Langit Biru, Bukan Mimpi di Rumah Kaca
loading...
A
A
A
BANDUNG - Mobil Daihatsu Feroza berusia hampir seperempat abad berhenti tepat di depan Pertashop Pertamina di pelosok Sumedang. Sang pemilik turun dari kursi kemudi, memesan 11,1 liter bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax seharga Rp100.000. Tak kurang dari 5 menit, proses pengisian tangki selesai.
"Pertamax 100 ribu pas. Terimakasih," ujar seorang operator Pertashop sembari menunjukkan angka digital pada mesin pompa berkapasitas 3.000 liter pada Minggu (20/9/2020). Setelah penutup tangki mobil dipasang rapat, pemilik Feroza merah marun itu kemudian kembali melanjutkan perjalanan. (Baca: Warga Mengeluh: BBM Cepat Habis di SPBU Malili, Diduga Ada Motor Pelangsir)
Kendati belum bermesin Standar Emisi Euro IV, Daihatsu Feroza itu rutin mengisi BBM jenis Pertamax di Pertashop Desa Tarikolot, Kecamatan Jatinunggal, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Kendaraan yang terakhir diproduksi tahun 1999 itu, memilih mengisi Pertamax ketimbang Premium atau Pertalite.
Tak berselang lama,sebuah sepeda motor Honda Vario kembali berhenti di shelter Pertashop berukuran 2,4 x 2,4 x 2,8 meter. Imam, pemilik kendaraan warga Desa Tarikolot membeli Pertamax Rp15.000. Dia mengaku rutin mengisi Pertamax setiap dua hari sekali.
Pemilik Feroza dan Vario hanyalah sedikit pengemudi di pelosok Sumedang yang menggantungkan performa mesin kendaraannya di Pertashop ini. Kendati usia kendaraan mereka cukup tua, namun keduanya memilih menggunakan BBM dengan kadar RON 92. Bahkan, Pertamax menjadi BBM andalan yang dipakai sehari-hari warga Desa Tarikolot.
Dalam sehari, Pertashop Pertamina di Desa Tarikolot rata-rata menjual 350 liter Pertamax. Hanya BBM jenis Pertamax yang dijual di Pertashop ini. Walaupun letaknya di pelosok, harga jual Pertamax sama dengan harga di SPBU, yaitu Rp9.000/liter.
Padahal, secara geografis Desa Tarikolot terletak di perbatasan Kabupaten Sumedang. Perjalanan dari pusat kota Sumedang, mesti ditempuh sekitar 1,5 hingga 2 jam menggunakan mobil. Melewati jalan berliku, sempit, dan naik turun bukit. Pertashop Tarikolot adalah satu-satunya mitra PT Pertamina (Persero) di Kabupaten Sumedang yang menyalurkan BBM satu harga dan LPG.
Pengelola Pertashop Tarikolot, Hendra Cipta mengaku, setiap lima hari sekali mobil tangki BBM Pertamina datang ke desanya untuk menyuplai Pertamax. Mengisi BBM sebanyak 2.000 liter dari kapasitas tangki 3.000 liter. Hendra bersyukur, kendati berada di pelosok Sumedang, dia bisa mendapatkan Pertamax dengan harga beli seperti SPBU lainnya.
Menurut Hendra, baru tiga bulan Pertashop ini hadir di desa ini. Namun respons masyarakat cukup positif. Tak hanya soal harga yang lebih murah ketimbang Pertalite, namun kualitas Pertamax dan sebab BBM ramah lingkungan sehingga jenis minyak bumi ini banyak diburu masyarakat.
Bersahabat dengan Alam
Tokoh masyarakat Desa Tarikolot Yoyon Saryana mengaku bersyukur, desanya menjadi pilot project Pertashop di Kabupaten Sumedang. Saat ini, masyarakat di kampungnya bisa menikmati BBM rendah emisi karbon dengan harga terjangkau, bahkan sama dengan harga BBM di kota besar.
"Kami masyarakat sangat diuntungkan dengan adanya Pertashop ini. Walaupun hidup di desa, warga punya akses membeli BBM berkualitas, sehingga bisa ikut menjaga lingkungan dari polusi udara. Setidaknya meminimalisir gas karbon dari asap kendaraan bermotor," kata dia.
