Kisah Heroik Bocah Kediri, Bertaruh Nyawa Jadi Kurir Proklamasi Kemerdekaan 1945
Senin, 09 Agustus 2021 - 05:00 WIB
Gatok Iskandar baru berumur 15 tahun ketika dua orang utusan Soekanto Tjokrodiatmodjo, Kapolri pertama (1945-1959), tiba di Kediri. Saat itu bulan Oktober 1945. Proklamasi Kemerdekaan yang dikumandangkan Soekarno-Hatta di Pegangsaan Timur Jakarta, berusia dua bulan. Deklarasi kemerdekaan yang berlangsung mencekam. Di hari itu Jepang masih berkuasa. Dengan memiliki empat batalyon bersenjata lengkap, Jakarta masih dikangkangi sepenuhnya.
"Andaikata mau, pasukan Jepang mungkin saja dapat meringkus para pejuang republiken yang ada di sana. Yang pada kenyataannya, mereka itu hanya bermodalkan semangat serta secarik kertas proklamasi," kata Mangil Martowidjojo, pengawal Bung Karno seperti dikisahkan Julius Pour dalam "Pengalaman dan Kesaksian Sejak Proklamasi Sampai Orde Baru".
Sudah dua bulan lamanya dikumandangkan, namun kabar proklamasi kemerdekaan belum juga tersebar merata. Khususnya di daerah-daerah luar Jakarta. Terutama di luar Jawa. Mereka yang kebetulan memiliki radio, bisa segera tahu. Bahwa Indonesia telah merdeka. Karena RRI (Radio Republik Indonesia) menyiarkannya berulang-ulang. Namun rakyat kelas bawah di luar Jakarta dan luar Pulau Jawa yang tidak punya radio, banyak yang belum tahu.
Pada Oktober 1945, Gatot masih tercatat sebagai siswa kelas III SMP sekolah Taman Siswa Yogyakarta. Ia juga tercatat aktif dalam organisasi Pemuda Republik Indonesia (Perindo). Karena situasi kacau balau, tahun 1944, sekolahnya tutup. Dan Gatot memutuskan pulang ke Kediri. Remaja yang baru tumbuh itu sedang berada di markas Perindo Kediri saat dua pemuda utusan Kapolri Soekanto tiba dari Jakarta.
Tajib Ermadi, salah seorang tokoh pergerakan sekaligus pejuang Kediri yang kelak menjadi Pemimpin Umum Majalah Jayabaya, tiba-tiba memanggil namanya. Tajib yang menerima dua orang tamu dari Jakarta. Hayat Harahap dan Suratman. Hayat Harahap adalah keponakan Parada Harahap, salah satu tokoh pers Indonesia. Gatot dipanggil untuk diperkenalkan.
"Kedua pemuda itu dari organisasi Gerakan Angkatan Muda Indonesia (GAMI) yang membawa surat tugas yang ditandatangani oleh Kepala Kepolisian Negara, Bapak RS Sukanto," tutur Gatot Iskandar seperti diceritakan dalam buku "Kurir-kurir Kemerdekaan, Kisah Nyata Para Pemuda Pembawa Berita Proklamasi 1945".
"Andaikata mau, pasukan Jepang mungkin saja dapat meringkus para pejuang republiken yang ada di sana. Yang pada kenyataannya, mereka itu hanya bermodalkan semangat serta secarik kertas proklamasi," kata Mangil Martowidjojo, pengawal Bung Karno seperti dikisahkan Julius Pour dalam "Pengalaman dan Kesaksian Sejak Proklamasi Sampai Orde Baru".
Sudah dua bulan lamanya dikumandangkan, namun kabar proklamasi kemerdekaan belum juga tersebar merata. Khususnya di daerah-daerah luar Jakarta. Terutama di luar Jawa. Mereka yang kebetulan memiliki radio, bisa segera tahu. Bahwa Indonesia telah merdeka. Karena RRI (Radio Republik Indonesia) menyiarkannya berulang-ulang. Namun rakyat kelas bawah di luar Jakarta dan luar Pulau Jawa yang tidak punya radio, banyak yang belum tahu.
Baca Juga
Pada Oktober 1945, Gatot masih tercatat sebagai siswa kelas III SMP sekolah Taman Siswa Yogyakarta. Ia juga tercatat aktif dalam organisasi Pemuda Republik Indonesia (Perindo). Karena situasi kacau balau, tahun 1944, sekolahnya tutup. Dan Gatot memutuskan pulang ke Kediri. Remaja yang baru tumbuh itu sedang berada di markas Perindo Kediri saat dua pemuda utusan Kapolri Soekanto tiba dari Jakarta.
Tajib Ermadi, salah seorang tokoh pergerakan sekaligus pejuang Kediri yang kelak menjadi Pemimpin Umum Majalah Jayabaya, tiba-tiba memanggil namanya. Tajib yang menerima dua orang tamu dari Jakarta. Hayat Harahap dan Suratman. Hayat Harahap adalah keponakan Parada Harahap, salah satu tokoh pers Indonesia. Gatot dipanggil untuk diperkenalkan.
"Kedua pemuda itu dari organisasi Gerakan Angkatan Muda Indonesia (GAMI) yang membawa surat tugas yang ditandatangani oleh Kepala Kepolisian Negara, Bapak RS Sukanto," tutur Gatot Iskandar seperti diceritakan dalam buku "Kurir-kurir Kemerdekaan, Kisah Nyata Para Pemuda Pembawa Berita Proklamasi 1945".
tulis komentar anda