Langit Biru, Bukan Mimpi di Rumah Kaca
Kamis, 24 September 2020 - 13:44 WIB
Bersahabat dengan Alam
Tokoh masyarakat Desa Tarikolot Yoyon Saryana mengaku bersyukur, desanya menjadi pilot project Pertashop di Kabupaten Sumedang. Saat ini, masyarakat di kampungnya bisa menikmati BBM rendah emisi karbon dengan harga terjangkau, bahkan sama dengan harga BBM di kota besar.
"Kami masyarakat sangat diuntungkan dengan adanya Pertashop ini. Walaupun hidup di desa, warga punya akses membeli BBM berkualitas, sehingga bisa ikut menjaga lingkungan dari polusi udara. Setidaknya meminimalisir gas karbon dari asap kendaraan bermotor," kata dia.
Kehadiran Pertashop, kata dia, sejalan dengan gerakan menanam 1 juta pohon yang saat ini gencar dilakukan di Sumedang. Gerakan menjaga lingkungan tetap hijau. Tujuannya, agar kondisi udara, air, dan ekosistem alam layak dihuni oleh makhluk hidup.
Desa Tarikolot termasuk kawasan hijau yang diselimuti pegunungan, sawah, dan hutan. Memiliki luas sekitar 400 kilometer persegi. Ekosistem alam di desa ini penting dijaga, lantaran menjadi daerah resapan air sekitar Waduk Jatigede. Waduk terbesar kedua di Indonesia ini menyuplai listrik untuk Jawa dan Bali serta mengairi ribuan hektare sawah di Jawa Barat.
Menurut Kepala Desa Tarikolot Andar Sutandar, sebelum ada Pertashop, warganya kesulitan mendapatkan BBM jenis Pertamax. Sementara untuk membeli di SPBU, mesti ke daerah Wado yang berjarak sekitar 5 kilometer. Walaupun banyak pengecer BBM jenis Pertalite, tetapi harga jualnya jauh lebih mahal yaitu Rp10.000/liter.
"Harganya mahal dan takarannya masih manual. Tapi sekarang, warga bisa menikmati BBM ramah lingkungan dengan harga lebih hemat dari Pertalite. Takarannya pas dan membuat awet mesin kendaraan," kata dia.
Menurut Andar, salah satu kelebihan hidup di perdesaan adalah kondisi lingkungan yang belum banyak terpapar polusi udara. Penting bagi masyarakat meminimalisir buangan karbon monoksida dari asap kendaraan bermotor. Apalagi masih banyak warganya yang menggantungkan hidup dari sumber daya alam.
Desa Tarikolot termasuk kawasan penghasil gula aren. Pada kondisi normal, produksi gula aren bisa mencapai 350 kg per hari. Gula tersebut dihasilkan oleh sekitar 25 perajin yang menggantungkan hidupnya dari komoditi ini. Pohon aren di desanya juga banyak diburu untuk dijadikan sagu.
Selain itu, kayu jenis sengon dari Desa Tarikolot juga menjadi incaran pembeli dari luar daerah. Kontur tanah dan kualitas lingkungan yang bersih, membuat pohon sengon tumbuh tinggi dan besar. Selain sengon, kayu albasia dan jati juga cukup banyak. Begitupun bambu yang masih tumbuh subur dan kuat. Bambu di desanya layak dijadikan bahan baku produk kerajinan seperti tusuk gigi, sumpit, dan lainnya.
Tokoh masyarakat Desa Tarikolot Yoyon Saryana mengaku bersyukur, desanya menjadi pilot project Pertashop di Kabupaten Sumedang. Saat ini, masyarakat di kampungnya bisa menikmati BBM rendah emisi karbon dengan harga terjangkau, bahkan sama dengan harga BBM di kota besar.
"Kami masyarakat sangat diuntungkan dengan adanya Pertashop ini. Walaupun hidup di desa, warga punya akses membeli BBM berkualitas, sehingga bisa ikut menjaga lingkungan dari polusi udara. Setidaknya meminimalisir gas karbon dari asap kendaraan bermotor," kata dia.
Kehadiran Pertashop, kata dia, sejalan dengan gerakan menanam 1 juta pohon yang saat ini gencar dilakukan di Sumedang. Gerakan menjaga lingkungan tetap hijau. Tujuannya, agar kondisi udara, air, dan ekosistem alam layak dihuni oleh makhluk hidup.
Desa Tarikolot termasuk kawasan hijau yang diselimuti pegunungan, sawah, dan hutan. Memiliki luas sekitar 400 kilometer persegi. Ekosistem alam di desa ini penting dijaga, lantaran menjadi daerah resapan air sekitar Waduk Jatigede. Waduk terbesar kedua di Indonesia ini menyuplai listrik untuk Jawa dan Bali serta mengairi ribuan hektare sawah di Jawa Barat.
Menurut Kepala Desa Tarikolot Andar Sutandar, sebelum ada Pertashop, warganya kesulitan mendapatkan BBM jenis Pertamax. Sementara untuk membeli di SPBU, mesti ke daerah Wado yang berjarak sekitar 5 kilometer. Walaupun banyak pengecer BBM jenis Pertalite, tetapi harga jualnya jauh lebih mahal yaitu Rp10.000/liter.
"Harganya mahal dan takarannya masih manual. Tapi sekarang, warga bisa menikmati BBM ramah lingkungan dengan harga lebih hemat dari Pertalite. Takarannya pas dan membuat awet mesin kendaraan," kata dia.
Menurut Andar, salah satu kelebihan hidup di perdesaan adalah kondisi lingkungan yang belum banyak terpapar polusi udara. Penting bagi masyarakat meminimalisir buangan karbon monoksida dari asap kendaraan bermotor. Apalagi masih banyak warganya yang menggantungkan hidup dari sumber daya alam.
Desa Tarikolot termasuk kawasan penghasil gula aren. Pada kondisi normal, produksi gula aren bisa mencapai 350 kg per hari. Gula tersebut dihasilkan oleh sekitar 25 perajin yang menggantungkan hidupnya dari komoditi ini. Pohon aren di desanya juga banyak diburu untuk dijadikan sagu.
Selain itu, kayu jenis sengon dari Desa Tarikolot juga menjadi incaran pembeli dari luar daerah. Kontur tanah dan kualitas lingkungan yang bersih, membuat pohon sengon tumbuh tinggi dan besar. Selain sengon, kayu albasia dan jati juga cukup banyak. Begitupun bambu yang masih tumbuh subur dan kuat. Bambu di desanya layak dijadikan bahan baku produk kerajinan seperti tusuk gigi, sumpit, dan lainnya.
tulis komentar anda