Kehadiran Pertashop, kata dia, sejalan dengan gerakan menanam 1 juta pohon yang saat ini gencar dilakukan di Sumedang. Gerakan menjaga lingkungan tetap hijau. Tujuannya, agar kondisi udara, air, dan ekosistem alam layak dihuni oleh makhluk hidup.
Desa Tarikolot termasuk kawasan hijau yang diselimuti pegunungan, sawah, dan hutan. Memiliki luas sekitar 400 kilometer persegi. Ekosistem alam di desa ini penting dijaga, lantaran menjadi daerah resapan air sekitar Waduk Jatigede. Waduk terbesar kedua di Indonesia ini menyuplai listrik untuk Jawa dan Bali serta mengairi ribuan hektare sawah di Jawa Barat.
Menurut Kepala Desa Tarikolot Andar Sutandar, sebelum ada Pertashop, warganya kesulitan mendapatkan BBM jenis Pertamax. Sementara untuk membeli di SPBU, mesti ke daerah Wado yang berjarak sekitar 5 kilometer. Walaupun banyak pengecer BBM jenis Pertalite, tetapi harga jualnya jauh lebih mahal yaitu Rp10.000/liter.
"Harganya mahal dan takarannya masih manual. Tapi sekarang, warga bisa menikmati BBM ramah lingkungan dengan harga lebih hemat dari Pertalite. Takarannya pas dan membuat awet mesin kendaraan," kata dia.
Menurut Andar, salah satu kelebihan hidup di perdesaan adalah kondisi lingkungan yang belum banyak terpapar polusi udara. Penting bagi masyarakat meminimalisir buangan karbon monoksida dari asap kendaraan bermotor. Apalagi masih banyak warganya yang menggantungkan hidup dari sumber daya alam.
Desa Tarikolot termasuk kawasan penghasil gula aren. Pada kondisi normal, produksi gula aren bisa mencapai 350 kg per hari. Gula tersebut dihasilkan oleh sekitar 25 perajin yang menggantungkan hidupnya dari komoditi ini. Pohon aren di desanya juga banyak diburu untuk dijadikan sagu.
Selain itu, kayu jenis sengon dari Desa Tarikolot juga menjadi incaran pembeli dari luar daerah. Kontur tanah dan kualitas lingkungan yang bersih, membuat pohon sengon tumbuh tinggi dan besar. Selain sengon, kayu albasia dan jati juga cukup banyak. Begitupun bambu yang masih tumbuh subur dan kuat. Bambu di desanya layak dijadikan bahan baku produk kerajinan seperti tusuk gigi, sumpit, dan lainnya.
Dia mengaku, menjadi tanggung jawab bersama menjaga lingkungan di desanya tetap bersih. Apalagi jalan di desanya saat ini adalah salah satu jalur menuju kawasan wisata Waduk Jatigede. Dalam waktu dekat, pemerintah akan melakukan pelebaran jalan menjadi 30 meter. Bila terealisasi, diperkirakan bakal banyak kendaraan melintas di kawasan ini.
"Saya bersyukur ketika Pertamina datang ke desa kami, menawarkan kemitraan dengan BUMDes Tarikolot. Setidaknya kami bisa lebih awal mengedukasi warga agar menggunakan bahan bakar ramah lingkungan. Selain menambah pemasukan bagi desa kami," imbuh dia.
Layani Daerah Pelosok
Pertashop di Desa Tarikolot merupakan satu dari 31 unit stasiun bahan bakar mini yang ada di Jawa Barat. Selain di Sumedang, Pertashop Pertamina juga hadir di pelosok Garut, Gunung Halu Bandung Barat, dan lainnya. Pertamina Marketing Operation Region (MOR) III menargetkan membangun 36 Pertashop hingga akhir tahun ini. (Baca: Jalan Trans Sulawesi Palopo-Toraja Putus, Pasokan BBM-LPG Tetap Aman)
"Pertashop memang ditujukan bagi masyarakat desa yang domisilinya jauh dari SPBU, sehingga mereka bisa mendapatkan produk Pertamina dengan harga sama di SPBU. Ini komitmen kami mendistribusikan BBM ke seluruh wilayah Indonesia, dengan kebijakan satu harga," kata Unit Manager Communication Relations & CSR PT Pertamina MOR III Eko Kristiawan, Selasa (22/9/2020).
