Jadi Tulang Punggung Keluarga, Koalisi Perempuan Indonesia Minta Pekerja SKT Dilindungi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Koalisi Perempuan Indonesia menyoroti kondisi pekerja perempuan di Indonesia, khususnya para pekerja pelinting perempuan sigaret kretek tangan (SKT) di industri hasil tembakau (IHT).
Koalisi Perempuan Indonesia selama ini menaungi anggota perempuan yang di dalamnya, termasuk buruh perempuan, pekerja di sektor industri (pabrik), hingga perempuan petani, nelayan, pekerja migran, dan pekerja rumah tangga.
Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia Mike Verawati Tangka mengatakan, pihaknya juga memperhatikan pekerja/buruh perempuan di sektor SKT yang menjadi bagian dari mata rantai IHT. “Pekerja SKT adalah aktor utama dari keberhasilan industri, yang menentukan hasilnya bagus atau tidak,” katanya.
Dia mengatakan, para pelinting SKT ini seharusnya tidak lagi diposisikan sebagai perempuan pencari nafkah tambahan, tetapi pencari nafkah utama. “Perempuan di industri rokok seharusnya dipandang secara setara karena kecakapan dan kapasitasnya,” ujarnya.
Para pekerja ini, kata Mike, sempat mengalami situasi yang tidak baik saat pandemi, seperti mengalami pengurangan jam kerja dan bahkan pemberhentian kerja.
“Selama pandemi, pekerja perempuan yang dirumahkan atau yang tetap bekerja mengalami beban ganda karena kebijakan pembatasan fisik dan sosial,” katanya.
Itulah sebabnya, dia mendorong dipertahankannya kebijakan yang melindungi para pekerja perempuan ini, termasuk juga regulasi terhadap industri SKT yang menaunginya. Industri SKT dapat menjadi wadah pemberdayaan perempuan yang mendorong kemandirian para pekerja SKT.
Eksistensi industri SKT dan pekerjanya yang ada saat ini perlu dilindungi melalui kebijakan yang berpihak pada keberlanjutan industri yang padat karya serta peningkatan kualitas dan kesejahteraan pekerjanya.
Mike menilai pemerintah perlu terus memastikan agar implementasi kebijakan perlindungan sektor padat karya dapat berjalan dengan baik.
Sementara itu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengingatkan pemerintah agar bijak dalam menetapkan kebijakan untuk sektor padat karya antara lain kebijakan cukai hasil tembakau (CHT) di tahun 2023.
Koalisi Perempuan Indonesia selama ini menaungi anggota perempuan yang di dalamnya, termasuk buruh perempuan, pekerja di sektor industri (pabrik), hingga perempuan petani, nelayan, pekerja migran, dan pekerja rumah tangga.
Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia Mike Verawati Tangka mengatakan, pihaknya juga memperhatikan pekerja/buruh perempuan di sektor SKT yang menjadi bagian dari mata rantai IHT. “Pekerja SKT adalah aktor utama dari keberhasilan industri, yang menentukan hasilnya bagus atau tidak,” katanya.
Dia mengatakan, para pelinting SKT ini seharusnya tidak lagi diposisikan sebagai perempuan pencari nafkah tambahan, tetapi pencari nafkah utama. “Perempuan di industri rokok seharusnya dipandang secara setara karena kecakapan dan kapasitasnya,” ujarnya.
Para pekerja ini, kata Mike, sempat mengalami situasi yang tidak baik saat pandemi, seperti mengalami pengurangan jam kerja dan bahkan pemberhentian kerja.
“Selama pandemi, pekerja perempuan yang dirumahkan atau yang tetap bekerja mengalami beban ganda karena kebijakan pembatasan fisik dan sosial,” katanya.
Itulah sebabnya, dia mendorong dipertahankannya kebijakan yang melindungi para pekerja perempuan ini, termasuk juga regulasi terhadap industri SKT yang menaunginya. Industri SKT dapat menjadi wadah pemberdayaan perempuan yang mendorong kemandirian para pekerja SKT.
Eksistensi industri SKT dan pekerjanya yang ada saat ini perlu dilindungi melalui kebijakan yang berpihak pada keberlanjutan industri yang padat karya serta peningkatan kualitas dan kesejahteraan pekerjanya.
Mike menilai pemerintah perlu terus memastikan agar implementasi kebijakan perlindungan sektor padat karya dapat berjalan dengan baik.
Sementara itu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengingatkan pemerintah agar bijak dalam menetapkan kebijakan untuk sektor padat karya antara lain kebijakan cukai hasil tembakau (CHT) di tahun 2023.