Cerita Kengerian saat Tragedi Kerusuhan Pecah di Stadion Kanjuruhan
loading...
A
A
A
MALANG - Mengerikan. Hal itu yang hanya bisa digambarkan Helmi Firdaus (25), saat dirinya terjebak dalam kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022) malam. Usai laga Arema FC vs Persebaya, sejumlah suporter nekat turun ke lapangan.
Tindakan para suporter tersebut, coba dihalau aparat gabungan yang berada di bawah tribun VIP Stadion Kanjuruhan. Di tengah kondisi gelap, dan karut-marut tersebut, tiba-tiba ada satu tembakan gas air mata ke arah tribun ekonomi sisi selatan.
"Saat itu ada satu tembakan dan langsung muncul asap mengepul. Suporter yang ada di bawah berlarian naik menyelamatkan diri. Kebetulan saya sedang berada di tribun sisi selatan, bagian atas," ungkap Helmi, warga Jalan Gereja, Kelurahan Kidul Dalem, Kecamatan Klojen, Kota Malang.
Dalam situasi dilanda kepanikan tersebut, tiba-tiba terdengar ada tembakan kedua. Helmi mengaku langsung mengalami sesak nafas, dan perih di mata. Bahkan, hidungnya sampai mengeluarkan lendir, hingga mual-mual ingin muntah.
Helmi yang datang bersama rombongan sebanyak 63 orang tersebut, berupaya untuk tidak panik. Namun, anggota rombongannya sudah kocar-kacir berlarian di tengah kerumunan massa yang mencoba berlarian ke luar stadion.
"Saya berupaya tidak panik, meskipun sambil menahan sesak napas dan mata sudah berair karena tak kuat menahan penih. Secara perlahan-lahan akhirnya saya bisa ke luar stadion," ungkapnya.
Saat berjalan pelan menuju pintu ke luar stadion, Helmi mengaku sempat melihat banyak orang berjatuhan dan saling injak karena panik. Kondisi di tribun juga sangat gelap, sehingga pandangan mata semakin kabur.
Selain orang dewasa, di dalam 63 orang rombongan Aremania yang berangkat ke Stadion Kanjuruhan tersebut, menurut Helmi ada dua yang masih anak-anak sekitar usia delapan tahun. "Kami semua terpisah tidak tentu arah," ungkap Helmi.
Hingga Minggu (2/10/2022) siang, Helmi masih merasakan matanya pedih dan sesak napas. Dia datang sendirian ke Posko Layanan Informasi Tragedi Kanjuruhan yang ada di depan Balai Kota Malang. Di posko tersebut, Helmi akhirnya mendapatkan penanganan medis.
Kepiluan juga dirasakan Priyono. Warga Kecamatan Gedangan, Kabupaten Malang tersebut, harus kehilangan puteranya, Jefri akibat tragedi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, usai laga Arema FC vs Persebaya.
Bahkan, dia harus menunggu ambulans dari Gedangan, selama berjam-jam untuk membawa pulang jenazah anaknya. "Anak saya ini mondok di wilayah Gondanglegi. Kadang-kadang memang nonton Arema tanding," ungkapnya menahan kepiluan.
Ratusan orang suporter, dan dua polisi menjadi korban tewas dalam tragedi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan. Mereka rata-rata mengalami sesak napas akibat gas air mata, dan terinjak-injak saat hendak ke luar stadion.
Lihat Juga: PN Malang Eksekusi Rumah Pendiri Arema Lucky Acub Zaenal, Barang-barang Dikeluarkan Secara Paksa
Baca Juga
Tindakan para suporter tersebut, coba dihalau aparat gabungan yang berada di bawah tribun VIP Stadion Kanjuruhan. Di tengah kondisi gelap, dan karut-marut tersebut, tiba-tiba ada satu tembakan gas air mata ke arah tribun ekonomi sisi selatan.
"Saat itu ada satu tembakan dan langsung muncul asap mengepul. Suporter yang ada di bawah berlarian naik menyelamatkan diri. Kebetulan saya sedang berada di tribun sisi selatan, bagian atas," ungkap Helmi, warga Jalan Gereja, Kelurahan Kidul Dalem, Kecamatan Klojen, Kota Malang.
Baca Juga
Dalam situasi dilanda kepanikan tersebut, tiba-tiba terdengar ada tembakan kedua. Helmi mengaku langsung mengalami sesak nafas, dan perih di mata. Bahkan, hidungnya sampai mengeluarkan lendir, hingga mual-mual ingin muntah.
Helmi yang datang bersama rombongan sebanyak 63 orang tersebut, berupaya untuk tidak panik. Namun, anggota rombongannya sudah kocar-kacir berlarian di tengah kerumunan massa yang mencoba berlarian ke luar stadion.
"Saya berupaya tidak panik, meskipun sambil menahan sesak napas dan mata sudah berair karena tak kuat menahan penih. Secara perlahan-lahan akhirnya saya bisa ke luar stadion," ungkapnya.
Saat berjalan pelan menuju pintu ke luar stadion, Helmi mengaku sempat melihat banyak orang berjatuhan dan saling injak karena panik. Kondisi di tribun juga sangat gelap, sehingga pandangan mata semakin kabur.
Selain orang dewasa, di dalam 63 orang rombongan Aremania yang berangkat ke Stadion Kanjuruhan tersebut, menurut Helmi ada dua yang masih anak-anak sekitar usia delapan tahun. "Kami semua terpisah tidak tentu arah," ungkap Helmi.
Hingga Minggu (2/10/2022) siang, Helmi masih merasakan matanya pedih dan sesak napas. Dia datang sendirian ke Posko Layanan Informasi Tragedi Kanjuruhan yang ada di depan Balai Kota Malang. Di posko tersebut, Helmi akhirnya mendapatkan penanganan medis.
Kepiluan juga dirasakan Priyono. Warga Kecamatan Gedangan, Kabupaten Malang tersebut, harus kehilangan puteranya, Jefri akibat tragedi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, usai laga Arema FC vs Persebaya.
Bahkan, dia harus menunggu ambulans dari Gedangan, selama berjam-jam untuk membawa pulang jenazah anaknya. "Anak saya ini mondok di wilayah Gondanglegi. Kadang-kadang memang nonton Arema tanding," ungkapnya menahan kepiluan.
Ratusan orang suporter, dan dua polisi menjadi korban tewas dalam tragedi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan. Mereka rata-rata mengalami sesak napas akibat gas air mata, dan terinjak-injak saat hendak ke luar stadion.
Lihat Juga: PN Malang Eksekusi Rumah Pendiri Arema Lucky Acub Zaenal, Barang-barang Dikeluarkan Secara Paksa
(eyt)