Pertashop juga merupakan upaya Pertamina merealisasikan program One Village One Outlet (OVOO) dalam rangka memastikan pelayanan Pertamina hingga ke perdesaan. Program ini tindak lanjut dari penandatanganan nota kesepahaman antara Pertamina dan Kementerian Dalam Negeri untuk memperluas pelayanan BBM satu harga dan distribusi LPG hingga pelosok negeri.
Pertashop dengan BBM jenis Pertamax di perdesaan adalah langkah konkret Pertamina mengedukasi dan mengajak masyarakat bersama-sama menjaga lingkungan, menggunakan BBM sesuai dengan spesifikasi mesin kendaraannya. Menggunakan Pertamax, akan menjaga performa kendaraan dan memperpanjang masa pakai mesin. Standar mesin Euro tinggi juga turut menjaga ekosistem lingkungan dengan mengurangi gas buang emisi karbon ke udara, sejalan kampanye langit biru.
Saat ini, volume konsumsi Pertamax (RON 92) dan Pertamax Turbo (RON 98) di wilayah kerja MOR III termasuk Jawa Barat mencapai hampir 20% dibandingkan konsumsi BBM jenis gasoline lainnya. Beberapa kilang minyak Pertamina mampu memproduksi BBM dengan kadar RON di atas 95 atau setara Standar Emisi Euro IV. Misalnya kilang minyak Cilacap dengan kapasitas produksi total 348.000 barel per hari.
Transformasi Energi
Pengamat Energi dari Universitas Trisakti, Komaidi Notonegoro mengatakan, program Pertashop adalah strategi pemerintah dan Pertamina yang cukup bagus dalam mewujudkan program langit biru, di samping program BBM satu harga.
"Pertashop adalah langkah bagus mengedukasi masyarakat di perdesaan agar menggunakan BBM ramah lingkungan. Kalau mereka sudah terbiasa, harapannya akan lebih mudah melakukan migrasi," jelas Komaidi.
Menurut dia, menggunakan bahan bakar ramah lingkungan sudah menjadi konsensus dunia. Tujuannya menjaga ekosistem bumi tetap sehat untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di dalamnya. Penggunaan BBM RON rendah seperti Premium (RON 88), akan memperbesar efek rumah kaca, polusi udara, dan mempercepat pemanasan global.
Data yang diterbitkan IQAir Air Visual tahun 2019, menempatkan Indonesia pada peringkat keenam dunia, dengan kualitas udara terburuk. Kualitas udara di kota besar juga terus menurun sebelum pandemi COVID-19. Buruknya kualitas udara menyebabkan penyakit pernapasan seperti asma, kanker paru-paru, hingga penyakit jantung. Kanker paru-paru merupakan satu dari lima penyakit yang menyebabkan kematian terbesar di Indonesia.
Saat ini, kata dia, tersisa tujuh negara termasuk Indonesia yang masih menggunakan BBM dengan RON di bawah 90. Selain Indonesia, negara lainnya di Asia adalah Bangladesh. Negara-negara di Eropa, bahkan sudah mulai menggunakan Standar Emisi Euro V hingga VI B. Berbeda dengan Indonesia yang masih menggunakan mesin kendaraan Standar Emisi Euro II.
Pemerintah sebenarnya telah memiliki aturan tentang Standar Emisi Euro IV. Tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2017 tentang baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, N, dan O.
Euro IV mengatur kandungan nitrogen oksida pada kendaraan berbahan bakar bensin tidak boleh lebih dari 80 mg/km. Sedangkan untuk mesin diesel 250 mg/km dan 25 mg/km untuk diesel particulate matter. Level Standar Euro mengatur batas kandungan gas karbon dioksida, nitrogen oksida, karbon monoksida, volatile hydrocarbon, dan partikel lain dari knalpot kendaraan.
