Dikulik Idang Rasjidi, Bocah Tulungagung Ini Pukau Penggemar Musik Jazz
Kamis, 01 April 2021 - 18:30 WIB
Album perdana itu memiliki warna musik jazz, bercampur samba, pop dan R'n B. Sebanyak tujuh lagu di dalam album tersebut, semuanya bertema perjalanan hidup manusia. Lirik, aransemen musik, serta komposisi nada, semuanya diramu dedengkot musisi jazz Indonesia, Idang Rasjidi.
"Semua lagu dan aransemen musiknya dari Opa Idang," tutur Marsha yang didampingi ibundanya. Marsha pertama kali bertemu musisi Idang Rasjidi dalam event festival Internasional Jazz Day di Tulungagung tahun 2019. Idang Rasjidi diundang hadir sebagai bintang tamu.
Saat itu Marsha masih berusia 11 tahun. Perkenalannya dengan Idang Rasjidi berlangsung tidak sengaja. Saat hendak membawakan salah satu lagu di event Internasional Jazz Daya, band pengiring Marsha kesulitan.
Melihat itu, Idang yang menjadi bintang tamu, spontan menawarkan diri menjadi pengiring. Satu lagu diselesaikan dengan memuaskan, dan Idang Rasjidi terpesona. Komunikasi inten pun berlanjut di bawah panggung.
"Dari situ kemudian berkomunikasi dan ditawari dibuatkan lagu dan saya senang sekali," kata Marsha yang mengaku mengidolakan penyanyi nasional Isyana Saraswati.
Sementara proses pembuatan album "Hanya Ilusi" yang baru saja dirilis tersebut, berjalan cukup ajaib. Tujuh lagu digarap hanya dalam waktu dua bulan. Selama proses penciptaan, mulai akhir Desember 2020, kata Marsha dirinya banyak di Bogor, Jawa Barat, tempat musisi Idang Rasjidi, berada.
Mulai ngobrol, latihan, sampai take lagu atau perekaman, semuanya dilakukan di tempat musisi jazz Idang Rasjidi. "Beberapa kali pulang ke Tulungagung karena harus sekolah," tambah Marsha yang mengatakan mengenal musik jazz pertama kali dari kakaknya.
Promo marketing album "Hanya Ilusi" Marsha memakai platform digital, termasuk memproduksi sejumlah CD untuk diputar di stasiun radio. Dari tujuh lagu yang ia nyanyikan, kata Marsha, lagu berjudul "Peradaban" yang paling sulit.
Lagu "Peradaban" bercerita tentang seseorang yang lebih memikirkan diri sendiri tanpa peduli nasib orang lain. Sedangkan lagu yang paling asyik, dan merasa dirinya banget, menurut Marsha lagu "Resah" dan "Narsis". "Namun pada intinya semua lagu andalan. Lagu Peradaban paling berat, tapi fun," kata Marsha yang berharap bisa terus berkarya.
Sandra Fitriani, eksekutif produser mengaku puas dengan album "Hanya Ilusi" yang dinyanyikan putrinya. Dengan mengambil platform digital sebagai strategi promo marketing, ia berharap karya Marsha bisa diterima masyarakat luas.
"Semua lagu dan aransemen musiknya dari Opa Idang," tutur Marsha yang didampingi ibundanya. Marsha pertama kali bertemu musisi Idang Rasjidi dalam event festival Internasional Jazz Day di Tulungagung tahun 2019. Idang Rasjidi diundang hadir sebagai bintang tamu.
Saat itu Marsha masih berusia 11 tahun. Perkenalannya dengan Idang Rasjidi berlangsung tidak sengaja. Saat hendak membawakan salah satu lagu di event Internasional Jazz Daya, band pengiring Marsha kesulitan.
Melihat itu, Idang yang menjadi bintang tamu, spontan menawarkan diri menjadi pengiring. Satu lagu diselesaikan dengan memuaskan, dan Idang Rasjidi terpesona. Komunikasi inten pun berlanjut di bawah panggung.
"Dari situ kemudian berkomunikasi dan ditawari dibuatkan lagu dan saya senang sekali," kata Marsha yang mengaku mengidolakan penyanyi nasional Isyana Saraswati.
Sementara proses pembuatan album "Hanya Ilusi" yang baru saja dirilis tersebut, berjalan cukup ajaib. Tujuh lagu digarap hanya dalam waktu dua bulan. Selama proses penciptaan, mulai akhir Desember 2020, kata Marsha dirinya banyak di Bogor, Jawa Barat, tempat musisi Idang Rasjidi, berada.
Mulai ngobrol, latihan, sampai take lagu atau perekaman, semuanya dilakukan di tempat musisi jazz Idang Rasjidi. "Beberapa kali pulang ke Tulungagung karena harus sekolah," tambah Marsha yang mengatakan mengenal musik jazz pertama kali dari kakaknya.
Promo marketing album "Hanya Ilusi" Marsha memakai platform digital, termasuk memproduksi sejumlah CD untuk diputar di stasiun radio. Dari tujuh lagu yang ia nyanyikan, kata Marsha, lagu berjudul "Peradaban" yang paling sulit.
Lagu "Peradaban" bercerita tentang seseorang yang lebih memikirkan diri sendiri tanpa peduli nasib orang lain. Sedangkan lagu yang paling asyik, dan merasa dirinya banget, menurut Marsha lagu "Resah" dan "Narsis". "Namun pada intinya semua lagu andalan. Lagu Peradaban paling berat, tapi fun," kata Marsha yang berharap bisa terus berkarya.
Sandra Fitriani, eksekutif produser mengaku puas dengan album "Hanya Ilusi" yang dinyanyikan putrinya. Dengan mengambil platform digital sebagai strategi promo marketing, ia berharap karya Marsha bisa diterima masyarakat luas.
Lihat Juga :
tulis komentar anda