Kisah Letnan Jenderal TNI (Purn) Soegito, Jual Sepeda dan Palsukan Tanda Tangan Bapaknya demi Masuk Akmil
Selasa, 17 September 2024 - 06:22 WIB
Tak semua kisah perjalanan menuju puncak karier militer penuh dengan jalan mulus. Salah satu contoh inspiratif adalah Letnan Jenderal (Purn) Soegito , seorang jenderal legendaris dari Kopassus .
Soegito mengungkapkan cerita menarik dan menegangkan di balik usahanya untuk diterima di Akademi Militer Nasional (AMN) yang kini dikenal sebagai Akademi Militer (Akmil) di Magelang.
Sejak kecil, Soegito sudah memiliki impian besar untuk menjadi taruna di AMN. Namun, perjalanan menuju impian tersebut penuh dengan rintangan.
Keterbatasan finansial dan kesulitan akses informasi, Soegito menghadapi berbagai tantangan yang harus diatasi. Bagi mantan Pangkostrad ini, menjadi tentara pilihan yang paling menarik karena biaya pendidikan ditanggung sepenuhnya oleh negara.
Dengan informasi yang sangat terbatas itulah, ia dan beberapa temannya di SMA berniat menjadi tentara. Celakanya, semua proses seleksi untuk masuk ke AMN di Magelang diadakan di Semarang.
Proses seleksi berlangsung sebelum ada pengumuman hasil ujian akhir SMA. Bolak-balik ke Semarang tidak hanya menyita waktu tapi juga menguras isi kantong.
Dengan uang saku yang selalu pas-pasan dan kadang kurang, Soegito memang harus bisa mengatur sendiri keuangannya agar ketika dibutuhkan bisa langsung berangkat ke Semarang. Ketika itu setiap hasil seleksi disampaikan lewat surat, sehingga selalu butuh waktu antara satu seleksi ke seleksi berikutnya.
Karena sering bolak-balik ke Semarang, akhirnya kakaknya jadi tahu apa yang sedang dikerjakannya. Tanpa butuh waktu lama, berita itupun dengan cepat sampai di Cilacap, tempat orang tuanya tinggal. Suatu hari ketika bertandang ke Cilacap untuk meminta restu orang tua, Soegito dipanggil ayahnya.
Sambil memberi nasihat dan wejangan layaknya orang tua kepada anaknya, Soeleman lalu menyuruhnya mengambil selembar daun sirih dan gelas diisi air putih.
Soegito mengungkapkan cerita menarik dan menegangkan di balik usahanya untuk diterima di Akademi Militer Nasional (AMN) yang kini dikenal sebagai Akademi Militer (Akmil) di Magelang.
Baca Juga
Sejak kecil, Soegito sudah memiliki impian besar untuk menjadi taruna di AMN. Namun, perjalanan menuju impian tersebut penuh dengan rintangan.
Keterbatasan finansial dan kesulitan akses informasi, Soegito menghadapi berbagai tantangan yang harus diatasi. Bagi mantan Pangkostrad ini, menjadi tentara pilihan yang paling menarik karena biaya pendidikan ditanggung sepenuhnya oleh negara.
Dengan informasi yang sangat terbatas itulah, ia dan beberapa temannya di SMA berniat menjadi tentara. Celakanya, semua proses seleksi untuk masuk ke AMN di Magelang diadakan di Semarang.
Proses seleksi berlangsung sebelum ada pengumuman hasil ujian akhir SMA. Bolak-balik ke Semarang tidak hanya menyita waktu tapi juga menguras isi kantong.
Dengan uang saku yang selalu pas-pasan dan kadang kurang, Soegito memang harus bisa mengatur sendiri keuangannya agar ketika dibutuhkan bisa langsung berangkat ke Semarang. Ketika itu setiap hasil seleksi disampaikan lewat surat, sehingga selalu butuh waktu antara satu seleksi ke seleksi berikutnya.
Karena sering bolak-balik ke Semarang, akhirnya kakaknya jadi tahu apa yang sedang dikerjakannya. Tanpa butuh waktu lama, berita itupun dengan cepat sampai di Cilacap, tempat orang tuanya tinggal. Suatu hari ketika bertandang ke Cilacap untuk meminta restu orang tua, Soegito dipanggil ayahnya.
Sambil memberi nasihat dan wejangan layaknya orang tua kepada anaknya, Soeleman lalu menyuruhnya mengambil selembar daun sirih dan gelas diisi air putih.
tulis komentar anda