Penerapan Standar Emisi Euro IV di Indonesia diharapkan dapat mengurangi efek rumah kaca hingga 23%. Kendati begitu, kata dia, perlu proses untuk merealisasikannya karena mempertimbangkan daya beli masyarakat. (Baca: Lebih Murah dari Pertamini, 30 SPBU Mini Pertamina Kini Hadir di Jawa Barat)
"Jadi sebenarnya rencana penghapusan Pertalite dan Premium adalah amanat pemerintah yang diwacanakan sejak lama. Bukan dorongan dari pihak manapun. Karena regulasi pemerintah tentang standar emisi kendaraan ramah lingkungan sudah ada, tinggal direalisasikan saja," beber dia.
Menurut Komaidi, perlu upaya terintegrasi melibatkan semua pihak merealisasikan BBM ramah lingkungan di Indonesia. Salah satunya mesti ada aturan yang mengatur agar Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) tidak lagi memproduksi kendaraan bermesin Standar Emisi Euro II.
"Memang tidak mudah, karena mobil di Indonesia masih banyak berstandar Euro II. Jadi memang harus ada upaya terintegrasi. Tidak hanya BBM-nya saja yang mesti ditingkatkan kualitasnya, tetapi juga otomotifnya juga harus bergerak ke sana," jelas dia.
Dia menjelaskan, Indonesia dengan BUMN migas PT Pertamina (Persero) telah mampu memproduksi BBM di atas RON 92. Kilang Cilacap bahkan mampu memproduksi BBM dengan kadar RON 98. Volume produksi kilang minyak Cilacap juga mampu menghasilkan 33,4% dari kapasitas kilang minyak nasional.
Sementara selama ini, untuk memenuhi kebutuhan BBM dengan kadar RON di bawah 90 seperti Premium, Indonesia mesti melakukan importasi. Impor dilakukan karena hanya sedikit negara yang mampu memproduksi BBM RON rendah. Kondisi itu menyebabkan keuangan negara terbebani.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) periode Januari-Oktober 2019, impor hasil minyak termasuk Premium, tercatat mencapai US$11,195 miliar atau sekitar Rp156,7 triliun. Impor BBM bahkan mendominasi dari nilai total impor migas Indonesia sebesar USD17,617 miliar atau setara Rp246,6 triliun.
Tingginya impor migas sempat membuat defisit neraca perdagangan pada periode tersebut. Belum lagi volume konsumsi BBM bersubsidi jenis Premium di Indonesia cukup tinggi, mencapai 5,87 juta kilo liter (KL) sepanjang semester 1/2019 dari total kuota 11 juta KL untuk periode 2019 lalu.
"Makanya, kita mesti mendorong agar masyarakat mau menggunakan produksi minyak kita sendiri, karena kita sudah mampu bikin BBM ramah lingkungan. Jangan BBM dengan RON rendah kita impor, sementara RON tinggi dijual ke negara lain," jelas dia.
Kekhawatiran banyak pihak akan kemampuan daya beli masyarakat, kata dia, bisa diatasi dengan mengalihkan subsidi Premium ke bahan bakar dengan kadar RON tinggi seperti Pertamax. Walaupun, kata dia, harga jual Pertamax nantinya tidak akan semurah jenis Premium.
"Subsidi bahan bakar minyak sangat mungkin dialihkan dari Premium ke Pertamax . Tapi memang itu butuh komitmen semua pihak, baik masyarakat dan Pemerintah. Kalau Pertamina hanya pelaksana di lapangan, mengikuti keputusan pemangku kebijakan," tutup dia.
Ketua Honda PCX Club Indonesia (HPCI) Chapter Bandung Miftah Zaelani menambahkan, selisih harga Rp1.000 atau 2.000 antara BBM RON tinggi dan rendah tidak menjadi persoalan bagi pengendara motor dengan volume mesin besar. Sepeda motor seperti PCX, membutuhkan RON tinggi, agar pembakaran sempurna.
Selisih harga, kata dia, juga tidak menjadi persoalan ketimbang di kemudian hari harus mengeluarkan biaya besar untuk perbaikan mesin. Selain itu, kendaraan dengan volume mesin di atas 150 cc akan mengeluarkan gas karbon dalam jumlah besar.
