Kerugian Negara Akibat Bansos Diduga Dibayar Pakai Uang Korupsi RTH
loading...
A
A
A
Havid menjawab, "Saya harus membayar kerugian negara Rp300 juta. Tapi saya tidak pernah merasa membayar uang itu. Saya juga kaget tiba-tiba saya sudah membayar Rp300 juta (kerugian negara)," kata Havid.
"Saya gaji cuma seberapa. Masa harus bayar Rp300 juta. Sekarang saya sudah dipecat dari PNS (pegawai negeri sipil). Enggak ada penghasilan," ujar Havid pelan.
Selain Havid, tim JPU KPK juga menghadirkan Didi Rismunad, terpidana korupsi pengadaan lahan SMA Negeri 22 Kota Bandung, sebagai saksi. Dalam kasus RTH, Didi menjabat pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) pengadaan lahan RTH.
Dalam kesaksiannya, Didi mengatakan, sebagai PPTK pengadaan RTH, dia tidak memeriksa berkas dokumen pencairan anggaran yang disodorkan staf, Wagyo.
Wagyo menyerahkan berkas-berkas untuk pencairan 19 bidang tanah di dua kelurahan di Kecamatan Mandalajati. Menurut jaksa KPK, Budi Nugraha dan Chaerudin, berkas-berkas itu tidak dilengkapi dengan persyaratan yang dibutuhkan.
Seperti warkah kepemilikan lahan dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang tidak dibayar. Bahkan Didi tidak melakukan survei ke lokasi lahan yang akan dibeli oleh Pemkot Bandung.
Didi juga tidak membentuk panitia pengadaan tanah dan tidak membuat musyawarah soal pengadaan lahan. Padahal, itu harus dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan.
"Saya tanda tangani semua berkas yang disodorkan Wagyo tanpa memeriksa karena saat itu Wagyo bilang, perintah bos (Herry Nurhayat). Itu saya anggap sebagai tekanan," kilah Didi.
Karena perbuatannya itu, Pemkot Bandung akhirnya mengeluarkan dana untuk pembayaran atas 19 bidang tanah dengan harga yang lebih tinggi. Padahal, prosesnya tidak sesuai aturan.
Hakim Basari Budhi Pardiyanto turut mencecar Didi dengan sejumlah pertanyaan. Menurut hakim, akibat perbuatan Didi inilah Pemkot Bandung mengeluarkan anggaran padahal proses persyaratannya bermasalah.
"Saya gaji cuma seberapa. Masa harus bayar Rp300 juta. Sekarang saya sudah dipecat dari PNS (pegawai negeri sipil). Enggak ada penghasilan," ujar Havid pelan.
Selain Havid, tim JPU KPK juga menghadirkan Didi Rismunad, terpidana korupsi pengadaan lahan SMA Negeri 22 Kota Bandung, sebagai saksi. Dalam kasus RTH, Didi menjabat pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) pengadaan lahan RTH.
Dalam kesaksiannya, Didi mengatakan, sebagai PPTK pengadaan RTH, dia tidak memeriksa berkas dokumen pencairan anggaran yang disodorkan staf, Wagyo.
Wagyo menyerahkan berkas-berkas untuk pencairan 19 bidang tanah di dua kelurahan di Kecamatan Mandalajati. Menurut jaksa KPK, Budi Nugraha dan Chaerudin, berkas-berkas itu tidak dilengkapi dengan persyaratan yang dibutuhkan.
Seperti warkah kepemilikan lahan dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang tidak dibayar. Bahkan Didi tidak melakukan survei ke lokasi lahan yang akan dibeli oleh Pemkot Bandung.
Didi juga tidak membentuk panitia pengadaan tanah dan tidak membuat musyawarah soal pengadaan lahan. Padahal, itu harus dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan.
"Saya tanda tangani semua berkas yang disodorkan Wagyo tanpa memeriksa karena saat itu Wagyo bilang, perintah bos (Herry Nurhayat). Itu saya anggap sebagai tekanan," kilah Didi.
Karena perbuatannya itu, Pemkot Bandung akhirnya mengeluarkan dana untuk pembayaran atas 19 bidang tanah dengan harga yang lebih tinggi. Padahal, prosesnya tidak sesuai aturan.
Hakim Basari Budhi Pardiyanto turut mencecar Didi dengan sejumlah pertanyaan. Menurut hakim, akibat perbuatan Didi inilah Pemkot Bandung mengeluarkan anggaran padahal proses persyaratannya bermasalah.