Riwayat Ken Arok dan Kutukan Keris Empu Gandring

Kamis, 19 Januari 2023 - 05:13 WIB
loading...
Riwayat Ken Arok dan Kutukan Keris Empu Gandring
Ken Dedes. Foto: Istimewa
A A A
KEN Arok adalah pendiri sekaligus raja pertama Kerajaan Singasari. Berdiri pada tahun 1222 Masehi di daerah Singosari (sekarang Kabupaten Malang), Jawa Timur.

Nama resmi kerajaan itu sebenarnya adalah Tumapel. Menurut kitab Pararaton, Tumapel semula hanya sebuah daerah bawahan Kerajaan Kediri, yang setara kecamatan saat ini. Wilayah itu dipimpin oleh Tunggul Ametung.

Bagaimana perjalanan Ken Arok selanjutnya, berikut ulasan Cerita Pagi. Sebelum terkenal menjadi Raja Singasari dengan gelar Sri Ranggah Raja Batara Sang Amurwabumi, Ken Arok hanya seorang rakyat biasa.



Citranya bahkan sangat buruk. Dia terkenal sebagai maling, perampok, penyamun, dan perbuatan kotor lainnya. Dalam karangan SH Mintardja berjudul Bara di Atas Singgasana, Ken Arok hanya sampah masyarakat.

Namun, anak pasangan suami istri Gajah Para dan Ken Endok ini terkenal memiliki otak yang sangat encer. Tetapi. dia tidak dikehendaki oleh kedua orang tuanya dan kemudian dibuang.

Ken Arok lalu dirawat oleh Bango Samparan, hingga akhirnya menjadi seperti yang telah disinggung sebelumnya.



Pada awalnya, dia tidak memiliki niatan menjadi seorang raja, apalagi mendirikan kerajaan besar seperti Singasari. Jalan hidup Ken Arok berubah setelah Brahmana Lohgawe, membawanya kepada Akuwu Tunggul Ametung.

Saat itu, Ken Arok dijadikan prajurit di Tumapel. Dia ditugaskan sebagai juru taman di Boboji. Di tempat inilah, dia pertama kali bertemu pujaan hatinya Ken Dedes, yang tidak lain adalah istri dari Tunggul Ametung.

Ken Dedes memiliki perawakan tinggi lejang, langsing semampai bagai bunga padma yang sedang mekar. Wajahnya berseri dan selalu memancarkan kecantikan yang abadi. Matanya sayu lindri terlihat sangat menggairahkan.



Singkat kata, Ken Dedes adalah simbol kecantikan dan seksualitas masa itu. Hanya saja, tidak ada pria yang berani mendekat, apalagi menggodanya. Lantaran sang ayah adalah seorang biksu Budha yang sangat disegani.

Tetapi tidak dengan Tunggul Ametung. Saat mendengar kecantikan Ken Dedes, Akuwu Tumapel itu penasaran. Dia lalu menuju Panawijen, yang masih wilayah kekuasaan kekuwuannya, tempat di mana Ken Dedes berada.

Langkah kaki pun langsung tertuju ke tempat biksu Budha, Mpu Purwa. Namun, Mpu Purwa sedang tidak ada. Di sana hanya putrinya Ken Dedes. Pada pertemuan pertama itu, Tunggul Ametung langsung jatuh hati.



Tanpa izin Mpu Purwa, dia memerintahkan para prajuritnya untuk memboyong paksa Ken Dedes ke Istana Tumapel.

Saat sang biksu pulang ke rumah, ternyata putri kesayangannya sudah tidak ada. Dia pun bertanya ke sana-kemari, tetapi tidak ada yang berani memberikan jawaban. Dalam kesedihan mendalam, Mpu Purwa bersumpah.

"Semoga orang yang melarikan anakku, tidak akan lama mengenyam kenikmatan dunia. Semoga dia mati ditusuk keris dan diambillah istrinya," demikian kutukan empu Purwa yang menjadi kenyataan.



Tidak hanya itu, dia juga mengutuk masyarakat Desa Panawijen agar sumber airnya menjadi kekering, karena tidak mau memberi tahu siapa yang menculik Ken Dedes, padahal mereka mengetahui dan melihatnya.

Sementara itu, setibanya di Tumapel, Ken Dedes langsung dijadikan istri dan disetubuhi oleh Tunggul Ametung. Kesucian gadis desa itu pun sirna. Akibat persetubuhan itu, Ken Dedes hamil dan memiliki anak bernama Anusapati.

Melihat Ken Dedes kurang bergairah, Tunggul Ametung membawanya ke Boboji, tempat Ken Arok berjaga.



Saat kereta kencana yang membawa Ken Dedes tiba, tanpa disengaja saat dia turun kainnya tersingkap hingga terlihat rahasianya yang menyala. Ken Arok yang melihat itu sangat terpesona dan langsung tergila-gila.

Ditambah, melihat kecantikan Ken Dedes yang sempurna. Bunga-bunga cinta langsung memenuhi hatinya.

Sejak itu, Ken Arok tidak bisa melupakan Ken Dedes. Wajahnya selalu terbayang-bayang. Dia lalu menemui ayah angkatnya brahmana Dang Lohgawe, dan menanyakan rahasia menyala pada wanita yang dilihatnya itu.



"Perempuan yang memiliki rahasia menyala itu namanya perempuan Nawiswari.. Ia adalah perempuan yang paling utama. Berdosa jika memperistri perempuan sedemikian itu," ungkap Dang Lohgawe menasehati.

