Kisah Heroik Bocah Kediri, Bertaruh Nyawa Jadi Kurir Proklamasi Kemerdekaan 1945
Senin, 09 Agustus 2021 - 05:00 WIB
Suroso Prawirodirdjo dari Madiun. Pemuda Suroso merupakan pegawai jawatan kereta api yang juga aktif di organisasi Angkatan Muda Kereta Api. Dari Madiun Suroso ditemani Bonggar, pegawai jawatan kereta api kelahiran Sumatera Utara. Gatot dan Umar yang berusia paling belia juga diperkenalkan dengan pemuda Indratno, kurir kemerdekaan asal Yogyakarta, Supardi dari Banyumas, Cik Somad asal Palembang, Syamsudin dari Bengkulu, Anwar serta Azwar dan Rivai (Keduanya kakak adik) dari Minangkabau, dan Hamid dari Tapanuli.
Di Jakarta yang situasinya mencekam , mereka menginap selama dua minggu. Briefing dan arahan mereka terima. Hingga tiba saatnya melanjutkan jalan. Dari Sawah Besar mereka bersama-sama menuju Pasar Ikan untuk menaiki kapal. Tim kurir kemerdekaan dibagi. Umar dan Cik Somad ke Lampung. Syamsudin dan Supardi ke Bengkulu. Azwar, Rifai dan Anwar ke Sumatra Barat. Suroso dan Bonggar ke Sumatra Utara serta Gatot dan Hamid ke Tapanuli.
Perjalanan sempat terjeda lima hari, karena mesin kapal mendadak rusak dan harus dibenahi. Masih di perairan Tangerang, kapal kayu itu kembali mogok. Dibantu nelayan yang melintas, rombongan dievakuasi ke darat. Mereka memutuskan mendatangi markas Akademi Militer Tangerang. Gatot Cs sempat bertemu tokoh militer Daan Mogot dan Kemal Idris.
Setelah istirahat semalaman, rombongan diantar menuju Serang. Di atas geladak kapal BKR (Badan Keamanan Rakyat) Laut, yakni cikal bakal TRI dan TNI, rombongan menyeberang ke Sumatera . Untuk menghindari patroli Belanda di selat Sunda, penyeberangan melalui Anyer dilakukan pagi-pagi buta. Empat jam terapung di atas air. Penumpang yang belum terbiasa mulai terserang mabuk laut. Menguras isi perut untuk diberikan kepada ikan-ikan. Suroso, salah satunya.
Rombongan akhirnya sampai di Ketapang yang dilanjut dengan menempuh jalan darat. Semuanya berjalan kaki hingga tiba di Kalianda, Lampung. Sebuah truk jemputan menunggu. Satu-persatu naik, dan langsung diangkut menuju Tanjungkarang. Tiba di kediaman Residen Lampung Mr Harahap, semua diminta turun. Rombongan melihat Hayat Harahap, tokoh GAMI yang mereka temui di Jakarta, sudah ada di lokasi.
Semua merasa lega karena ternyata tidak tersesat. Rasa penat dilepas. Dua malam mereka menginap sekaligus bisa beristirahat. Tepat hari ketiga, semua berkemas, karena perjalanan kembali dilanjutkan. Dengan bekal beras dan uang ala kadar, tugas sebagai kurir kemerdekaan , dimulai.
"Yang ditugaskan ke Bengkulu dan Palembang, naik dalam satu bus jurusan Palembang. Sedangkan yang bertugas ke Sumatera Barat, Tapanuli dan Sumatera Utara, dalam satu bus pula," tulis Gatot dalam " Kurir-kurir Kemerdekaan , Kisah Nyata Para Pemuda Pembawa Berita Proklamasi 1945".
Di Palembang, rombongan berpencar. Masing-masing mendapat surat jalan yang intinya menerangkan pembawa surat adalah anggota organisasi pemuda dari Jawa, yang bertugas menyebarkan berita Proklamasi Kemerdekaan . Surat tugas hanya akan diperlihatkan kepada pejabat setempat. Juga ketika ada penggeledahan pejuang. Mereka diwanti-wanti menyembunyikan surat tugas dari tentara Jepang maupun Belanda.
Baca Juga
Di Jakarta yang situasinya mencekam , mereka menginap selama dua minggu. Briefing dan arahan mereka terima. Hingga tiba saatnya melanjutkan jalan. Dari Sawah Besar mereka bersama-sama menuju Pasar Ikan untuk menaiki kapal. Tim kurir kemerdekaan dibagi. Umar dan Cik Somad ke Lampung. Syamsudin dan Supardi ke Bengkulu. Azwar, Rifai dan Anwar ke Sumatra Barat. Suroso dan Bonggar ke Sumatra Utara serta Gatot dan Hamid ke Tapanuli.
Perjalanan sempat terjeda lima hari, karena mesin kapal mendadak rusak dan harus dibenahi. Masih di perairan Tangerang, kapal kayu itu kembali mogok. Dibantu nelayan yang melintas, rombongan dievakuasi ke darat. Mereka memutuskan mendatangi markas Akademi Militer Tangerang. Gatot Cs sempat bertemu tokoh militer Daan Mogot dan Kemal Idris.
Setelah istirahat semalaman, rombongan diantar menuju Serang. Di atas geladak kapal BKR (Badan Keamanan Rakyat) Laut, yakni cikal bakal TRI dan TNI, rombongan menyeberang ke Sumatera . Untuk menghindari patroli Belanda di selat Sunda, penyeberangan melalui Anyer dilakukan pagi-pagi buta. Empat jam terapung di atas air. Penumpang yang belum terbiasa mulai terserang mabuk laut. Menguras isi perut untuk diberikan kepada ikan-ikan. Suroso, salah satunya.
Rombongan akhirnya sampai di Ketapang yang dilanjut dengan menempuh jalan darat. Semuanya berjalan kaki hingga tiba di Kalianda, Lampung. Sebuah truk jemputan menunggu. Satu-persatu naik, dan langsung diangkut menuju Tanjungkarang. Tiba di kediaman Residen Lampung Mr Harahap, semua diminta turun. Rombongan melihat Hayat Harahap, tokoh GAMI yang mereka temui di Jakarta, sudah ada di lokasi.
Semua merasa lega karena ternyata tidak tersesat. Rasa penat dilepas. Dua malam mereka menginap sekaligus bisa beristirahat. Tepat hari ketiga, semua berkemas, karena perjalanan kembali dilanjutkan. Dengan bekal beras dan uang ala kadar, tugas sebagai kurir kemerdekaan , dimulai.
"Yang ditugaskan ke Bengkulu dan Palembang, naik dalam satu bus jurusan Palembang. Sedangkan yang bertugas ke Sumatera Barat, Tapanuli dan Sumatera Utara, dalam satu bus pula," tulis Gatot dalam " Kurir-kurir Kemerdekaan , Kisah Nyata Para Pemuda Pembawa Berita Proklamasi 1945".
Di Palembang, rombongan berpencar. Masing-masing mendapat surat jalan yang intinya menerangkan pembawa surat adalah anggota organisasi pemuda dari Jawa, yang bertugas menyebarkan berita Proklamasi Kemerdekaan . Surat tugas hanya akan diperlihatkan kepada pejabat setempat. Juga ketika ada penggeledahan pejuang. Mereka diwanti-wanti menyembunyikan surat tugas dari tentara Jepang maupun Belanda.
tulis komentar anda