Usulan Penundaan Pilkada Serentak 2020 Dianggap Opsi Tepat
Minggu, 20 September 2020 - 18:38 WIB
YOGYAKARTA - Berbagai usulan penundaan Pilkada terus disampaikan berbagai kalangan. Penundaan Pilkada dianggap menjadi opsi kuat mengingat kasus COVID-19 yang hingga kini belum bisa terselesaikan.
(Baca juga: 4 Bandara Tak Mampu Deteksi Sabu yang Disembunyikan Dalam Anus NN )
Pengamat politik Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Hempry Suyatma mengatakan ada beberapa hal yang menjadikan ownindana Pilkada layak dipertimbangkan KPU. Di antaranya adalah angka COVID-19 di Indonesia, terus meningkat.
Kemudian model-model kampanye juga tidak efektif karena pasangan calon akan melibatkan banyak orang secara tatap muka. "Ini punya resiko menjadi klaster penyebaran virus COVID-19 . Jadi saya lebih setuju ditunda," terangnya kepada SINDOnews, Minggu (20/9/2020).
Dijelaskannya, kondisi di Indonesia saat ini memang berbeda-beda. Banyak daerah yang tidak bisa menyelenggarakan kampanye secara online sehingga mengharuskam ketemu langsung. "Lebih baik dana pilkada sementara waktu dialokasikan untuk penanganan COVID-19 , nanti baru 2021 digelar Pilkada," tandasnya.
Diakuinya untuk pencoblosan, masih bisa standar protokol kesehatan. Namun demikian, saat kampanye seringkali susah dikontrol. Terlebih lagi ketika calon harus blusukan sampai ke masyarakat. (Baca juga: KPU Jatim: Penundaan Pilkada Serentak Kewenangan Pemerintah Pusat )
"Pertanyaannya adalah, apakah ada orang bisa melarang orang untuk hadir saat tatap muka dengan calon. Pengalaman saat pendaftaran pilkada kemarin bisa jadi contoh meski diminta dengan protokol kesehatan, tapi praktiknya masih banyak yang dilanggar misalnya soal massa yang di bawa," tandas Dosen Fisipol UGM ini.
Dia kembali mengingatkan untuk kesehatan calon kepala daerah juga perlu jadi pertimbangan. Ini lantaran data yang beredar saat pendaftaran ada banyak bakal pasangan calon yang dinyatakan positif COVID-19 . (Baca juga: Tak Ingin Punah, Warga Desa Milatiharjo Tanam Kopi Liberika )
"Apakah negara berani menjamin keamanan dan keselamatan calon kepala daerah dan masyarakat jika pilkada tetap terus dipaksakan di era pandemi ini?. Saya kira negara harus serius tangani COVID-19 dan tidak terkesan setengah setengah," pungkasnya.
(Baca juga: 4 Bandara Tak Mampu Deteksi Sabu yang Disembunyikan Dalam Anus NN )
Pengamat politik Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Hempry Suyatma mengatakan ada beberapa hal yang menjadikan ownindana Pilkada layak dipertimbangkan KPU. Di antaranya adalah angka COVID-19 di Indonesia, terus meningkat.
Kemudian model-model kampanye juga tidak efektif karena pasangan calon akan melibatkan banyak orang secara tatap muka. "Ini punya resiko menjadi klaster penyebaran virus COVID-19 . Jadi saya lebih setuju ditunda," terangnya kepada SINDOnews, Minggu (20/9/2020).
Dijelaskannya, kondisi di Indonesia saat ini memang berbeda-beda. Banyak daerah yang tidak bisa menyelenggarakan kampanye secara online sehingga mengharuskam ketemu langsung. "Lebih baik dana pilkada sementara waktu dialokasikan untuk penanganan COVID-19 , nanti baru 2021 digelar Pilkada," tandasnya.
Diakuinya untuk pencoblosan, masih bisa standar protokol kesehatan. Namun demikian, saat kampanye seringkali susah dikontrol. Terlebih lagi ketika calon harus blusukan sampai ke masyarakat. (Baca juga: KPU Jatim: Penundaan Pilkada Serentak Kewenangan Pemerintah Pusat )
"Pertanyaannya adalah, apakah ada orang bisa melarang orang untuk hadir saat tatap muka dengan calon. Pengalaman saat pendaftaran pilkada kemarin bisa jadi contoh meski diminta dengan protokol kesehatan, tapi praktiknya masih banyak yang dilanggar misalnya soal massa yang di bawa," tandas Dosen Fisipol UGM ini.
Dia kembali mengingatkan untuk kesehatan calon kepala daerah juga perlu jadi pertimbangan. Ini lantaran data yang beredar saat pendaftaran ada banyak bakal pasangan calon yang dinyatakan positif COVID-19 . (Baca juga: Tak Ingin Punah, Warga Desa Milatiharjo Tanam Kopi Liberika )
"Apakah negara berani menjamin keamanan dan keselamatan calon kepala daerah dan masyarakat jika pilkada tetap terus dipaksakan di era pandemi ini?. Saya kira negara harus serius tangani COVID-19 dan tidak terkesan setengah setengah," pungkasnya.
(eyt)
tulis komentar anda