Dia menganjurkan agar menggunakan BBM ramah lingkungan. "Kita berkendara memang mestinya sambil menjaga alam agar lingkungan kita tetap bersih dan sehat," imbuh dia.
"Pertamax 100 ribu pas. Terimakasih," ujar seorang operator Pertashop sembari menunjukkan angka digital pada mesin pompa berkapasitas 3.000 liter pada Minggu (20/9/2020). Setelah penutup tangki mobil dipasang rapat, pemilik Feroza merah marun itu kemudian kembali melanjutkan perjalanan. (Baca: Warga Mengeluh: BBM Cepat Habis di SPBU Malili, Diduga Ada Motor Pelangsir)
Kendati belum bermesin Standar Emisi Euro IV, Daihatsu Feroza itu rutin mengisi BBM jenis Pertamax di Pertashop Desa Tarikolot, Kecamatan Jatinunggal, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Kendaraan yang terakhir diproduksi tahun 1999 itu, memilih mengisi Pertamax ketimbang Premium atau Pertalite.
Tak berselang lama,sebuah sepeda motor Honda Vario kembali berhenti di shelter Pertashop berukuran 2,4 x 2,4 x 2,8 meter. Imam, pemilik kendaraan warga Desa Tarikolot membeli Pertamax Rp15.000. Dia mengaku rutin mengisi Pertamax setiap dua hari sekali.
Pemilik Feroza dan Vario hanyalah sedikit pengemudi di pelosok Sumedang yang menggantungkan performa mesin kendaraannya di Pertashop ini. Kendati usia kendaraan mereka cukup tua, namun keduanya memilih menggunakan BBM dengan kadar RON 92. Bahkan, Pertamax menjadi BBM andalan yang dipakai sehari-hari warga Desa Tarikolot.
Dalam sehari, Pertashop Pertamina di Desa Tarikolot rata-rata menjual 350 liter Pertamax. Hanya BBM jenis Pertamax yang dijual di Pertashop ini. Walaupun letaknya di pelosok, harga jual Pertamax sama dengan harga di SPBU, yaitu Rp9.000/liter.
Padahal, secara geografis Desa Tarikolot terletak di perbatasan Kabupaten Sumedang. Perjalanan dari pusat kota Sumedang, mesti ditempuh sekitar 1,5 hingga 2 jam menggunakan mobil. Melewati jalan berliku, sempit, dan naik turun bukit. Pertashop Tarikolot adalah satu-satunya mitra PT Pertamina (Persero) di Kabupaten Sumedang yang menyalurkan BBM satu harga dan LPG.
Pengelola Pertashop Tarikolot, Hendra Cipta mengaku, setiap lima hari sekali mobil tangki BBM Pertamina datang ke desanya untuk menyuplai Pertamax. Mengisi BBM sebanyak 2.000 liter dari kapasitas tangki 3.000 liter. Hendra bersyukur, kendati berada di pelosok Sumedang, dia bisa mendapatkan Pertamax dengan harga beli seperti SPBU lainnya.
Menurut Hendra, baru tiga bulan Pertashop ini hadir di desa ini. Namun respons masyarakat cukup positif. Tak hanya soal harga yang lebih murah ketimbang Pertalite, namun kualitas Pertamax dan sebab BBM ramah lingkungan sehingga jenis minyak bumi ini banyak diburu masyarakat.
Bersahabat dengan Alam
Tokoh masyarakat Desa Tarikolot Yoyon Saryana mengaku bersyukur, desanya menjadi pilot project Pertashop di Kabupaten Sumedang. Saat ini, masyarakat di kampungnya bisa menikmati BBM rendah emisi karbon dengan harga terjangkau, bahkan sama dengan harga BBM di kota besar.
"Kami masyarakat sangat diuntungkan dengan adanya Pertashop ini. Walaupun hidup di desa, warga punya akses membeli BBM berkualitas, sehingga bisa ikut menjaga lingkungan dari polusi udara. Setidaknya meminimalisir gas karbon dari asap kendaraan bermotor," kata dia.
