Kebo Bule Keraton Solo, Pengawal Pusaka Kyai Slamet yang Dikirab Tiap Malam 1 Suro
loading...
A
A
A
Hingga akhirnya berhenti di tempat yang kini menjadi Keraton Solo atau sekitar 500 meter arah selatan Balai Kota Solo saat ini.
Kawanan kebo bule Keraton Solo memiliki banyak keunikan. Sejak dulu kawanan kebo bule ini, sering berkelana ke tempat-tempat jauh untuk mencari makan tanpa diikuti abdi dalem yang bertugas menggembalakannya.
Kawanan kebo ini sering jalan berkelana sampai ke Cilacap yang jaraknya lebih 100 kilometer dari Solo, atau Madiun di Jawa Timur.
Namun anehnya, menjelang Tahun Baru Jawa, yakni 1 Suro atau 1 Hijriyah, mereka akan kembali ke keraton karena akan mengikuti ritual kirab pusaka.
Sebagian masyarakat Jawa yakin bahwa perubahan tahun Jawa (1 Suro) menandakan babak baru dalam tata kehidupan kosmis Jawa, terutama kehidupan masyarakat agraris.
Peran kebo bule Kyai Slamet adalah sebagai simbol kekuatan yang secara praktis digunakan sebagai alat pengolah pertanian, sumber mata pencaharian hidup bagi orang-orang Jawa.
Kebo bule ini dinilai sebagai sebuah visi raja. Secara harfiah, visi Keraton Solo yaitu ingin mewujudkan keselamatan, kemakmuran, dan rasa aman bagi masyarakatnya.
Kepala Sasono Pustoko Keraton Solo Gusti Pangeran Haryo (GPH) Puger menyebut, kirab pusaka dan kebo bule sebenarnya berakar pada tradisi sebelum munculnya Kerajaan Mataram (Islam), pada prosesi ritual wilujengan nagari. Pusaka dan kerbau merupakan simbol keselamatan.
Pada awal masa Kerajaan Mataram, pusaka dan kerbau yang sama-sama dinamai Kyai Slamet, hanya dikeluarkan dalam kondisi darurat, yakni saat pageblug (wabah penyakit) dan bencana alam.
Kawanan kebo bule Keraton Solo memiliki banyak keunikan. Sejak dulu kawanan kebo bule ini, sering berkelana ke tempat-tempat jauh untuk mencari makan tanpa diikuti abdi dalem yang bertugas menggembalakannya.
Kawanan kebo ini sering jalan berkelana sampai ke Cilacap yang jaraknya lebih 100 kilometer dari Solo, atau Madiun di Jawa Timur.
Namun anehnya, menjelang Tahun Baru Jawa, yakni 1 Suro atau 1 Hijriyah, mereka akan kembali ke keraton karena akan mengikuti ritual kirab pusaka.
Sebagian masyarakat Jawa yakin bahwa perubahan tahun Jawa (1 Suro) menandakan babak baru dalam tata kehidupan kosmis Jawa, terutama kehidupan masyarakat agraris.
Peran kebo bule Kyai Slamet adalah sebagai simbol kekuatan yang secara praktis digunakan sebagai alat pengolah pertanian, sumber mata pencaharian hidup bagi orang-orang Jawa.
Kebo bule ini dinilai sebagai sebuah visi raja. Secara harfiah, visi Keraton Solo yaitu ingin mewujudkan keselamatan, kemakmuran, dan rasa aman bagi masyarakatnya.
Kepala Sasono Pustoko Keraton Solo Gusti Pangeran Haryo (GPH) Puger menyebut, kirab pusaka dan kebo bule sebenarnya berakar pada tradisi sebelum munculnya Kerajaan Mataram (Islam), pada prosesi ritual wilujengan nagari. Pusaka dan kerbau merupakan simbol keselamatan.
Pada awal masa Kerajaan Mataram, pusaka dan kerbau yang sama-sama dinamai Kyai Slamet, hanya dikeluarkan dalam kondisi darurat, yakni saat pageblug (wabah penyakit) dan bencana alam.