Namun, dia menambahkan siapapun yang berhasil memperistrinya, maka pria itu akan menjadi maharaja besar.

"Jika demikian adanya bapa, Sang Akuwu akan aku bunuh dan akan aku ambil istrinya untuk menjadi istriku. Tentu dia akan mati. Tetapi itu kalau bapa mengijinkannya," timpal Ken Arok dengan sungguh-sungguh.



Sampai di sini, kutukan ayahanda Ken Dedes menjadi kenyataan. Setelah mendapat izin dari Dang Lohgawe, Ken Arok menemui ayah angkat yang merawatnya sejak kecil, yakni Bango Samparan.

Dari pertemuan itu, Ken Arok menemui empu Gandring, di Desa Lulumbang. Dia lantas minta dibuatkan keris sakti.

Saat melihat Ken Arok, empu Gandring sudah mengetahui jika sosok yang dia temui itu bukan orang sembarangan. Pada kedua telapak tangan Ken Arok, dia melihat tanda cakra dan sangka.



Awalnya, Ken Arok minta keris sakti itu selesai dikerjakan dalam waktu tiga bulan. Tetapi empu Gandring menolaknya, karena tingkat kesulitannya. Akhirnya, Ken Arok meminta waktu lima bulan agar segera diselesaikan.

Setelah lima bulan berlalu, Ken Arok kembali menemui Empu Gandring, hendak mengambil keris sakti pesanannya. Keris sudah jadi, hanya saja masih belum sempurna. Ken Arok pun kecewa, lantas naik pitam.

Dia meminta keris sakti yang sedang diasah empu Gandring, dan pura-pura menimangnya. Tetapi sejurus kemudian, Ken Arok melompat dan menusuk empu Gandring hingga tewas. Setelah itu, dia menusuk lumpang batu asahan.



Seketika, lumpang batu tersebut terbelah dua. Sebelum menghembuskan napas terakhirnya, empu Gandring bersumpah kepada Ken Arok dan mengutuknya, bahwa dia akan mati oleh keris sakti itu.

"Engkau tidak tahu balas budi dan terima kasih. Maka kelak engkau akan mati oleh keris itu. Anak cucumu akan mati oleh keris itu juga. Bahkan tujuh orang raja akan mati oleh keris itu juga," sumpah empu Gandring.

Dengan keris sakti itu, Ken Arok lalu membunuh Tunggul Ametung dan merebut Ken Dedes menjadi istrinya.



Untuk menghilangkan jejak pembunuhannya, Ken Arok mengorbankan Kebo Ijo. Dia meminjamkan keris sakti empu Gandring itu kepada Kebo Ijo. Sehingga, warga Tumapel tahunya keris sakti itu milik Kebo Ijo.

Muslihat jahat Ken Arok berhasil cemerlang. Saat keris itu menancap di dada Tunggul Ametung, Kebo Ijo yang disalahkan. Dia lalu menusuk Kebo Ijo hingga tewas. Setelah itu, menikahlah Ken Arok dengan Ken Dedes.

Dengan dikawininya Ken Dedes, maka Ken Arok menggantikan posisi Tunggul Ametung di Tumapel. Dari Ken Dedes, Ken Arok memiliki anak Mahisa Wonga Teleng, Panji Saprang, Agnhibaya, dan Dewi Rimbu.



Selain dengan Ken Dedes, Ken Arok juga menikah dengan Ken Umang. Dari perwakinannya dengan Ken Umang, dia memiliki anak bernama Tohjaya, Panji Sudhatu, Panji Wergola, dan Dewi Rambi.

Saat terjadi perang antara Raja Kediri Kertajaya dengan kaum brahmana, Ken Arok mengangkat dirinya menjadi Raja Tumapel, pada 1222 Masehi, dengan gelar Sri Ranggah Raja Batara Sang Amurwabumi.

Perang pecah di Desa Ganter, dengan kemenangan telak Tumapel. Dalam perang itu, Ken Arok menggunakan nama julukan Bhatara Syiwa, karena Kertajaya mengatakan Kediri hanya bisa dikalahkan oleh Bhatara Syiwa.



Ken Arok memerintah Kerajaan Singasari selama lima tahun, dari 1222-1227 Masehi. Pada 1227, Ken Arok tewas ditikam keris empu Gandring oleh orang suruhan Anuspati, anak Ken Dedes dengan Tunggul Ametung.

Anuspati tidak terima dengan kematian Tunggul Ametung yang dibunuh dengan keris empu Gandring oleh Ken Arok. Selanjutnya, Ken Arok dimakamkan di Kegenengan, dalam bangunan Siwa-Budha.

Sampai di sini ulasan singkat riwayat Ken Arok, dan kutukan keris empu Gandring diakhiri. Semoga bermanfaat.

Sumber tulisan:
1. Otto Sukatno, CR dan Untung Mulyono, Pararaton: Rekonstruksi Sebuah Novel dan Tafsir atas Serat (Kitab), Nusamedia, Bukel, 2021.
2. Otto Sukatno, CR dan Untung Mulyono, Pararaton: Kerajaan Tumapel (Singhasari) dan Majapahit, Nusamedia, Bukel, 2021.
3. Langit Kresna Hariadi, Gajah Mada, Bergelut dalam Kemelut Takhta dan Angkara, Tiga Serangkai, 2008.
(san)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1669 seconds (0.1#10.140)