderal Urip sekarang, pada 1943. Dalam gedung itu, berkumpul 500 orang tokoh Dayak diseluruh Kalbar, untuk sebuah konferensi.
Semua tokoh Dayak di Kalbar datang saat itu. Mulai dari pemuda, alim ulama, wanita, Sultan Sambas, para pangeran dan panembahan, semuanya hadir. Awalnya, pertemuan berlangsung kondusif dengan para wanita dijadikan pelayan.
tulis komentar anda