BMKG: Erupsi Tangkuban Parahu Tak Memicu Aktivitas Sesar Lembang

Sabtu, 27 Juli 2019 - 20:07 WIB
BMKG: Erupsi Tangkuban...
BMKG: Erupsi Tangkuban Parahu Tak Memicu Aktivitas Sesar Lembang
A A A
BANDUNG BARAT - Erupsi freatik Gunung Tangkuban Parahu , Jawa Barat pada 26 Juli 2019 pukul 15.48 WIB terekam dengan baik oleh sensor seismograph Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika ( BMKG ) di Stasiun Seismik Lembang (LEM). Waktu tiba gelombang seismik tercatat pukul 15.50 WIB dengan durasi sekitar 4 menit.

Dampak erupsi, selain hujan abu juga menimbulkan rasa was-was masyarakat Subang, Lembang, dan Bandung, serta terganggunya aktivitas objek pariwisata primadona di Bandung Utara itu.

Pascaerupsi freatik Gunung Tangkuban Parahu, banyak pertanyaan dilontarkan masyarakat dan awak media kepada BMKG. Pertanyaan semua hampir serupa, yaitu apakah erupsi Gunung Tangkuban Perahu dapat memicu gempa tektonik Sesar Lembang?

"Jawabnya adalah 'tidak', karena gempa tektonik lazimnya disebabkan oleh interaksi antar lempeng tektonik atau aktivitas sesar aktif, bukan karena erupsi freatik gunung api," kata Kepala Bidang Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Daryono dalam keterangan tertulisnya, Minggu (27/7/2019).

Daryono menjelaskan, erupsi freatik adalah letusan yang tekanannya berasal dari pemanasan air tanah di bawah dasar kawah. Pemanasan yang konstan berlangsung di dasar kawah akan meningkatkan terbentuknya tekanan uap air yang kemudian meletup ke permukaan.

Erupsi freatik adalah fenomena lokal, sementara jarak antara Gunung Tangkuban Parahu dengan Sesar Lembang sejauh 6,96 km sehingga erupsi ini tidak akan mempengaruhi kondisi tektonik Sesar Lembang.

"Kami mengimbau agar masyarakat Subang, Lembang, Bandung, dan sekitarnya tidak perlu cemas dan takut. Terkait Sesar Lembang, BMKG akan terus memonitor aktivitas seismiknya selama 24 jam selama 7 hari secara terus menerus. Selanjutnya BMKG akan segera menginformasikan kepada masyarakat jika ada peningkatan aktivitas kegempaan Sesar Lembang," imbaunya.

Belajar dari beberapa peristiwa gempa tektonik destruktif akibat sesar aktif, biasanya aktivitas sesar didahului gempa-gempa mikro sebagai gempa pendahuluan (foreshocks). Gempa Yogyakarta 2006 (M 6.4), Gempa Lombok 2018 (M7.0), Gempa Palu 2018 (M7.5) dan Gempa Halmahera Selatan (M7.2) semua dipicu sesar aktif dan didahului aktivitas gempa pendahulan.

Untuk mewaspadai dan mengantisipasi aktivitas Sesar Lembang, BMKG saat ini memonitor dengan sangat ketat kemunculan gempa mikro di sepanjang jalur sesar. Untuk meningkatkan akurasi monitoring aktivitas sesar aktif di Provinsi Jawa Barat, BMKG pada tahun 2019 ini akan merapatkan jaringan sensor gempa dengan memasang 22 sensor seismik baru.

BMKG menjadikan Sesar Lembang sebagai salah satu prioritas monitoring aktivitas seismik di Indonesia karena potensinya cukup signifikan dan berdekatan dengan kota besar dengan permukiman padat.

"Apakah dengan tempat tinggal kita dekat sesar aktif lantas kita selalu cemas dan takut? Tidak perlu, informasi potensi gempa harus direspons dengan langkah nyata dengan memperkuat mitigasi. Utamanya mitigasi struktural yaitu membangun bangunan dengan struktur yang tahan gempa bumi," jelasnya.

Peristiwa gempa bumi adalah keniscayaan di Indonesia. "Yang penting dan harus dibangun adalah mitigasi, kesiapsiagaan, kapasitas stakeholder dan masyarakatnya, maupun infrastruktur untuk menghadapi gempa yang mungkin terjadi," tutupnya. (Baca Juga: Pascaerupsi, Taman Wisata Tangkuban Parahu Ditutup Selama 3 Hari)
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3205 seconds (0.1#10.140)