Konflik Berkepanjangan di Papua hingga Pembunuhan Warga Sipil, JDP Usulkan Dialog
loading...
A
A
A
JAYAPURA - Aksi keji dan brutal yang dilakukan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata ( KKB ) di wilayah Kabupaten Nduga, hingga mengakibatkan 11 nyawa warga sipil melayang dan lainnya luka-luka mendapat kecaman berbagai pihak.
Jaringan Damai Papua (JDP) sebagai lembaga yang getol menyuarakan kedamaian di Tanah Papua, turut angkat bicara soal peristiwa pilu tersebut.
Melalui juru bicara, Yan Warinussy, JDP menyatakan sikap keprihatinan sekaligus mengecam aksi brutal terhadap warga sipil. Eksistensi dan eskalasi pergerakan KKB yang disebut telah berlangsung lebih dari 50 tahun itu, terus meningkat dan malah menyasar warga sipil.
"Konflik yang akhir-akhir ini terjadi, justru sasarannya bukan lagi kombatan dengan TNI Polri , namun sudah menyasar warga sipil. Kami dari Jaringan Damai Papua menyampaikan keprihatinan sekaligus menyesalkan perbuatan keji itu,” kata Yan Warinussy, Kamis sore (21/7/2022).
Menurutnya, warga sipil sesuai piagam PBB tidak boleh dijadikan sasaran perang atau konflik yang terjadi antara kombatan dengan aparat negara. Warga sipil hendaknya dilindungi bukan lantas dijadikan sasaran aksi.
"Karena mengorbankan rakyat sipil dengan alasan apapun itu tidak bisa diterima di dunia ini. Kenapa, karena rakyat kecil itu pasti tidak bersenjata, oleh karena dia tidak akan melakukan perlawanan,"katanya.
Sementara terkait tuduhan KKB bahwa para korban adalah aparat keamanan yang menyamar/ intelijen, hal tersebut harus dibuktikan dengan benar, bukan lantas serta merta melakukan aksi brutal tanpa verifikasi.
"Jadi kalau ada tuduhan-tuduhan yang disampaikan oleh kelompok KKB itu menurut kita, tuduhan- tuduhan itu harus diversifikasi bahkan dibuktikan apa benar mereka ini benar aparat yang kemudian memata- matai dan segala macam. Itu susah tapi apapun alasannya untuk rakyat kecil itu tidak bisa diterima oleh siapa pun, bukan hanya di Indonesia tapi di seluruh dunia juga tidak bisa menerima itu. Apapun tudingannya jika korbannya itu adalah warga sipil tidak dibenarkan,"tegasnya.
JDP sebagai organisasi yang menjunjung perdamaian meminta konflik untuk segera dihentikan. Solusinya adalah dengan dialog antara pemerintah dan pihak KKB.
"Dari awal Jaringan Damai Papua terbentuk, solusi dan pilihan yang kita usulkan adalah melalui jalan dialog. Dengan itu konflik bisa dihentikan,"ucapnya.
Dikatakan, tidak akan bisa dan akan terus berlanjut dengan bertambahnya korban jiwa jika penyelesaian dilakukan dengan angkat senjata, karena akan terus memunculkan permasalahan-permasalahan baru yang tidak ada ujungnya.
"Tidak bisa menghentikan konflik dengan adanya korban lalu mengangkat senjata dalam arti direspons operasi militer untuk menyelesaikan masalah. Itu pasti akan menimbulkan masalah baru, kalau TNI Polri lalu menyerang KKB lalu ada korban maka pasti mereka akan menyerang lagi dan akan adanya korban di pihak TNI Polri. Ini konflik tidak akan selesai dan berkepanjangan," bebernya.
Menurutnya lagi, teknis dialog yang bisa dilakukan adalah dengan Presiden dan jajarannya di Kementrian, menunjuk tokoh sebagai perwakilan atau juru damai/juru runding. Baiknya, melalui mekanisme internal dulu, kepada TNI Polri dan Pemerintah Daerah baik Kabupaten yang menjadi daerah konflik maupun Provinsi Papua.
