Kembangkan Produk Olahan Ikan, Warga di Kedung Ombo Bangkit dari Kemiskinan

Minggu, 27 Oktober 2024 - 22:53 WIB
Dikatakannya, ketika belum mendapat pendampingan, bengkel yang didirikan hanya jalan di tempat dan tak ada kemajuan. Setelah memperoleh pendampingan, secara berlahan bengkel mengalami kemajuan sedikit demi sedikit. Pesanan pembuatan dan perbaikan perahu mulai berjalan lancar.

“Kalau perbaikan perahu, biasanya yang rusak itu kondisinya mengelupas terkena batu atau kayu. Sehingga perahu bocor,” ucapnya.

Perahu yang dibuat nelayan, bahannya memakai fiber glass dengan memiliki ketahanan 8-10 tahun. Sedangkan dulu sebelum ada pendampingan, bahan perahu berasal dari kayu seadanya. Harga jualnya sekitar Rp2 juta tanpa mesin diesel. Perahu dari kayu, usai pakai hanya sekitar 1 tahun.

Pembuatan perahu menggunakan bahan kayu membutuhkan waktu sekitar 2 hari. Proses pembuatannya berdasarkan pesanan terlebih dahulu. Sebab para nelayan kesulitan modal untuk mencari bahan baku.

Sedangkan pembuatan perahu dari fiber glass, membutuhkan waktu paling lama 5 hari. Nelayan berani membuat terlebih dahulu tanpa ada pesanan karena telah diberi modal berupa bahan dari Pertamina. Sehingga ketika ada yang beli, barangnya sudah siap. Bahan fiber glass memiliki kelebihan antara lain jika tertekan batu hanya lecet dan tidak bocor.

Pekerjaan membuat perahu dilakukan ketika pulang dari mencari ikan di WKO sekitar pukul 12.00 WIB. Kemampuan membuat perahu, antara lain diperoleh secara autodidak dari YouTube. Para nelayan belajar terus menerus dan lama kelamaan hasilnya menjadi bagus.

“Kalau untuk mesin, di sini dulu sudah ada yang bisa bengkel. Dari Pertamina juga mendatangkan pelatihan bengkel. Kerusakan mesin antara lain karburasi kotor, dan busi,” katanya.

Penghasilan sebagai nelayan tidak tentu setiap bulan. Ketika musim hujan, nelayan mendapat penghasilan rata-rata Rp100.000 per hari karena tangkapan ikan banyak. Namun ketika musim kemarau, nelayan mereka tidak mendapat penghasilan karena air waduk mengering.

“Kadang berangkat dengan modal Rp40.000, pulang tidak dapat apa-apa,” katanya.

Uang untuk membeli bensin dan makan, karena nelayan harus berangkat naik motor menuju sungai yang mengalir ke waduk. Perjalanan membutuhkan waktu sekitar 1 jam. Saat air surut, nelayan beralih menjadi petani musiman dengan menanam jagung.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content