Ikut Pertempuran 10 November, KH Amin Asal Cirebon Disebut Tak Mempan Lemparan Bom
Rabu, 10 November 2021 - 05:00 WIB
Ternyata Kiai Hasyim Asy’ari menunggu kekasih Allah dari Cirebon yang akan datang menjaga langit Surabaya, beliau adalah KH. Abbas Abdul Jamil dari Pesantren Buntet Cirebon dan KH. Amin Sepuh dari Pesantren Babakan, Ciwaringin Cirebon.
Sehingga saat mendengar Inggris akan mendarat di Surabaya pada 25 Oktober 1945 dengan misi mengembalikan Indonesia kepada Belanda, maka KH Amin menggelar rapat bersama para kiai di wilayahnya.
Menurut penuturan Kiai Fathoni, pertemuan itu dilakukan di daerah Mijahan, Plumbon, Cirebon. Bersama dengan Kiai Amin, Kiai Fathoni menjadi saksi pertemuan yang melibatkan KH. Abbas Abdul Jamil Pesantren Buntet, KH. Anshory (Plered), dan ulama lain.
Pertemuan itu ditindaklanjuti dengan pengiriman anggota laskar ke Surabaya untuk menghadang 6000 pasukan Brigade 49, Divisi 23 yang dipimpin Brigadir Jenderal AWS Mallaby.
Tidak ketinggalan, KH. Amin juga ikut berangkat ke Surabaya serta turut mengusahakan pendanaan untuk biaya keberangkatan.
Kiai Fathoni mengatakan bahwa untuk pendanaan, beliau menyerahkan 100 gram emas yang terdiri dari kalung, gelang, dan cincin.
Kepahlawanan KH Amin dalam peristiwa 10 November memang cukup legendaris sampai sekarang.
Bahkan saat itu ada stasiun radio yang menyiarkan bahwa KH. Amin adalah seorang yang tidak mempan senjata maupun peluru saat bertempur di Surabaya.
Bahkan, dia juga dikabarkan tidak mati, meski dilempari bom sebanyak 8 kali. Siaran inilah yang membuat kepulangan KH. Amin ke Cirebon disambut oleh 3000-an orang untuk meminta ijazah kekebalan darinya.
Kondisi ini tentu saja membuatnya marah. Dan beliau mengatakan dengan nada tinggi jika tidak mati karena bomnya meleset.
Sehingga saat mendengar Inggris akan mendarat di Surabaya pada 25 Oktober 1945 dengan misi mengembalikan Indonesia kepada Belanda, maka KH Amin menggelar rapat bersama para kiai di wilayahnya.
Menurut penuturan Kiai Fathoni, pertemuan itu dilakukan di daerah Mijahan, Plumbon, Cirebon. Bersama dengan Kiai Amin, Kiai Fathoni menjadi saksi pertemuan yang melibatkan KH. Abbas Abdul Jamil Pesantren Buntet, KH. Anshory (Plered), dan ulama lain.
Pertemuan itu ditindaklanjuti dengan pengiriman anggota laskar ke Surabaya untuk menghadang 6000 pasukan Brigade 49, Divisi 23 yang dipimpin Brigadir Jenderal AWS Mallaby.
Tidak ketinggalan, KH. Amin juga ikut berangkat ke Surabaya serta turut mengusahakan pendanaan untuk biaya keberangkatan.
Kiai Fathoni mengatakan bahwa untuk pendanaan, beliau menyerahkan 100 gram emas yang terdiri dari kalung, gelang, dan cincin.
Kepahlawanan KH Amin dalam peristiwa 10 November memang cukup legendaris sampai sekarang.
Bahkan saat itu ada stasiun radio yang menyiarkan bahwa KH. Amin adalah seorang yang tidak mempan senjata maupun peluru saat bertempur di Surabaya.
Bahkan, dia juga dikabarkan tidak mati, meski dilempari bom sebanyak 8 kali. Siaran inilah yang membuat kepulangan KH. Amin ke Cirebon disambut oleh 3000-an orang untuk meminta ijazah kekebalan darinya.
Kondisi ini tentu saja membuatnya marah. Dan beliau mengatakan dengan nada tinggi jika tidak mati karena bomnya meleset.
Lihat Juga :
tulis komentar anda