"Situasi saat ini penentu ada di tangan Presiden dan jajarannya. Harus peka untuk mengambil langkah untuk mendesak TNI Polri untuk Back To Barak, dan kemudian mengutus tokoh sebagai juru damai atau juru runding untuk melakukan dialog-dialog. Mungkin secara internal dulu, jadi tidak langsung ketemu KKB namun ketemu dulu dengan TNI Polri maunya seperti apa, termasuk pemerintah daerah yang wilayahnya menjadi wilayah konflik dan pemeintah provinsi dalam hal ini gubernur itu maunya seperti apa,"katanya
"Lalu kemudian, terakhir mungkin bertemu dengan KKB, kalau tidak bisa bertemu di Jayapura atau di tempat lain misalkan di Jakarta atau bisa dilakukan di PNG misalnya," ucap Yan.
Karena, lanjut dia, konflik berkepanjangan tersebut korbannya selalu rakyat yang tidak berdosa. "Mereka bukan bagian dari kelompok-kelompok yang bertikai. Mereka ada di tengah-tengah konflik yang kemudian menjadi korban. Konflik ini harus dihentikan dan ini bisa terjadi kalau ada kemauan dari berbagai pihak, oleh karena itu harus ada utusan yang mulai melakukan lobi untuk bernegosiasi bagaimana untuk menghentikan konflik itu, dan memberikan ruang kepada rakyat kecil untuk melakukan aktivitas tanpa rasa takut akan menjadi korban,"terangnya.
DJP juga menyoroti maraknya kasus penjualan amunisi dan senjata api oleh oknum aparat. Yan Warinussy menyebut penegakan hukum terhadap para pelaku harus tegas dilakukan.
Lima tahun terakhir ini kata dia, transaksi jual beli amunisi dan senjata api meningkat sekali, dan upaya katakanlah dari Polri yang punya fungsi ganda yakni Kamtibmas dan Penegakan Hukum itu tidak berperan secara maksimal. Sehingga, kalau ada oknum anggota Polri terlibat maka harus dilakukan sidang disiplin dan kalau itu ada beratnya di Pidana maka dilanjutkan sampai di Pengadilan. Begitu juga kalau oknum TNI yang terlibat, maka proses hukum peradilan Militer harus ditegakkan,"katanya.
“Harus ada upaya dipihak TNI Polri sendiri, untuk bagaimana caranya dia menghambat dan mencegah supaya amunisi itu tidak boleh keluar untuk dijual bebas kepada KKB demikian juga dengan senjata api,” tandasnya.
Jaringan Damai Papua (JDP) sebagai lembaga yang getol menyuarakan kedamaian di Tanah Papua, turut angkat bicara soal peristiwa pilu tersebut.
Melalui juru bicara, Yan Warinussy, JDP menyatakan sikap keprihatinan sekaligus mengecam aksi brutal terhadap warga sipil. Eksistensi dan eskalasi pergerakan KKB yang disebut telah berlangsung lebih dari 50 tahun itu, terus meningkat dan malah menyasar warga sipil.
"Konflik yang akhir-akhir ini terjadi, justru sasarannya bukan lagi kombatan dengan TNI Polri , namun sudah menyasar warga sipil. Kami dari Jaringan Damai Papua menyampaikan keprihatinan sekaligus menyesalkan perbuatan keji itu,” kata Yan Warinussy, Kamis sore (21/7/2022).
Menurutnya, warga sipil sesuai piagam PBB tidak boleh dijadikan sasaran perang atau konflik yang terjadi antara kombatan dengan aparat negara. Warga sipil hendaknya dilindungi bukan lantas dijadikan sasaran aksi.
"Karena mengorbankan rakyat sipil dengan alasan apapun itu tidak bisa diterima di dunia ini. Kenapa, karena rakyat kecil itu pasti tidak bersenjata, oleh karena dia tidak akan melakukan perlawanan,"katanya.
Sementara terkait tuduhan KKB bahwa para korban adalah aparat keamanan yang menyamar/ intelijen, hal tersebut harus dibuktikan dengan benar, bukan lantas serta merta melakukan aksi brutal tanpa verifikasi.
"Jadi kalau ada tuduhan-tuduhan yang disampaikan oleh kelompok KKB itu menurut kita, tuduhan- tuduhan itu harus diversifikasi bahkan dibuktikan apa benar mereka ini benar aparat yang kemudian memata- matai dan segala macam. Itu susah tapi apapun alasannya untuk rakyat kecil itu tidak bisa diterima oleh siapa pun, bukan hanya di Indonesia tapi di seluruh dunia juga tidak bisa menerima itu. Apapun tudingannya jika korbannya itu adalah warga sipil tidak dibenarkan,"tegasnya.
