Guru Besar UNS Paparkan Informasi Jamu dalam Manuskrip Jawa Kuno

Senin, 06 Juli 2020 - 09:35 WIB
loading...
Guru Besar UNS Paparkan Informasi Jamu dalam Manuskrip Jawa Kuno
Guru Besar UNS Solo, Sahid Teguh Widodo membagikan informasi mengenai jejak warisan rempah dan jamu dalam manuskrip Jawa kuno. Foto/Ilustrasi
A A A
SOLO - Guru Besar Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Sahid Teguh Widodo membagikan informasi mengenai jejak warisan rempah dan jamu dalam manuskrip Jawa kuno.

(Baca juga: RS Simpang, Perjalanan Penuh Wabah dan Penampung Korban Perang )

"Banyak naskah di tempat kami yang memuat informasi pengobatan, kami juga mendapatkan bantuan berupa lontar usada. Namun, kesulitan kami saat ini yakni dalam menerjemahkan karena masih banyak tahap yang dilakukan mengingat kondisi naskah sudah rusak karena usianya ratusan tahun," ungkap Sahid Teguh Widodo, Senin (6/7/2020).

Selain itu juga menggunakan bahasa lama, seperti Bali kuno, Jawa kuno, dan bahasa-bahasa yang memiliki idiom yang sulit diterangkan secara semiotik. Terdapat banyak lakuna, adisi, dan semuanya membutuhkan waktu untuk membongkar isi manuskrip tersebut.

Sahid yang saat ini juga menjabat sebagai Kepala Pusat Unggulan Iptek (PUI) Javanologi UNS menyampaikan bahwa Indonesia memiliki benda warisan yang banyak dan beragam terutama yang berkaitan dengan jejak rempah.

(Baca juga: Dihantam Ombak, Perahu Nelayan Angkut 21 Orang Tenggelam )

Oleh karena itu, Javanologi UNS berusaha membuat kegiatan riset tentang pelacakan pengetahuan warisan serta publikasi melalui segala macam bentuk pertemuan akademik dan juga bentuk kegiatan tri dharma perguruan tinggi.

Indonesia merupakan negeri yang gemah ripah loh jinawi. Suatu idiom Jawa yang artinya negeri yang tenteram, makmur, dan subur tanahnya sehingga menjadi surga bagi tanaman obat.

Jejak rempah yang dimaksud, lanjutnya, merujuk pada data atau informasi yang terdapat dalam berbagai manuskrip Jawa kuno. "Kebiasaan meracik dan minum jamu telah ditemukan dalam relief Candi Borobudur tahun 825 M pada Kamadatu dan Rupadatu karena keduanya tingkatan 1 dan 2 yang mana kegiatannya masih duniawi. Dalam relief, menceritakan masyarakat masa lampau meracik dan minum jamu sebagai suatu kebiasaan," ujarnya.

(Baca juga: TMMD 108 Buka Jalur Mati 30 Tahun di Lampung Selatan )
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1405 seconds (0.1#10.140)