Kembangkan Produk Olahan Ikan, Warga di Kedung Ombo Bangkit dari Kemiskinan
Minggu, 27 Oktober 2024 - 22:53 WIB
Rata-rata warga di Dusun Sumber Agung berprofesi sebagai nelayan. Jumlahnya sekitar 100 orang dan suami istri berprofesi sebagai nelayan semua.
Kaum perempuan di Dusun Sumber Agung berupaya bangkit dari keterpurukan ekonomi. Mengawalinya, warga mengajukan proposal ke PT Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah (JBT). Tak memerlukan waktu lama, proposal disetujui dan warga mendapatkan pendampingan membuat produk olahan dari ikan hasil tangkapan di tahun 2022.
Mereka mendirikan Kelompok Jawak (Jajanan Iwak Kedung Ombo). Bantuan peralatan yang diberikan sangat banyak, di antaranya untuk pengasapan, kompor, wajan, spinner, timbangan, perajang, dan baskom.
“Selain itu juga ada bantuan modal, pendampingan benar-benar dari nol,” kata Bendahara Kelompok Jawak, Maryani.
Ikan hasil tangkapan diolah menjadi krispi petek, bakso petek goreng (bapareng), dan krispi lonjar. Krispi petek dijual dengan harga Rp75.000 per kg, bapareng Rp60.000 per kg, dan krispi lonjar Rp120.000 per kilogram.
Selain itu juga membuat krispi udang dengan harga Rp125.000 per kg. Namun produksi krispi udang tidak bisa dilakukan setiap hari karena sifatnya hanya musiman.
“Saat musim panas, krispi petek dijakan kerupuk, tapi kalau musim hujan tidak produksi kerupuk. Produk saat ini baru rasa original semua,” ucapnya.
Dalam sehari, nelayan mendapatkan bahan baku ikan paling banyak 10 kg. Bahkan terkadang sehari sama sekali tidak mendapat karena cuaca sedang tidak bersahabat. Agar tetap bisa berproduksi, ikan lonjar hasil tangkapan disimpan terlebih dahulu. Namun untuk ikan petek tidak bisa disimpan karena harus fresh saat diolah.
Untuk penjualan, saat ini kebanyak masih dititipkan di kios-kios. Sementara, penjualan melalui online belum maksimal. Produk yang dihasilkan tahan sampai 3 bulan. Harga dijual bervariasi per bungkus mulai dari Rp3.000, Rp5.000, Rp7.000 dan Rp10.000.
Omzet per bulan saat ini baru Rp3 juta yang dibagi untuk 10 orang anggota kelompok. Kendala yang dihadapi di antaranya adalah kesulitan bahan baku dan pemasaran. Bahan baku sangat mengandalkan hasil tangkapan nelayan. Sebab budi daya ikan-ikan jenis tersebut tidak bisa dilakukan. Sedangkan untuk pemasaran, kendalanya belum bisa menjangkau pasar yang luas.
Kaum perempuan di Dusun Sumber Agung berupaya bangkit dari keterpurukan ekonomi. Mengawalinya, warga mengajukan proposal ke PT Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah (JBT). Tak memerlukan waktu lama, proposal disetujui dan warga mendapatkan pendampingan membuat produk olahan dari ikan hasil tangkapan di tahun 2022.
Mereka mendirikan Kelompok Jawak (Jajanan Iwak Kedung Ombo). Bantuan peralatan yang diberikan sangat banyak, di antaranya untuk pengasapan, kompor, wajan, spinner, timbangan, perajang, dan baskom.
“Selain itu juga ada bantuan modal, pendampingan benar-benar dari nol,” kata Bendahara Kelompok Jawak, Maryani.
Ikan hasil tangkapan diolah menjadi krispi petek, bakso petek goreng (bapareng), dan krispi lonjar. Krispi petek dijual dengan harga Rp75.000 per kg, bapareng Rp60.000 per kg, dan krispi lonjar Rp120.000 per kilogram.
Selain itu juga membuat krispi udang dengan harga Rp125.000 per kg. Namun produksi krispi udang tidak bisa dilakukan setiap hari karena sifatnya hanya musiman.
“Saat musim panas, krispi petek dijakan kerupuk, tapi kalau musim hujan tidak produksi kerupuk. Produk saat ini baru rasa original semua,” ucapnya.
Dalam sehari, nelayan mendapatkan bahan baku ikan paling banyak 10 kg. Bahkan terkadang sehari sama sekali tidak mendapat karena cuaca sedang tidak bersahabat. Agar tetap bisa berproduksi, ikan lonjar hasil tangkapan disimpan terlebih dahulu. Namun untuk ikan petek tidak bisa disimpan karena harus fresh saat diolah.
Untuk penjualan, saat ini kebanyak masih dititipkan di kios-kios. Sementara, penjualan melalui online belum maksimal. Produk yang dihasilkan tahan sampai 3 bulan. Harga dijual bervariasi per bungkus mulai dari Rp3.000, Rp5.000, Rp7.000 dan Rp10.000.
Omzet per bulan saat ini baru Rp3 juta yang dibagi untuk 10 orang anggota kelompok. Kendala yang dihadapi di antaranya adalah kesulitan bahan baku dan pemasaran. Bahan baku sangat mengandalkan hasil tangkapan nelayan. Sebab budi daya ikan-ikan jenis tersebut tidak bisa dilakukan. Sedangkan untuk pemasaran, kendalanya belum bisa menjangkau pasar yang luas.
tulis komentar anda