JDP sebagai organisasi yang menjunjung perdamaian meminta konflik untuk segera dihentikan. Solusinya adalah dengan dialog antara pemerintah dan pihak KKB.
"Dari awal Jaringan Damai Papua terbentuk, solusi dan pilihan yang kita usulkan adalah melalui jalan dialog. Dengan itu konflik bisa dihentikan,"ucapnya.
Dikatakan, tidak akan bisa dan akan terus berlanjut dengan bertambahnya korban jiwa jika penyelesaian dilakukan dengan angkat senjata, karena akan terus memunculkan permasalahan-permasalahan baru yang tidak ada ujungnya.
"Tidak bisa menghentikan konflik dengan adanya korban lalu mengangkat senjata dalam arti direspons operasi militer untuk menyelesaikan masalah. Itu pasti akan menimbulkan masalah baru, kalau TNI Polri lalu menyerang KKB lalu ada korban maka pasti mereka akan menyerang lagi dan akan adanya korban di pihak TNI Polri. Ini konflik tidak akan selesai dan berkepanjangan," bebernya.
Menurutnya lagi, teknis dialog yang bisa dilakukan adalah dengan Presiden dan jajarannya di Kementrian, menunjuk tokoh sebagai perwakilan atau juru damai/juru runding. Baiknya, melalui mekanisme internal dulu, kepada TNI Polri dan Pemerintah Daerah baik Kabupaten yang menjadi daerah konflik maupun Provinsi Papua.
"Situasi saat ini penentu ada di tangan Presiden dan jajarannya. Harus peka untuk mengambil langkah untuk mendesak TNI Polri untuk Back To Barak, dan kemudian mengutus tokoh sebagai juru damai atau juru runding untuk melakukan dialog-dialog. Mungkin secara internal dulu, jadi tidak langsung ketemu KKB namun ketemu dulu dengan TNI Polri maunya seperti apa, termasuk pemerintah daerah yang wilayahnya menjadi wilayah konflik dan pemeintah provinsi dalam hal ini gubernur itu maunya seperti apa,"katanya
"Lalu kemudian, terakhir mungkin bertemu dengan KKB, kalau tidak bisa bertemu di Jayapura atau di tempat lain misalkan di Jakarta atau bisa dilakukan di PNG misalnya," ucap Yan.
Karena, lanjut dia, konflik berkepanjangan tersebut korbannya selalu rakyat yang tidak berdosa. "Mereka bukan bagian dari kelompok-kelompok yang bertikai. Mereka ada di tengah-tengah konflik yang kemudian menjadi korban. Konflik ini harus dihentikan dan ini bisa terjadi kalau ada kemauan dari berbagai pihak, oleh karena itu harus ada utusan yang mulai melakukan lobi untuk bernegosiasi bagaimana untuk menghentikan konflik itu, dan memberikan ruang kepada rakyat kecil untuk melakukan aktivitas tanpa rasa takut akan menjadi korban,"terangnya.
DJP juga menyoroti maraknya kasus penjualan amunisi dan senjata api oleh oknum aparat. Yan Warinussy menyebut penegakan hukum terhadap para pelaku harus tegas dilakukan.
Lima tahun terakhir ini kata dia, transaksi jual beli amunisi dan senjata api meningkat sekali, dan upaya katakanlah dari Polri yang punya fungsi ganda yakni Kamtibmas dan Penegakan Hukum itu tidak berperan secara maksimal. Sehingga, kalau ada oknum anggota Polri terlibat maka harus dilakukan sidang disiplin dan kalau itu ada beratnya di Pidana maka dilanjutkan sampai di Pengadilan. Begitu juga kalau oknum TNI yang terlibat, maka proses hukum peradilan Militer harus ditegakkan,"katanya.
“Harus ada upaya dipihak TNI Polri sendiri, untuk bagaimana caranya dia menghambat dan mencegah supaya amunisi itu tidak boleh keluar untuk dijual bebas kepada KKB demikian juga dengan senjata api,” tandasnya.
(nic)