Kehadiran Pertashop, kata dia, sejalan dengan gerakan menanam 1 juta pohon yang saat ini gencar dilakukan di Sumedang. Gerakan menjaga lingkungan tetap hijau. Tujuannya, agar kondisi udara, air, dan ekosistem alam layak dihuni oleh makhluk hidup.
Desa Tarikolot termasuk kawasan hijau yang diselimuti pegunungan, sawah, dan hutan. Memiliki luas sekitar 400 kilometer persegi. Ekosistem alam di desa ini penting dijaga, lantaran menjadi daerah resapan air sekitar Waduk Jatigede. Waduk terbesar kedua di Indonesia ini menyuplai listrik untuk Jawa dan Bali serta mengairi ribuan hektare sawah di Jawa Barat.
Menurut Kepala Desa Tarikolot Andar Sutandar, sebelum ada Pertashop, warganya kesulitan mendapatkan BBM jenis Pertamax. Sementara untuk membeli di SPBU, mesti ke daerah Wado yang berjarak sekitar 5 kilometer. Walaupun banyak pengecer BBM jenis Pertalite, tetapi harga jualnya jauh lebih mahal yaitu Rp10.000/liter.
"Harganya mahal dan takarannya masih manual. Tapi sekarang, warga bisa menikmati BBM ramah lingkungan dengan harga lebih hemat dari Pertalite. Takarannya pas dan membuat awet mesin kendaraan," kata dia.
Menurut Andar, salah satu kelebihan hidup di perdesaan adalah kondisi lingkungan yang belum banyak terpapar polusi udara. Penting bagi masyarakat meminimalisir buangan karbon monoksida dari asap kendaraan bermotor. Apalagi masih banyak warganya yang menggantungkan hidup dari sumber daya alam.
Desa Tarikolot termasuk kawasan penghasil gula aren. Pada kondisi normal, produksi gula aren bisa mencapai 350 kg per hari. Gula tersebut dihasilkan oleh sekitar 25 perajin yang menggantungkan hidupnya dari komoditi ini. Pohon aren di desanya juga banyak diburu untuk dijadikan sagu.
Selain itu, kayu jenis sengon dari Desa Tarikolot juga menjadi incaran pembeli dari luar daerah. Kontur tanah dan kualitas lingkungan yang bersih, membuat pohon sengon tumbuh tinggi dan besar. Selain sengon, kayu albasia dan jati juga cukup banyak. Begitupun bambu yang masih tumbuh subur dan kuat. Bambu di desanya layak dijadikan bahan baku produk kerajinan seperti tusuk gigi, sumpit, dan lainnya.
Dia mengaku, menjadi tanggung jawab bersama menjaga lingkungan di desanya tetap bersih. Apalagi jalan di desanya saat ini adalah salah satu jalur menuju kawasan wisata Waduk Jatigede. Dalam waktu dekat, pemerintah akan melakukan pelebaran jalan menjadi 30 meter. Bila terealisasi, diperkirakan bakal banyak kendaraan melintas di kawasan ini.
"Saya bersyukur ketika Pertamina datang ke desa kami, menawarkan kemitraan dengan BUMDes Tarikolot. Setidaknya kami bisa lebih awal mengedukasi warga agar menggunakan bahan bakar ramah lingkungan. Selain menambah pemasukan bagi desa kami," imbuh dia.
Layani Daerah Pelosok
Pertashop di Desa Tarikolot merupakan satu dari 31 unit stasiun bahan bakar mini yang ada di Jawa Barat. Selain di Sumedang, Pertashop Pertamina juga hadir di pelosok Garut, Gunung Halu Bandung Barat, dan lainnya. Pertamina Marketing Operation Region (MOR) III menargetkan membangun 36 Pertashop hingga akhir tahun ini. (Baca: Jalan Trans Sulawesi Palopo-Toraja Putus, Pasokan BBM-LPG Tetap Aman)
"Pertashop memang ditujukan bagi masyarakat desa yang domisilinya jauh dari SPBU, sehingga mereka bisa mendapatkan produk Pertamina dengan harga sama di SPBU. Ini komitmen kami mendistribusikan BBM ke seluruh wilayah Indonesia, dengan kebijakan satu harga," kata Unit Manager Communication Relations & CSR PT Pertamina MOR III Eko Kristiawan, Selasa (22/9/2020).
