AJI Nilai Kebebasan Pers Memburuk di Tengah Pandemi
Senin, 03 Mei 2021 - 19:26 WIB
Sementara itu, sejak diundangkan pada 2008 dan direvisi pada 2016, UU ITE masih jadi momok kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di Indonesia. Koalisi Serius Revisi UU ITE kolaborasi 24 organisasi masyarakat sipil termasuk AJI menganalisis bahwa ada 8 pasal bermasalah yang membelenggu ruang kebebasan berekspresi. Dari delapan pasal tersebut, AJI mencatat ada tiga pasal yang mengancam langsung pada kebebasan pers.
Tiga pasal itu yakni Pasal 27 ayat 3 tentang pencemaran nama baik dan Pasal 28 ayat 2 tentang ujaran. Kedua pasal ini yang paling sering menjerat jurnalis. Pasal ketiga yang bermasalah adalah Pasal 40 ayat (2b). Pasal ini memberikan kewenangan pada pemerintah melakukan pemutusan akses dan atau memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum.
Di Sulawesi Selatan, dalam kurung waktu 2020 – 2021, AJI Makassar mencatat sedikitnya 4 kasus jurnalis yang dilaporkan ke pihak aparat kepolisian. Dari 4 laporan tersebut, pelapor merupakan pejabat publik yang berkuasa di daerahnya seperti Bupati, Wakil Bupati dan keluarga Bupati. 1 pelapor lainnya adalah pengusaha yang diduga terjerat kasus korupsi.
“Selain tidak memahami proses atau mekanisme yang diatur dalam UU Pers. Pejabat publik dan pengusaha seringkali menjadikan kekuasaannya untuk mengkriminalisasi Jurnalis. Untuk itu, kami meminta jika ada yang merasa dirugikan atas pemberitaan harus memenuhi jalur Dewan Pers sesuai ketentuan yang diatur dalam UU Pers maupun MoU Polri dan Dewan Pers,” terang Nurdin.
Ranking kebebasan pers Indonesia di internasional, memang naik dari posisi 139 pada 2013 ke posisi 119 pada 2021, menurut Reporters Without Borders. Namun nasib kebebasan pers di Papua belum banyak berubah, alih-alih menjadi lebih baik. Pemerintah menutup akses Papua untuk jurnalis asing dan tingginya ancaman kekerasan pada jurnalis yang meliput.
Data yang dikumpulkan Subbidang Papua AJI Indonesia dari pelbagai sumber, jumlah kekerasan terhadap jurnalis dan media di Papua dalam 20 tahun terakhir (2000-2021) sebanyak 114 kasus. Jumlah ini meliputi kekerasan pada jurnalis asli Papua, jurnalis non-Papua, dan intimidasi ke perusahaan media.
Sedangkan secara khusus, jumlah kasus kekerasan pada periode Januari-akhir April 2021 mencapai lima kasus.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar menuntut Presiden Joko Widodo berkomitmen melindungi kebebasan pers di Indonesia. Menuntut Polri dan Polda Sulawesi Selatan menghentikan praktik kekerasan dan mengusut kasus kekerasan pada jurnalis, termasuk tersangka kasus kekerasan terhadap Darwin dkk.
Tiga pasal itu yakni Pasal 27 ayat 3 tentang pencemaran nama baik dan Pasal 28 ayat 2 tentang ujaran. Kedua pasal ini yang paling sering menjerat jurnalis. Pasal ketiga yang bermasalah adalah Pasal 40 ayat (2b). Pasal ini memberikan kewenangan pada pemerintah melakukan pemutusan akses dan atau memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum.
Di Sulawesi Selatan, dalam kurung waktu 2020 – 2021, AJI Makassar mencatat sedikitnya 4 kasus jurnalis yang dilaporkan ke pihak aparat kepolisian. Dari 4 laporan tersebut, pelapor merupakan pejabat publik yang berkuasa di daerahnya seperti Bupati, Wakil Bupati dan keluarga Bupati. 1 pelapor lainnya adalah pengusaha yang diduga terjerat kasus korupsi.
“Selain tidak memahami proses atau mekanisme yang diatur dalam UU Pers. Pejabat publik dan pengusaha seringkali menjadikan kekuasaannya untuk mengkriminalisasi Jurnalis. Untuk itu, kami meminta jika ada yang merasa dirugikan atas pemberitaan harus memenuhi jalur Dewan Pers sesuai ketentuan yang diatur dalam UU Pers maupun MoU Polri dan Dewan Pers,” terang Nurdin.
Ranking kebebasan pers Indonesia di internasional, memang naik dari posisi 139 pada 2013 ke posisi 119 pada 2021, menurut Reporters Without Borders. Namun nasib kebebasan pers di Papua belum banyak berubah, alih-alih menjadi lebih baik. Pemerintah menutup akses Papua untuk jurnalis asing dan tingginya ancaman kekerasan pada jurnalis yang meliput.
Data yang dikumpulkan Subbidang Papua AJI Indonesia dari pelbagai sumber, jumlah kekerasan terhadap jurnalis dan media di Papua dalam 20 tahun terakhir (2000-2021) sebanyak 114 kasus. Jumlah ini meliputi kekerasan pada jurnalis asli Papua, jurnalis non-Papua, dan intimidasi ke perusahaan media.
Sedangkan secara khusus, jumlah kasus kekerasan pada periode Januari-akhir April 2021 mencapai lima kasus.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar menuntut Presiden Joko Widodo berkomitmen melindungi kebebasan pers di Indonesia. Menuntut Polri dan Polda Sulawesi Selatan menghentikan praktik kekerasan dan mengusut kasus kekerasan pada jurnalis, termasuk tersangka kasus kekerasan terhadap Darwin dkk.
tulis komentar anda