Jajaran Kejari Parepare Diperiksa Terkait Pelaku Asusila Divonis 5 Bulan
loading...
A
A
A
PAREPARE - Jajaran strukturan Kejaksaan Negeri (Kejari) Parepare , diperiksa setelah pelaku asusila terhadap anak di bawah umur di Parepare hanya divonis 5 bulan penjara oleh pengadilan.
Itu setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Kejari Parepare hanya menuntut 7 bulan para pelaku.
Pemeriksaan dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi Negeri (Kejati) Sulawesi Selatan (Sulsel) yang telah membentuk tim dari Asisten Pengawasan Kejati Sulsel dan empat orang anggota.
Hal itu dikemukakan Wakil Kepala Kejati Sulsel, Risal Nurul Fitri, yang memimpin tim pemeriksa Kejati, usai pemeriksaan terhadap pejabat struktural dan JPU yang menangani kasus asusila terhadap korban yang masih berusia 14 tahun.
Risal mengatakan, atas perintah Kajati Sulsel, tim pemeriksa dibentuk. Kedatangan tim yang dipimpinnya ke Parepare, terkait dengan permasalahan penanganan perkara anak yang saat ini menjadi sorotan publik.
"Kami melakukan inspeksi kasus. Masih dalam pemeriksaan terhadap pejabat struktural maupun Kepala Seksi yang terkait dengan proses penanganan kasus tersebut," jelasnya.
Dari hasil pemeriksaan tersebut, kata Risal yang juga mantan Kajari Parepare, akan disimpulkan apakah ada pelanggaran prosedur penanganan perkara asusila anak yang melibatkan 7 pelaku, dari dua laporan berbeda.
"Nantinya pasti akan kita gelar. Tapi saat ini belum bisa kita nilai apakah penanganan perkara telah sesuai prosedur atau tidak," ujarnya.
Risal menegakan, jika nantinya dalam pemeriksaan terbukti ada kesalahan atau pelanggaran prosedur yang dilakukan pihak Kejari dalam menangani kasus asusila anak tersebut, akan ada sanksi yang menunggu. Mulai dari teguran tertulis, penurunan pangkat hingga pencopotan dari jabatan. Tergantung dari tingkat pelanggaran yang dilakukan pihak Kejari Parepare yang menangani kasus tersebut.
"Tinggal bagaimana hasil pemeriksaannya. Jika terbukti, pejabat struktural maupun JPU-nya bisa kena sanksi," ungkapnya.
Terkait dugaan rekayasa surat damai yang diterima Kejari Parepare dari pengacara para tersangka, yang sempat disoal ibu korban lantaran adanya angka nominal Rp10 juta yang dicantumkan dalam surat dan berbeda dengan yang dikantongi korban, Risal memastikan jika surat perdamaian tersebut juga sedang diteliti.
Hasil pemeriksaan, kata Risal, akan diketahui apakah surat damai itu dibuat oleh para pihak (pelaku dan korban) atau ada yang memalsukan sebagai alat untuk memberi perlindungan terhadap pelaku.
"Akan diteliti untuk kebenarannya. Apakah surat perdamaian yang didapatkan dalam persidangan perkara betul atau tidak dibuat secara benar. Jika itu dipalsukan, yang berbuat harus melalui proses hukum," tegasnya.
Risal menambahkan, setiap persidangan perkara hukum anak, tugas jaksa melindungi kepentingan si korban atas kejahatan dan tidak pula melindungi kepentingan-kepentingan pelaku. Posisi jaksa, tegassnya, harus netral, dan jangan memberi kesan melindungi salah satu pihak.
"JPU itu tugasnya penegakan hukum, tapi dalam perkara anak harus diperhatikan dengan baik," tandasnya.
Itu setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Kejari Parepare hanya menuntut 7 bulan para pelaku.
Pemeriksaan dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi Negeri (Kejati) Sulawesi Selatan (Sulsel) yang telah membentuk tim dari Asisten Pengawasan Kejati Sulsel dan empat orang anggota.
Hal itu dikemukakan Wakil Kepala Kejati Sulsel, Risal Nurul Fitri, yang memimpin tim pemeriksa Kejati, usai pemeriksaan terhadap pejabat struktural dan JPU yang menangani kasus asusila terhadap korban yang masih berusia 14 tahun.
Risal mengatakan, atas perintah Kajati Sulsel, tim pemeriksa dibentuk. Kedatangan tim yang dipimpinnya ke Parepare, terkait dengan permasalahan penanganan perkara anak yang saat ini menjadi sorotan publik.
"Kami melakukan inspeksi kasus. Masih dalam pemeriksaan terhadap pejabat struktural maupun Kepala Seksi yang terkait dengan proses penanganan kasus tersebut," jelasnya.
Dari hasil pemeriksaan tersebut, kata Risal yang juga mantan Kajari Parepare, akan disimpulkan apakah ada pelanggaran prosedur penanganan perkara asusila anak yang melibatkan 7 pelaku, dari dua laporan berbeda.
"Nantinya pasti akan kita gelar. Tapi saat ini belum bisa kita nilai apakah penanganan perkara telah sesuai prosedur atau tidak," ujarnya.
Risal menegakan, jika nantinya dalam pemeriksaan terbukti ada kesalahan atau pelanggaran prosedur yang dilakukan pihak Kejari dalam menangani kasus asusila anak tersebut, akan ada sanksi yang menunggu. Mulai dari teguran tertulis, penurunan pangkat hingga pencopotan dari jabatan. Tergantung dari tingkat pelanggaran yang dilakukan pihak Kejari Parepare yang menangani kasus tersebut.
"Tinggal bagaimana hasil pemeriksaannya. Jika terbukti, pejabat struktural maupun JPU-nya bisa kena sanksi," ungkapnya.
Terkait dugaan rekayasa surat damai yang diterima Kejari Parepare dari pengacara para tersangka, yang sempat disoal ibu korban lantaran adanya angka nominal Rp10 juta yang dicantumkan dalam surat dan berbeda dengan yang dikantongi korban, Risal memastikan jika surat perdamaian tersebut juga sedang diteliti.
Hasil pemeriksaan, kata Risal, akan diketahui apakah surat damai itu dibuat oleh para pihak (pelaku dan korban) atau ada yang memalsukan sebagai alat untuk memberi perlindungan terhadap pelaku.
"Akan diteliti untuk kebenarannya. Apakah surat perdamaian yang didapatkan dalam persidangan perkara betul atau tidak dibuat secara benar. Jika itu dipalsukan, yang berbuat harus melalui proses hukum," tegasnya.
Risal menambahkan, setiap persidangan perkara hukum anak, tugas jaksa melindungi kepentingan si korban atas kejahatan dan tidak pula melindungi kepentingan-kepentingan pelaku. Posisi jaksa, tegassnya, harus netral, dan jangan memberi kesan melindungi salah satu pihak.
"JPU itu tugasnya penegakan hukum, tapi dalam perkara anak harus diperhatikan dengan baik," tandasnya.
(agn)