Amir Syarifuddin, Tokoh Pemberontakan PKI Madiun 1948 Ditembak Mati di Solo
Sabtu, 05 Agustus 2023 - 16:47 WIB
Kemudian pada 8 September 1948 menghadiri kongres di Madiun, 10 dan 11 September 1948 hadir di Kediri, 13 September 1948 hadir di Jombang, 14 September 1948 di Bojonegoro, 15 September 1948 di Cepu dan 17 September 1948 di Purwodadi Jawa Tengah.
Dalam buku Mencari Kiri, Kaum Revolusioner Indonesia dan Revolusi Mereka (2011) disebutkan Amir sempat bermalam di Purwodadi.
Di malam yang sama itu, pergolakan panas telah terjadi di Madiun. Soemarsono, Ketua Komite tetap Kongres Pemuda yang bertempat di Madiun melakukan gerakan yang menekan tentara.
Semua kesatuan tentara yang dianggap mengganggu keamanan umum kota, ia lucuti. Soemarsono secara radikal mengganti residen Sumadikun yang tidak di tempat dengan Wakil Wali Kota Supardi dari FDR.
Suhu politik Madiun pun sontak panas. Pada 18-19 September 1948 malam, Amir beserta rombongan, yakni termasuk Musso bergerak ke Madiun. Mereka datang untuk memenuhi permintaan pimpinan FDR setempat.
Presiden Soekarno pada 19 September 1948 petang menyebut peristiwa Madiun sebagai kudeta. Bung Karno mengutuk kudeta PKI Musso dan Amir Syarifuddin di Madiun. Bung Karno juga berseru kepada golongan loyalis untuk merebut Madiun.
“Pilih Soekarno-Hatta atau Musso dengan PKI nya,” tegas Soekarno.
Amir tidak tinggal diam. Pada 23 September 1948 ia berusaha membalas Soekarno dengan pidato tandingan yang menyatakan menolak tuduhan kudeta. Amir juga berusaha mendinginkan suasana politik.
“Pidato Amir melalui radio Madiun menolak tuduhan kudeta kaum komunis di Madiun, dan berusaha meredakan suasana,” ujarnya.
Pemerintahan Soekarno kukuh menganggap peristiwa Madiun yang berhasil dipadamkan sebagai upaya pemberontakan. Amir yang menjalani interview di penjara Kudus pada 2 Desember 1948, tetap menyangkal tuduhan kudeta yang direncanakannya.
Dalam buku Mencari Kiri, Kaum Revolusioner Indonesia dan Revolusi Mereka (2011) disebutkan Amir sempat bermalam di Purwodadi.
Di malam yang sama itu, pergolakan panas telah terjadi di Madiun. Soemarsono, Ketua Komite tetap Kongres Pemuda yang bertempat di Madiun melakukan gerakan yang menekan tentara.
Semua kesatuan tentara yang dianggap mengganggu keamanan umum kota, ia lucuti. Soemarsono secara radikal mengganti residen Sumadikun yang tidak di tempat dengan Wakil Wali Kota Supardi dari FDR.
Suhu politik Madiun pun sontak panas. Pada 18-19 September 1948 malam, Amir beserta rombongan, yakni termasuk Musso bergerak ke Madiun. Mereka datang untuk memenuhi permintaan pimpinan FDR setempat.
Presiden Soekarno pada 19 September 1948 petang menyebut peristiwa Madiun sebagai kudeta. Bung Karno mengutuk kudeta PKI Musso dan Amir Syarifuddin di Madiun. Bung Karno juga berseru kepada golongan loyalis untuk merebut Madiun.
“Pilih Soekarno-Hatta atau Musso dengan PKI nya,” tegas Soekarno.
Amir tidak tinggal diam. Pada 23 September 1948 ia berusaha membalas Soekarno dengan pidato tandingan yang menyatakan menolak tuduhan kudeta. Amir juga berusaha mendinginkan suasana politik.
“Pidato Amir melalui radio Madiun menolak tuduhan kudeta kaum komunis di Madiun, dan berusaha meredakan suasana,” ujarnya.
Pemerintahan Soekarno kukuh menganggap peristiwa Madiun yang berhasil dipadamkan sebagai upaya pemberontakan. Amir yang menjalani interview di penjara Kudus pada 2 Desember 1948, tetap menyangkal tuduhan kudeta yang direncanakannya.
tulis komentar anda