Pertashop juga merupakan upaya Pertamina merealisasikan program One Village One Outlet (OVOO) dalam rangka memastikan pelayanan Pertamina hingga ke perdesaan. Program ini tindak lanjut dari penandatanganan nota kesepahaman antara Pertamina dan Kementerian Dalam Negeri untuk memperluas pelayanan BBM satu harga dan distribusi LPG hingga pelosok negeri.
Pertashop dengan BBM jenis Pertamax di perdesaan adalah langkah konkret Pertamina mengedukasi dan mengajak masyarakat bersama-sama menjaga lingkungan, menggunakan BBM sesuai dengan spesifikasi mesin kendaraannya. Menggunakan Pertamax, akan menjaga performa kendaraan dan memperpanjang masa pakai mesin. Standar mesin Euro tinggi juga turut menjaga ekosistem lingkungan dengan mengurangi gas buang emisi karbon ke udara, sejalan kampanye langit biru.
Saat ini, volume konsumsi Pertamax (RON 92) dan Pertamax Turbo (RON 98) di wilayah kerja MOR III termasuk Jawa Barat mencapai hampir 20% dibandingkan konsumsi BBM jenis gasoline lainnya. Beberapa kilang minyak Pertamina mampu memproduksi BBM dengan kadar RON di atas 95 atau setara Standar Emisi Euro IV. Misalnya kilang minyak Cilacap dengan kapasitas produksi total 348.000 barel per hari.
Transformasi Energi
Pengamat Energi dari Universitas Trisakti, Komaidi Notonegoro mengatakan, program Pertashop adalah strategi pemerintah dan Pertamina yang cukup bagus dalam mewujudkan program langit biru, di samping program BBM satu harga.
"Pertashop adalah langkah bagus mengedukasi masyarakat di perdesaan agar menggunakan BBM ramah lingkungan. Kalau mereka sudah terbiasa, harapannya akan lebih mudah melakukan migrasi," jelas Komaidi.
Menurut dia, menggunakan bahan bakar ramah lingkungan sudah menjadi konsensus dunia. Tujuannya menjaga ekosistem bumi tetap sehat untuk kelangsungan hidup makhluk hidup di dalamnya. Penggunaan BBM RON rendah seperti Premium (RON 88), akan memperbesar efek rumah kaca, polusi udara, dan mempercepat pemanasan global.
Data yang diterbitkan IQAir Air Visual tahun 2019, menempatkan Indonesia pada peringkat keenam dunia, dengan kualitas udara terburuk. Kualitas udara di kota besar juga terus menurun sebelum pandemi COVID-19. Buruknya kualitas udara menyebabkan penyakit pernapasan seperti asma, kanker paru-paru, hingga penyakit jantung. Kanker paru-paru merupakan satu dari lima penyakit yang menyebabkan kematian terbesar di Indonesia.
Saat ini, kata dia, tersisa tujuh negara termasuk Indonesia yang masih menggunakan BBM dengan RON di bawah 90. Selain Indonesia, negara lainnya di Asia adalah Bangladesh. Negara-negara di Eropa, bahkan sudah mulai menggunakan Standar Emisi Euro V hingga VI B. Berbeda dengan Indonesia yang masih menggunakan mesin kendaraan Standar Emisi Euro II.
Pemerintah sebenarnya telah memiliki aturan tentang Standar Emisi Euro IV. Tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2017 tentang baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, N, dan O.
Euro IV mengatur kandungan nitrogen oksida pada kendaraan berbahan bakar bensin tidak boleh lebih dari 80 mg/km. Sedangkan untuk mesin diesel 250 mg/km dan 25 mg/km untuk diesel particulate matter. Level Standar Euro mengatur batas kandungan gas karbon dioksida, nitrogen oksida, karbon monoksida, volatile hydrocarbon, dan partikel lain dari knalpot kendaraan.
