Misteri Bilik Gundik Perempuan dalam Kapal Kerajaan Sriwijaya
loading...
A
A
A
JIKA pelaut-pelaut tangguh dari Iberia dilarang untuk membawa perempuan di dalam perahunya karena berbahaya bagi pelayaran, namun tidak demikian dengan pelaut-pelaut Nusantara.
Para pelaut Nusantara malah membuat perahu-perahunya lebih besar dan lebih luas untuk membuat bilik-bilik bagi perempuan.
Entah perempuan-perempuan itu menjadi teman atau gundik dalam perjalanan, atau apa fungsi bilik gundik masih perlu dipertanyakan, namun prostitusi di masa kerajaan Jawa Kuno ternyata sudah ada.
Selain itu, satu hal yang pasti perempuan-perempuan ini menjadi bagian dari misi perdagangan dan diplomasi.
Adanya bilik-bilik untuk para gundik dalam kapal-kapal di zaman Kerajaan Sriwijaya itu hingga kini masih misteri, namun demikian, keberadaannya dikuatkan dengan gambar relief perahu bercadik ganda di Candi Borobudur barangkali adalah simbol paling tepat untuk menggambarkan perdagangan laut antarbangsa sebelum zaman pertengahan. Model miniatur perahu ini salah satunya bisa dilihat di Museum Angkut, Malang, Jawa Timur.
Keberadaan bilik-bilik gundik itu juga yang membuat perbedaan mendasar dengan perahu-perahu Cina, Persia, atau Mediterania yang sezaman, meski bagui orang awam miniature perahu ini mungkin dianggap sama.
Negeri-negeri yang oleh sejarawan Prancis Anthony Reid dinamakan dengan "Negeri Bawah Angin" telah mengalami periode perdagangan global yang lebih lama dibandingkan dengan penjelajah laut dari Mediterania.
Keberadaan bilik-bilik bagi perempuan di perahu-perahu yang berasal dari kepulauan Asia Tenggara semakin diperkuat kesejarahannya dengan temuan-temuan penelitian genetika. Penelitian lembaga mikrobiologi Eijkman, Jakarta, telah mengkonfirmasi adanya leluhur-leluhur perempuan dari orang Madagaskar yang berasal dari Banjar, Kalimantan Selatan.
Perkawinan antara perempuan-perempuan yang berasal dari salah satu wilayah bawahan Kedatuan Sriwijaya dengan laki-laki Madagaskar ini terjadi pada sekitar abad 9 hingga 11 masehi. Bagaimana jejak genetik bisa sampai ke wilayah terjauh di bagian barat Samudera Hindia, jawabannya adalah koloni dagang.
Para pelaut Nusantara malah membuat perahu-perahunya lebih besar dan lebih luas untuk membuat bilik-bilik bagi perempuan.
Entah perempuan-perempuan itu menjadi teman atau gundik dalam perjalanan, atau apa fungsi bilik gundik masih perlu dipertanyakan, namun prostitusi di masa kerajaan Jawa Kuno ternyata sudah ada.
Selain itu, satu hal yang pasti perempuan-perempuan ini menjadi bagian dari misi perdagangan dan diplomasi.
Adanya bilik-bilik untuk para gundik dalam kapal-kapal di zaman Kerajaan Sriwijaya itu hingga kini masih misteri, namun demikian, keberadaannya dikuatkan dengan gambar relief perahu bercadik ganda di Candi Borobudur barangkali adalah simbol paling tepat untuk menggambarkan perdagangan laut antarbangsa sebelum zaman pertengahan. Model miniatur perahu ini salah satunya bisa dilihat di Museum Angkut, Malang, Jawa Timur.
Keberadaan bilik-bilik gundik itu juga yang membuat perbedaan mendasar dengan perahu-perahu Cina, Persia, atau Mediterania yang sezaman, meski bagui orang awam miniature perahu ini mungkin dianggap sama.
Negeri-negeri yang oleh sejarawan Prancis Anthony Reid dinamakan dengan "Negeri Bawah Angin" telah mengalami periode perdagangan global yang lebih lama dibandingkan dengan penjelajah laut dari Mediterania.
Keberadaan bilik-bilik bagi perempuan di perahu-perahu yang berasal dari kepulauan Asia Tenggara semakin diperkuat kesejarahannya dengan temuan-temuan penelitian genetika. Penelitian lembaga mikrobiologi Eijkman, Jakarta, telah mengkonfirmasi adanya leluhur-leluhur perempuan dari orang Madagaskar yang berasal dari Banjar, Kalimantan Selatan.
Perkawinan antara perempuan-perempuan yang berasal dari salah satu wilayah bawahan Kedatuan Sriwijaya dengan laki-laki Madagaskar ini terjadi pada sekitar abad 9 hingga 11 masehi. Bagaimana jejak genetik bisa sampai ke wilayah terjauh di bagian barat Samudera Hindia, jawabannya adalah koloni dagang.