Kerajaan Kediri dan Singasari Kembali Bersatu usai Pemberontakan dan Perkawinan Politik Penuh Intrik

Sabtu, 22 Februari 2025 - 06:14 WIB
Hubungan Kediri dan Singasari sebagai dua kerajaan sempat tak harmonis pasca serangan mendadak Ken Arok. Foto/Ilustrasi/Istimewa
HUBUNGAN Kediri dan Singasari sebagai dua kerajaan sempat tak harmonis pasca serangan mendadak Ken Arok . Serangan ini mencatat buat Kediri yang dipimpin Kertajaya kala itu mengakhiri perjalanannya sebagai sebuah kerajaan.

Serangan itu membuat Singasari di bawah komando Ken Arok memiliki asa dan bersinar menggantikan Kerajaan Kediri. Padahal, sebelumnya Singasari yang dulunya bernama Tumapel, hanyalah wilayah bawahan dari Kediri pada 1292 Masehi.

Saat itu Kediri memang tengah berjaya, meskipun sang raja berkuasa dengan sifat angkuh. Kakawin Nagarakretagama pupuh 44 menguraikan bahwa sepeninggal Kertajaya raja Kediri, Raja Rajasa mengangkat Jayasabha sebagai penggantinya.





Uraian pada Kakawin Nagarakretagama pupuh 44 tentang Kediri berbeda dengan uraian prasasti Mula-Malurung, yang menyebut nama Bhatara Parameswara, Guning Bhaya, Tohjaya, dan kemudian Sri Kertanagara sebagai penguasa wilayah Kediri.

Proses penyatuan Kediri dan Singasari sebagaimana diuraikan Prasasti Mula-Malurung juga berbeda dengan yang diuraikan Pararaton. Menurut Pararaton, penyatuan Singasari dan Kediri berlangsung melalui komplotan Rangga Wuni dan Mahisa Campaka, masing-masing adalah putera Sang Anusapati dan Mahisa Wungu Teleng, terhadap Sang Prabu Tohjaya.

Untuk menghindari penangkapan oleh Lembu Ampal atas perintah Sang Prabu Tohjaya, Rangga Wuni dan Mahisa Campaka bersembunyi di rumah Panji Patipati. Prof. Slamet Muljana pada bukunya "Tafsir Sejarah Nagarakretagama" menyebutkan dengan bantuan tentara Rajasa dan Simelir, mereka menyerang istana dan berhasil menimbulkan kekacauan.

Pada kekacauan itu, Nararya Tohjaya berusaha untuk melarikan diri, namun karena menderita luka-luka terpaksa diangkut ke Katang Lumbang, di mana beliau mangkat. Sepeninggal Tohjaya, Rangga Wuni naik tahta dan mengambil nama abhiseka Wisnuwardhana, sedangkan Mahisa Campaka mengambil nama abhiseka Narasinghamurti dan menjadi Ratu Angabhaya (raja kedua atau wakil raja).

Prasasti Mula-Malurung tidak menyinggung soal pemberontakan atau komplotan, menguraikan secara biasa bahwa sepeninggal Sang Prabu Tohjaya, Nararya Seminingrat naik tahta berkat dukungan para pembesar, terutama dukungan Sang Pamegat di Ranu Kababyan Sang Apanji Patipati.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content