Penerapan Standar Emisi Euro IV di Indonesia diharapkan dapat mengurangi efek rumah kaca hingga 23%. Kendati begitu, kata dia, perlu proses untuk merealisasikannya karena mempertimbangkan daya beli masyarakat. (Baca: Lebih Murah dari Pertamini, 30 SPBU Mini Pertamina Kini Hadir di Jawa Barat)
"Jadi sebenarnya rencana penghapusan Pertalite dan Premium adalah amanat pemerintah yang diwacanakan sejak lama. Bukan dorongan dari pihak manapun. Karena regulasi pemerintah tentang standar emisi kendaraan ramah lingkungan sudah ada, tinggal direalisasikan saja," beber dia.
Menurut Komaidi, perlu upaya terintegrasi melibatkan semua pihak merealisasikan BBM ramah lingkungan di Indonesia. Salah satunya mesti ada aturan yang mengatur agar Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) tidak lagi memproduksi kendaraan bermesin Standar Emisi Euro II.
"Memang tidak mudah, karena mobil di Indonesia masih banyak berstandar Euro II. Jadi memang harus ada upaya terintegrasi. Tidak hanya BBM-nya saja yang mesti ditingkatkan kualitasnya, tetapi juga otomotifnya juga harus bergerak ke sana," jelas dia.
Dia menjelaskan, Indonesia dengan BUMN migas PT Pertamina (Persero) telah mampu memproduksi BBM di atas RON 92. Kilang Cilacap bahkan mampu memproduksi BBM dengan kadar RON 98. Volume produksi kilang minyak Cilacap juga mampu menghasilkan 33,4% dari kapasitas kilang minyak nasional.
Sementara selama ini, untuk memenuhi kebutuhan BBM dengan kadar RON di bawah 90 seperti Premium, Indonesia mesti melakukan importasi. Impor dilakukan karena hanya sedikit negara yang mampu memproduksi BBM RON rendah. Kondisi itu menyebabkan keuangan negara terbebani.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) periode Januari-Oktober 2019, impor hasil minyak termasuk Premium, tercatat mencapai US$11,195 miliar atau sekitar Rp156,7 triliun. Impor BBM bahkan mendominasi dari nilai total impor migas Indonesia sebesar USD17,617 miliar atau setara Rp246,6 triliun.
Tingginya impor migas sempat membuat defisit neraca perdagangan pada periode tersebut. Belum lagi volume konsumsi BBM bersubsidi jenis Premium di Indonesia cukup tinggi, mencapai 5,87 juta kilo liter (KL) sepanjang semester 1/2019 dari total kuota 11 juta KL untuk periode 2019 lalu.
"Makanya, kita mesti mendorong agar masyarakat mau menggunakan produksi minyak kita sendiri, karena kita sudah mampu bikin BBM ramah lingkungan. Jangan BBM dengan RON rendah kita impor, sementara RON tinggi dijual ke negara lain," jelas dia.
Kekhawatiran banyak pihak akan kemampuan daya beli masyarakat, kata dia, bisa diatasi dengan mengalihkan subsidi Premium ke bahan bakar dengan kadar RON tinggi seperti Pertamax. Walaupun, kata dia, harga jual Pertamax nantinya tidak akan semurah jenis Premium.
"Subsidi bahan bakar minyak sangat mungkin dialihkan dari Premium ke Pertamax . Tapi memang itu butuh komitmen semua pihak, baik masyarakat dan Pemerintah. Kalau Pertamina hanya pelaksana di lapangan, mengikuti keputusan pemangku kebijakan," tutup dia.
Ketua Honda PCX Club Indonesia (HPCI) Chapter Bandung Miftah Zaelani menambahkan, selisih harga Rp1.000 atau 2.000 antara BBM RON tinggi dan rendah tidak menjadi persoalan bagi pengendara motor dengan volume mesin besar. Sepeda motor seperti PCX, membutuhkan RON tinggi, agar pembakaran sempurna.
Selisih harga, kata dia, juga tidak menjadi persoalan ketimbang di kemudian hari harus mengeluarkan biaya besar untuk perbaikan mesin. Selain itu, kendaraan dengan volume mesin di atas 150 cc akan mengeluarkan gas karbon dalam jumlah besar.
Dia menganjurkan agar menggunakan BBM ramah lingkungan. "Kita berkendara memang mestinya sambil menjaga alam agar lingkungan kita tetap bersih dan sehat," imbuh dia.
(don)