Raja Dayak Minta Presiden Tetapkan Kawasan Hulu Aik Jadi Hutan Adat

Senin, 29 Juni 2020 - 09:36 WIB
loading...
Raja Dayak Minta Presiden Tetapkan Kawasan Hulu Aik Jadi Hutan Adat
Pembalakan liar masih sering terjadi di hutan-hutan di pedalaman Kalimantan. Foto/Ilustrasi
A A A
KETAPANG - Raja Hulu Aik ke-51, Petrus Singa Bansa, meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menetapkan Wilayah Kecamatan Hulu Sungai, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, menjadi kawasan hutan adat.

(Baca juga: Bawa Sabu 2 Kg, Warga Aceh Tak Berkutik Dibekuk Polda Sumut )

Dengan status sebagai kawasan hutan adat, tentunya masyarakat Dayak di sekitar kawasan hutan bisa turut mengelola dan menjaga hutan untuk kesejahteraan bersama masyarakat Dayak.

Selain itu, penetapan status kawasan hutan adat juga bisa menghindarkan dari upaya klaim oleh oknum tertentu untuk menguasai hutan yang hanya untuk kepentingan pribadi.

(Baca juga: 7 RS Rujukan COVID-19 Sidoarjo Tak Mampu Tampung Pasien Lagi )

Hal tersebut disampaikan Raja Hulu Aik ke-51, menanggapi adanya upaya klaim sepihak oknum tertentu melalui berita acara pengukuran Hutan Ulayat Kerajaan Kusuma Negara Sekadau, yang meliputi Desa Senduruhan, Desa Sungai Bengaras, dan Desa Krio Hulu di Kecamatan Hulu Sungai, Kabupaten Ketapang.

"Saya Raja Hulu Aik ke-51, meminta kepada Pemerintah Kabupaten Ketapang, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, dan Pemerintah Republik Indonesia, untuk menetapkan hutan di wilayah administratif Kecamatan Hulu Sungai Kabupaten Ketapang, sebagai kawasan hutan adat, untuk dikelola sebesar-besarnya bagi kemakmuran masyarakat," tegasnya dalam pernyataan tertulis, di Istana Raja Hulu Aik di Laman Sengkuang Kecamatan Hulu Sungai, Minggu (28/6/2020).

Di samping itu, pemimpin budaya sekaligus tokoh spiritual masyarakat Dayak asal Kabupaten Ketapang itu, sangat menyayangkan klaim pihak tertentu terhadap hak ulayat tanah wilayah Kecamatan Hulu Aik.

Menurutnya, selama ini tidak pernah terjadi jual beli tanah atau wilayah antara Kerajaan Hulu Aik dan Kerajaan Kusuma Negara Sekadau di wilayah Kerajaan Hulu Aik, yang sekarang merupakan wilayah administratif Kabupaten Ketapang.

"Jika ada yang mengaku-ngaku (hak atas tanah di wilayah Hulu Aik) itu tidak benar, karena tidak pernah terjadi jual beli tanah atau wilayah antara Kerajaan Hulu Aik dengan Kerajaan Kusuma Negara Sekadau di wilayah Kerajaan Hulu Aik, baik oleh saya maupun oleh Raja-raja Hulu Aik sebelumnya," terang Petrus Singa Bansa.

(Baca juga: Pengamat Hukum Unair: PDIP Sudah Tepat Tempuh Jalur Hukum )

Pengamat Hukum Adat Universitas Tanjungpura Pontianak, Salfius Seko menjelaskan, mekanisme penetapan hutan adat berdasarkan Permen LHK No. 21/2019 tentang Hutan Adat dan Hutan Hak, bisa diajukan oleh pemohon atau pemangku kepada menteri.

"Permohonan tersebut disertai dengan persyaratan. Di antaranya, wilayah masyarakat hukum adat yang dimohon sebagian atau seluruhnya berupa hutan; produk hukum pengakuan masyarakat hukum adat dalam bentuk Perda untuk hutan adat yang berada di dalam Kawasan hutan negara, serta Perda atau keputusan kepala daerah untuk hutan adat yang berada di luar kawasan hutan negara," tuturnya.

(Baca juga: Nekat Bobol Rumah Tetangga, Pria Ini Bonyok Dihajar Massa )

Selain itu juga disertakan peta wilayah hutan adat, dan surat pernyataan yang memuat tentang areal yang diusulkan memang merupakan wilayah adat pemohon, dan persetujuan ditetapkan sebagai hutan adat dengan fungsi lindung, konservasi, atau produksi.

"Untuk melakukan pemetaan wilayah adat, menteri atau pemerintah daerah akan memfasilitasi masyarakat hukum adat sebagai pemohon," ujar dosen Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura Pontianak itu.

Lebih lanjut Seko menjelaskan, validasi dan verifikasi oleh direktur jenderal di Kementian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Validasi dilakukan terhadap kelengkapan dokumen permohonan hutan adat dalam waktu tiga hari, serta dilanjutkan dengan verifikasi lapangan.

"Berdasarkan hasil validasi dan verifikasi tersebut, KLHK memiliki waktu 14 hari kerja untuk menetapkan status dan fungsi hutan adat," pungkas Seko.
(eyt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1167 seconds (0.1#10.140)