Dikulik Idang Rasjidi, Bocah Tulungagung Ini Pukau Penggemar Musik Jazz

Kamis, 01 April 2021 - 18:30 WIB
loading...
Dikulik Idang Rasjidi, Bocah Tulungagung Ini Pukau Penggemar Musik Jazz
Marsha Alya Zahra, penyanyi jazz cilik asal Kabupaten Tulungagung bersama kedua orang tuanya. Foto/SINDOnews/Solichan Arif
A A A
TULUNGAGUNG - Sentuhan tangan dingin musisi jazz nasional Idang Rasjidi, membuat penampilan Marsha, bocah asal Kabupaten Tulungagung , Jawa Timur memukau. Marsha berbalut kaus model sweater garis garis merah putih dengan kerah menyembul.

Baca juga: Dear Jazz Lover, Tanjung Perak Jazz Digelar Lagi Bulan Depan

Gaya kasual dengan celana jeans gombrong, belel, serta robek di dengkul itu, berpadu sepatu cat warna putih. Saat kedua lututnya bergerak gerak mengikuti betotan nada pemain bass, orang-orang yang semula duduk, mulai berdiri. Mereka ikut bergoyang.

Baca juga: Dipenuhi Musisi Top Indonesia, Kemenparekraf Dukung Jazz Goes To Campus

Irama jazz yang bermixed dengan ketukan samba itu dimainkan dengan tempo lumayan cepat. Sebagai penyanyi jazz cilik, timbre suara Marsha Alya Zahra terdengar cukup tebal. Ruangan indoor ber AC dengan meja dan kursi ditata model koloni tersebut, mendadak hangat.

"Saya masih 14 tahun om," tutur Marsha ringan saat ditanya berapa usianya. Siang itu Marsha menyanyikan lagu "Hanya Ilusi". Sebuah tembang yang liriknya memuat pesan tentang seseorang yang melakukan sesuatu di luar keinginannya.

"Hanya Ilusi" membuat bocah yang masih duduk di bangku SMP itu, mendadak seperti gadis dewasa. Marsha terlihat begitu menghayati. Lirik "Hanya Ilusi" dicipta musisi jazz Idang Rasjidi. Begitu pula aransemen musiknya. Idang yang menggarap.

"Yang mencipta lagu dan musiknya Opa Idang (Idang Rasjidi)," kata Marsha menambahkan kata "Opa" atau kakek di depan nama musisi Idang Rasjidi. Marsha yang di luar menyanyi memiliki hobi melukis tersebut, lahir 4 November 2006. Di keluarga, ia nomor dua dari tiga bersaudara.

Ayahnya, Eko Sudharmono merupakan ASN di RSUD dr Iskak Tulungagung. Sedangkan Sandra Fitriani ibundanya, saat ini menjadi eksekutif produser merangkap manager. Album perdana Marsha yang baru dirilis, mengambil nama "Hanya Ilusi", yakni mengutip dari satu judul lagu.

Album perdana itu memiliki warna musik jazz, bercampur samba, pop dan R'n B. Sebanyak tujuh lagu di dalam album tersebut, semuanya bertema perjalanan hidup manusia. Lirik, aransemen musik, serta komposisi nada, semuanya diramu dedengkot musisi jazz Indonesia, Idang Rasjidi.

"Semua lagu dan aransemen musiknya dari Opa Idang," tutur Marsha yang didampingi ibundanya. Marsha pertama kali bertemu musisi Idang Rasjidi dalam event festival Internasional Jazz Day di Tulungagung tahun 2019. Idang Rasjidi diundang hadir sebagai bintang tamu.

Saat itu Marsha masih berusia 11 tahun. Perkenalannya dengan Idang Rasjidi berlangsung tidak sengaja. Saat hendak membawakan salah satu lagu di event Internasional Jazz Daya, band pengiring Marsha kesulitan.

Melihat itu, Idang yang menjadi bintang tamu, spontan menawarkan diri menjadi pengiring. Satu lagu diselesaikan dengan memuaskan, dan Idang Rasjidi terpesona. Komunikasi inten pun berlanjut di bawah panggung.

"Dari situ kemudian berkomunikasi dan ditawari dibuatkan lagu dan saya senang sekali," kata Marsha yang mengaku mengidolakan penyanyi nasional Isyana Saraswati.

Sementara proses pembuatan album "Hanya Ilusi" yang baru saja dirilis tersebut, berjalan cukup ajaib. Tujuh lagu digarap hanya dalam waktu dua bulan. Selama proses penciptaan, mulai akhir Desember 2020, kata Marsha dirinya banyak di Bogor, Jawa Barat, tempat musisi Idang Rasjidi, berada.

Mulai ngobrol, latihan, sampai take lagu atau perekaman, semuanya dilakukan di tempat musisi jazz Idang Rasjidi. "Beberapa kali pulang ke Tulungagung karena harus sekolah," tambah Marsha yang mengatakan mengenal musik jazz pertama kali dari kakaknya.

Promo marketing album "Hanya Ilusi" Marsha memakai platform digital, termasuk memproduksi sejumlah CD untuk diputar di stasiun radio. Dari tujuh lagu yang ia nyanyikan, kata Marsha, lagu berjudul "Peradaban" yang paling sulit.

Lagu "Peradaban" bercerita tentang seseorang yang lebih memikirkan diri sendiri tanpa peduli nasib orang lain. Sedangkan lagu yang paling asyik, dan merasa dirinya banget, menurut Marsha lagu "Resah" dan "Narsis". "Namun pada intinya semua lagu andalan. Lagu Peradaban paling berat, tapi fun," kata Marsha yang berharap bisa terus berkarya.

Sandra Fitriani, eksekutif produser mengaku puas dengan album "Hanya Ilusi" yang dinyanyikan putrinya. Dengan mengambil platform digital sebagai strategi promo marketing, ia berharap karya Marsha bisa diterima masyarakat luas.

Sandra juga mengatakan, meski datang dari daerah kecil, yakni Kabupaten Tulungagung, potensi yang dimiliki anak daerah tidak kalah dengan anak anak yang tumbuh di kota kota besar. "Semoga Marsha bisa terus berkarya, berkarya dan berkarya lebih baik lagi," kata Sandra.
(shf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2149 seconds (0.1#10.140)